Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat Tahun 2010 adalah meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan yang sehat, mempunyai pengetahuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal diseluruh wilayah RI (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Kemampuan pelayanan kesehatan oleh suatu negara ditentukan dengan perbandingan meningkat menurunnya tingkat angka kamatian ibu dan kematian perinatal. Untuk itu diperlukan perhatian yang serius dari berbagai pihak yang terkait dalam memberikan pelayanan kepada ibu dan bayi. Meningkatnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal tidak dapat dipisahkan dari profil wanita Indonesia. Pembangunan dibidang kesehatan telah berhasil meningkatkan angka harapan hidup wanita dari 54,0 % pada tahun 1976 menjadi 64,4 % tahun 1993 (Departemen Kesehatan RI, 1998).
Sedangkan mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang dan di negara miskin, sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Heath Organisation (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu per tahun meninggal saat hamil atau bersalin (Saefudin, 2001). Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002).
Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-12 bulan) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup, yang disebut Angka Kematian Bayi (AKB). Walaupun Angka Kelahiran Bayi ini telah menurun dari 103 % pada akhir Pelita II menjadi 90,3% apda akhir Pelita III 76 % pada akhir Pelita IV. Angka Kelahiran Bayi di Indonesia ini adalah yang tertinggi di negara ASEAN (Suraatmadja, 1991).
Angka Kelahiran Bayi yang tinggi ini perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang lebih terarah supaya Angka Kelahiran Bayi di Indonesia dapat menurun lagi. Pada penelitian penyebab kematian pada Balita di Indonesia, ternyata 70 % kematian balita disebabkan karena diare, radang akut pada saluran pernafasan dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh (paling sedikit) 80% maka keefektifan imunisasi mencapai 85% sampai 90%, lebih kurang 115.000 kematian pada Balita dapat dicegah. Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap angka kematian bayi (AKB), (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 1990 Indonesia telah mencapai lebih dari 90% imunisasi dasar yang dikenal sebagai Universal Child Imunization (UCI). Kemudian secara regional dilakukan imunisasi terhadap Hepatitis B yang masih dalam pelaksanaan saat ini. Ditambah lagi dengan gerakan PIN (Pekan Imunisasi Nasional) terhadap penyakit polio pada tahun 1995, 1996, 1997 secara berturut – turut dan serentak diseluruh tanah air yang kemudian ditambah dengan vaksinasi terhadap tetanus neonatorum dan campak dengan harapan bahwa pada tahun 2003 Indonesia bebas dari penyakit polio dan tetanus pada bayi (PP 1DAI, 2000).
Imunisasi campak ini diberikan setelah bayi mendapat imunisasi BCG, DPT, Polio dan Hepatitis, kemudian setelah bayi umur 9 – 12 bulan diberikan imunisasi campak yang berguna melindungi bayi dari penyakit campak oleh karena itu untuk kepentingan anak, upaya yang terbaik adalah dengan jalan imunisasi, sehingga anak akan terhindar dari penyakit – penyakit dan kematian atau cacat akibat penyakit tersebut (Suraatmadja, 1991).
Pada tahun 2001 sebesar 14,46 / 1000 kelahiran hidup sedangkan tahun 2002 kematian bayi di Kota Metro sebanyak 15 bayi dari 2,765 bayi atau 5,24 / 1000 kelahiran hidup, sedangkan target indikator Indonesia Sehat Tahun 2002 – 2004, seperti tabel di bawah ini. (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2003).
Tabel 1. Cakupan Imunisasi Tahun 2002 Di Kota Metro
No Imunisasi Target
1 DPT 100%
2 Polio 4 90%
3 BCG 100%
4 Campak 90%
5 Hepatitis B 90%
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Metro Desember 2003.
Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat mempunyai wilayah kerja 4 Kelurahan, yaitu Ganjar Agung, Ganjar Asri, Mulyojati, Mulyo Sari. Data imunisasi Puskesmas Ganjar Agung dari 4 Kelurahan dari bulan Januari sampai dengan Maret 2003, seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. : Jumlah Bayi Yang Mendapat Imunisasi Campak di 4 Kelurahan di Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.
No Kelurahan Jumlah Persen
1 Ganjar Agung 24 22,22%
2 Ganjar Asri 28 25,93%
3 Mulyo Jati 32 29,63%
4 Mulyo Sari 24 22,22%
Jumlah 108 100%
Sumber : Data Imunisasi Puskesmas Ganjar Agung Periode Januari – Maret 2004.
Pada tabel 2 jelaslah bahwa di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat cakupan imunisasi campak masih rendah atau dibawah 90%, sedangkan indikator yang memungkinkan dikatakan bayi sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap, umumnya akan tampak pada usia 9 – 12 bulan atau setelah imunisasi campak diberikan dengan cara lain, imunisasi dasar dikatakan lengkap bila imunisasi yang diberikan paling akhir adalah imunisasi campak. Dari data prasurvey di wilayah Puskesmas Ganjar Agung didapatkan bahwa belum ada penelitian mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di wilayah Puskesmas Ganjar Agung.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian pada latar belakang maka penulis membuat rumusan masalah yaitu bagaimanakah pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang pengetahuan dan sikap ibu mengenai imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
a. Diketahuinya pengetahuan ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
b. Diketahuinya sikap ibu tentang imunisasi campak di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.

D. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini, ruang lingkup penelitian ini adalah :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu – ibu yang mempunyai bayi umur 9 bulan
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap
4. Lokasi Penelitian : Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat
5. Waktu Penelitian : Setelah proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi pelaksanaan program imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung Kecamatan Metro Barat.
Sebagai sumbangan pemikiran dan sebagai bahan evaluasi bagi peningkatan upaya pelayanan imunisasi di Puskesmas Ganjar Agung mengenai pengetahuan sikap ibu tentang imunisasi campak
2. Bagi peneliti
Untuk mendapat informasi yang jelas mengenai pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak, sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dan selanjutnya dapat memberikan informasi untuk penelitian lebih lanjut khususnya penelitian yang berkaitan dengan imunisasi campak dengan variabel penelitian yang lebih kompleks.
3. Bagi instansi pendidikan
Diharapkan dapat sebagai buku bacaan bagi pembaca, umumnya yang berkaitan dengan imunisasi campak.
4. Bagi ibu yang mempunyai bayi yang berumur 9 bulan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman ibu tentang imunisasi campak sehingga mampu memotivasi ibu untuk selalu meningkatkan status kesehatan keluarganya.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dan sikap ibu tentang imunisasi campak di puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan antara lain pada kesehatan bayi baru lahir, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2001 terjadi penurunan angka kematian neonatal dari 25 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun demikian pada komponen kematian neonatal, penurunannya berlangsung lambat Menurut laporan kelompok kerja WHO (April 1994), dari 8,1 juta kematian bayi di dunia 48% adalah kematian neonatal, selanjutnya dari seluruh kematian neonatal sekitar 6% adalah kematian bayi umur kurang dari 7 hari. (Badan Litbang Kesehatan, 2001)
Proporsi kematian neonatal di Indonesia sebesar 39% dari seluruh kematian bayi. Rasio kematian postneonatal dan neonatal adalah 1,58. Kematian neonatal adalah 180 kasus, sedangkan kasus lahir mati berjumlah 115 kasus. Menurut umur kematian 79,4% dari kematian neonatal terjadi pada usia 7 hari pertama, dengan penyebab terbesar (57,1%) karena infeksi dan pneumonia (Badan Litbang Kesehatan, 2001). hal di atas yang mendorong perlu segera pemberian imunisasi dini pada 7 hari pertama kehidupan bayi, sehingga dapat dibentuk kekebalan sedini mungkin.
Timbulnya infeksi pada bayi dapat dimulai sejak dalam kandungan yang dikarenakan saat hamil ibu terserang penyakit. Pada ibu hamil pengidap hepatitis B, sebesar 50% akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus pada penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20% akan menjadi hepatoma serta kemungkinan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada mereka yang belum sepenuhnya berkembang sempurna, terutama balita di Negara berkembang seperti Indonesia (www.imunisasi.htm, 2005).
Indonesia adalah negara dengan tingkat endemik penyakit hepatitis B menengah sampai dengan tinggi, prevalensi pengidap penyakit hepatitis B di Indonesia sebanyak 2,5 – 25 %. Prevalensi penyakit hepatitis B di kalangan anak–anak di bawah usia 4 tahun adalah sebesar 6,2 %, oleh karena itu imunisasi hepatitis B merupakan salah satu imunisasi yang harus diterima oleh bayi pada 7 hari pertama kehidupannya karena efektifitas imunisasi hepatitis B akan tinggi bila imunisasi hepatitis B diberikan pada usia dini. (Dep.Kes;2002).
Selanjutnya penyakit yang banyak dialami oleh anak – anak bahkan merupakan urutan yang kelima dari semua penyakit anak di Indonesia adalah Tuberkulosis (TBC). Berdasarkan hasil pemeriksaan, Indeks tuberkulin positif pada anak Indonesia semakin tinggi dengan bertambahnya usia yaitu pada umur 1 – 6 tahun 25,9%, pada umur 7-14 tahun 42,4 % dan diatas 15 tahun 58,6 %. Hal ini disebabkan semakin tinggi usia anak semakin banyak kebutuhan gizi, namun karena social ekonomi yang rendah, maka anak mengalami kondisi kurang gizi, oleh karena itu perlu pemberian imunisasi BCG. (Dep.Kes;2002).
Sebenarnya Morbiditas dan Mortalitas tuberkulosis dapat menurun sendiri bila keadaan sosial ekonomi meningkat. Di negara berkembang seperti Indonesia tidaklah tepat bila hanya mengharapkan perbaikan dari sosial ekonomi saja tetapi juga perlu dilakukan pencegahan penyakit ini, diantaranya dengan pemberian imunisasi BCG terutama sejak bayi. (Ilmu Kesehatan Anak;1985)
Selanjutnya penyakit yang banyak diderita pada balita adalah polio. Penyakit polio di Indonesia saat ini diperkirakan terdapat 112.000 anak usia 1 sampai 14 tahun menderita kelumpuhan akibat penyakit polio. Penyakit ini paling sering di derita oleh anak – anak umur 1 – 2 tahun, karena anak – anak yang terinfeksi virus polio, 95% tidak memperlihatkan gejala (subklinis) atau gejala ringan dan 4,5% sakit tanpa kelumpuhan serta 0,5% terjadi kelumpuhan. (www.imunisasi.htm, 2005). Walaupun hanya 0,5% anak-anak yang terserang virus polio yang menderita kelumpuhan, imunisasi polio tetap penting. Karena kelumpuhan yang diderita akan menetap seumur hidup.
Selanjutnya kalau diamati lebih lanjut di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2006 ditemukan tingginya penyakit TB Paru yaitu 168 Balita, sedangkan jumlah kematian bayi ada 101 bayi. Kematian bayi yang berumur 0-7 hari adalah 76,2 % ( 77 bayi). Penyebab kematian disebabkan oleh BBLR 41,5% (32 Bayi ) dan Asfiksia 40,2 % ( 31 Bayi ), selanjutnya bayi dengan BBLR 0,60 % (118) dan Asfiksia 0,72 % (148).
Di Puskesmas Raman Utara ditemukan 5 bayi meninggal dengan diagnosa 1 bayi karena BBLR dan 3 bayi karena asfiksia Bila bayi dengan BBLR, Asfiksia menyebabkan bayi rentan terhadap penyakit infeksi.(Profil Lampung Timur; 2006).
Salah satu usaha preventif berkaitan dengan pencegahan penyakit seperti hepatitis, TBC dan polio pada bayi adalah dengan cara pemberian imunisasi. Karena kekebalan penyakit-panyakit tersebut tidak dibawa bayi pada saat masih dalam kandungan sehingga pada bayi perlu diberikan imunisasi sedini mungkin yaitu pada usia 0-7 hari pertama. Imunisasi yang diberikan sedini mungkin setelah lahir adalah imunisasi hepatitis B, polio dan BCG (Dep. Kes RI:2002).
Upaya-upaya pencegahan penyakit tersebut tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau tenaga kesehatan saja tetapi juga perlu dukungan yang kuat melalui pengetahuan dan kesadaran ibu, sehingga ibu mau melakukan kunjungan neonatal untuk memperoleh imunisasi pada usia 0-7 hari pertama untuk anaknya.
Di wilayah Puskesmas Raman Utara pada bulan maret 2007 terdapat persalinan sebanyak 63 bayi, dimana yang mendapat imunisasi hepatitis B1, BCG dan polio pada umur 0-7 hari sebesar 46 % (29). Angka ini masih sangat kurang dari target yang ditentukan yaitu 90%. Adanya kesenjangan antara target dan hasil yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunusasi Pada Kunjungan Neonatal Pertama (KN I) Di Puskesmas Raman Utara Periode Maret tahun 2007.

B. Rumusan Masalah
Bersadarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas Raman Utara tahun 2007?.”

C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian adalah.
1. Sifat penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 hari
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)
4. Lokasi penelitian : Puskesmas Raman Utara
5. Waktu penelitian : 14 Mei – 22 Juli 2007

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di wilayah Puskesmas Raman Utara tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian
Pada hasil penelitian pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) ini di harapkan dapat bermanfaat:
1. Peneliti
Penelitian ini sangat berguna untuk menambah pengalaman dalam penelitian, serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah didapat saat kuliah khususnya mata kuliah metode penelitian dalam rangka menganalisa masalah kesehatan masyarakat khususnya kesehatan anak.

2. Institusi Pendidikan
Dapat dijadikan acuan (refrensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan institusi pendidikan tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I).
3. Petugas kesehatan, Puskesmas dan Instansi Terkait
Sebagai bahan informasi atau masukan tentang pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I) di Puskesmas yang diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi mengenai pentingnya pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN I)di sehingga pada akhirnya dapat memajukan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
4. Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut yang lebih spesifik.

Baca Selengkapnya - Gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi pada kunjungan neonatal pertama (KN 1) di wilayah kerja puskesmas

Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya cukup padat. Kepadatan ini dapat dilihat dari jumlah kelahiran sekitar 5.000.000 pertahun (Manuaba, 1998). Pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sebesar 6.500.000.000 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,7%, sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun yang sama sebesar 241.973.879 jiwa dengan laju pertumbuhan 1,66%. Oleh karena itu pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk (www.laju pertumbuhan pendudduk.go.id,2005)
Pemerintah merencanakan program Keluarga Berencana Nasional untuk mengatasi masalah tersebut yang merupakan bagian dari pembangunan nasional Bangsa Indonesia mempunyai tujuan ganda yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, melalui pengendalian kelahiran dan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia serta meningkatkan potensi sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk Indonesia (Winknjosastro, 2002).
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai tujuan yang salah satunya adalah menjarangkan kehamilan dengan menggunakan metode kontrasepsi. Banyak metode kontrasepsi yang digunakan salah satu diantaranya menggunakan metode efektif yang meliputi menggunakan Pil, suntikan, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dan implant yang mengakibatkan pencegahan efektif terhadap kemungkinan timbulnya kehamilan, selain itu juga ada yang menggunakan metode kontrasepsi mantap seperti tubekhtomi dan vasektomi (www.bkkbn.go.id, 2005)
Metode kontrasepsi yang benar-benar 100% ideal atau sempurna sampai saat ini belum tersedia (Hartanto, 2003), karena harus memenuhi beberapa faktor, antara lain dapat dipercaya, tidak ada efek samping, mudah menggunakan dan mendapatkannya. Faktor lain seperti usia ibu, jumlah dan jarak kelahiran anak juga harus dipertimbangkan dalam pemilihan kontrasepsi (Winknjosastro, 2002).
Salah satu metode kontrasepsi efektif adalah AKDR yang merupakan pilihan utama untuk menjarangkan kehamilan dengan periode usia akseptor antara 20 – 35 tahun, dengan jumlah anak 2 orang dan jarak antara kelahiran adalah 2 – 4 tahun. Metode kontrasepsi AKDR, dikatakan efektif karena memiliki kelebihan yaitu efektifitas dan reversibilitas yang tinggi, dapat dipercaya, murah harganya, dan mudah dalam pelaksanaannya serta kegagalan yang disebabkan karena kealahan akseptor tidak banyak (Hartanto, 2003).
Umumnya penduduk di negara-negara sedang berkembang paling banyak menggunakan metode kontrasepsi yang pemakainya adalah perempuan. Distribusinya adalah pemakai pil 17,1%, suntik 15,2%, AKDR 10,3%, (Juliantoro, 2000).
Menurut data yang diperoleh dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Propinsi Lampung pada tahun 2000 akseptor KB suntik 58,6%, akseptor KB pil 29,8% dan AKDR adalah 16,9%, karena pada umumnya masyarakat lebih memilih alat kontrasepsi yang bersifat praktis dan efektifitasnya tinggi seperti metode KB non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) misalnya suntik dan pil sehingga untuk metode KB seperti implant, AKDR, Medis Operatif Wanita (MOW) dan Medis Operatif Pria (MOP) kurang diminati (BKKBN, 2000).
Berdasarkan data prasurvei yang diperoleh dari BKKBN Kota Metro mengenai cakupan pencapaian KB aktif tahun 2006 bulan Maret adalah sebagai berikut
Tabel 1. Pencapaian Peserta KB Aktif bulan Maret tahun 2006
No Kecamatan Mix Kontrasepsi Total PA % PA/PUS % AKDR/PA
PUS AKDR Suntik PIL
1.
2.
3.
4.
5. Metro Pusat
Metro Utara
Metro Barat
Metro Timur
Metro Selatan 7013
4037
3242
4864
1997 866
389
324
794
236 2425
1129
1158
1449
746 1520
1319
633
1118
344 4811
2837
2115
3361
1326 68,60
70,27
65,23
69,09
66,39 18,00
13,71
15,31
23,62
17,79
Jumlah 21153 2609 6907 4934 14450 68,31 17,79
Sumber : Data BKKBN Kota Metro, 2006.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa untuk metode suntik mencapai angka yang paling tinggi sebesar 47,79% (6907) sedangkan metode kontrasepsi AKDR mencapai angka yang paling kecil sebesar 18,05% (2609). Bila dilihat lebih jauh untuk Kecamatan Metro Utara tercapai angka paling kecil untuk akseptor KB AKDR sebesar 13,71%(389).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan akseptor KB AKDR presentasinya rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akseptor KB tentang AKDR. Seharusnya mengingat AKDR merupakan kontrasepsi efektif yang dianjurkan untuk ibu multipara yaitu wanita yang telah melahirkan anak hidup minimal 2 orang menjadi pilihan prioritas. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Bagaimana pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Multipara Tentang Kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara”.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari Kecamatan Metro Utara.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR
3. Subjek Penelitian : Seluruh ibu multipara peserta akseptor KB AKDR
4. Lokasi Penelitian : Wilayah Kerja Puskesmas Banjar Sari
5. Waktu Penelitian : 8 – 13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Manfaat bagi Puskesmas Banjar Sari
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada pelaksana pelayanan guna meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan AKDR dan meningkatkan mutu pelayanan kontrasepsi
2. Manfaat bagi Intitusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, khususnya dalam memberikan informasi tentang KB dan kesehatan serta asuhan bagi penelitian selanjutnya.

Baca Selengkapnya - Gambaran Pengetahuan ibu multipara tentang kontrasepsi AKDR di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI) sejak usia dini, terutama pemberian ASI Eksklusif yaitu pemberian hanya ASI saja (termasuk kolostrum) sesegera mungkin setelah lahir sampai bayi berumur 6 bulan tanpa pemberian makanan lain seperti air, air gula, madu, pisang dan sebagainya (DepKes, 2003).
ASI merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi, dimana kandungan gizi sesuai kebutuhan untuk pertumbuhan dan perkembangan. ASI juga mengandung zat untuk perkembangan kecerdasan, zat kekebalan (mencegah dari berbagai penyakit). Konvensi hak-hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak, berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 dengan tema : “Memberi ASI adalah hak azasi ibu, Mendapat ASI adalah hak azasi bayi” (Depkes RI, 2001).
Pernyataan dan rekomendasi tentang makanan bayi dan anak oleh World Health Organization (WHO)/United Nations International Children Emergency Fund (UNICEF) tahun 1994 antara lain berisi :
1. Menyusui merupakan bagian terpadu dari proses reproduksi yang memberikan makanan bayi secara ideal dan alamiah merupakan dasar fisiologis dan psikologis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
2. Memberikan susu botol sebagai tambahan dengan dalih apapun juga pada bayi baru lahir harus dihindarkan (Suharyono, 1992).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI )1997 dan 2002 lebih dari 95% ibu pernah menyusui bayinya. Namun yang menyusui dalam 1 jam pertama setelah melahirkan cenderung menurun dari 8% pada tahun 1997 menjadi 3,7% pada tahun 2002. Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% pada tahun 1997 menjadi 39,5% pada tahun 2002. Penggunaan susu formula meningkat lebih dari 3 x lipat selama 5 tahun dari 10,8% pada tahun 1997 menjadi 32,5% pada tahun 2002. (www. depkes.ga.id/ditingkat ASEAN 2006, 15 April 2006).
Pada saat ini tampak ada kecenderungan menurunnya penggunaan ASI pada sebagian masyarakat dikota-kota besar. Dikota besar sering kita melihat bayi diberi susu botol dari pada disusui ibunya, sementara di pedesaan kita melihat bayi yang berusia 1 bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan pada propinsi Lampung adalah 57.201 bayi atau sekitar 34,53,% dari jumlah bayi 165.656 bayi, sedangkan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan untuk Kota Metro adalah 900 bayi antau 58,82% dari jumlah bayi seluruhnya 1530 bayi (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).
Data prasurvei yang didapat oleh penulis di Dinas Kesehatan Kota Metro mengenai cakupan pemberian ASI Eksklusif tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Data Cakupan ASI Eksklusif Kota Metro 2005
No Puskesmas Sasaran Cakupan %
1
2
3
4
5
6 Yosomulyo
Metro
Iringmulyo
Banjarsari
Sumbersari
Ganjar Agung 282
241
334
241
139
227 238
27
158
183
27
177 84,39
11,2
47,3
75,93
19,93
77,97
JUMLAH 1464 810 55,32
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro mendapatkan angka yang paling kecil hanya tercapai 11,2% (27 ibu) dari 60% target yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan kota Metro (Indikator Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kota Metro Tahun 2003-2010 ) dan cakupan pemberian ASI Eksklusif yang paling besar dicapai oleh Puskesmas Yosomulyo yaitu sebesar 84,39 % (238 ibu) dari 282 sasaran yaitu di Desa Yosomulyo.
Hasil prasurvey di Wilayah Kerja Puskesmas Metro tentang pemberian ASI Eksklusif pada bulan Februari – Maret 2006 terdapat 237 ibu menyusui anak pertama, sedangkan ibu menyusui anak pertama yang sedang menyusui dan telah memberikan ASI Eksklusif sejumlah 20 orang (47,4%). Rendahnya cakupan ini disebabkan faktor ekonomi yang mengharuskan ibu-ibu menyusui anak pertama tetap bekerja, sehingga ibu tidak memiliki waktu untuk menyusui bayinya secara eksklusif. Hasil prasurvey juga menunjukan ternyata bayi yang dilahirkan dengan normal tidak semua langsung diberi ASI tetapi diberi susu formula. Untuk lebih jelas lagi dapat dilihat pada pada tabel 2 mengenai data prasurvey di Puskesmas Metro, jumlah Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak berusia 6 -24 bulan dan Ibu menyusui bukan anak pertama dalam pemberian ASI Eksklusif sebagai berikut :
Tabel 2. Ibu Post Partum Yang Langsung Memberikan Dan Tidak Memberikan ASI Pada Bayinya Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro Bulan Februari– Maret 2006
Ibu Memberikan ASI Jumlah %
Eksklusif Non Eksklusif
Jumlah % Jumlah %
Ibu menyusui anak pertama 20 0,08 72 0,30 92 0,39
Ibu menyusui bukan anak pertama 7 0,03 138 0,58 145 0,61
Jumlah 27 0,11 210 0,89 237 100
Sumber : Laporan Cakupan ASI Eksklusif Dinas Kesehatan Kota Metro 2005
Berdasarkan tabel di atas didapatkan jumlah ibu menyusui anak pertama dengan ASI Eksklusif berjumlah 20 orang (0,8%) dari jumlah seluruh ibu menyusui anak pertama 237 orang (100%). Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rendahnya cakupan ASI Eksklusif yang dicapai Puskesmas Metro maka dapat dirumuskan permasalahannya “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang pengertian ASI Eksklusif.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang manfaat ASI Eksklusif.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kerugian pemberian ASI Eksklusif.
d. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang kontra indikasi untuk memberikan ASI Eksklusif.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang di teliti adalah sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Study Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu menyusui anak pertama yang memiliki anak dengan usia 6 sampai 24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Metro pada bulan Februari – Maret 2006.
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI Eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Metro tahun 2006.
4. Lokasi penelitian : Di Wilayah Kerja Puskesmas Metro.
5. Waktu Penelitian : 8 Mei sampai dengan 15 Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Metro
Menambah wawasan serta menjadi tolak ukur para tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Metro dalam melaksanakan program selanjutnya, terutama lebih aktif dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu-ibu menyusui anak pertama tentang pentingnya pemberian ASI Eksklusif
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Untuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan ASI Eksklusif terutama hal-hal yang belum dimunculkan penulis.

Baca Selengkapnya - Gambaran pengetahuan ibu menyusui anak pertama tentang ASI eksklusif di wilayah kerja puskesmas

Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap individu. Agar terwujud derajat kesehatan yang optimal bagi semua masyarakat. Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Karena kesehatan menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Pembangunan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh aspek demografi. Pertumbuhan ekonomi masyarakat tingkat pendidikannya, serta keadaan dan perkembangan lingkungan, baik fisik maupun biologik (Depkes RI, 2002).
Salah satu strategi kesehatan nasional dalam rangka menuju Indonesia sehat 2010 adalah menempatkan pembangunan kesehatan yang berwawasan kesehatan, artinya setiap upaya program berdampak positif dalam membentuk perilaku sehat dan lingkungan yang sehat pula. Pada tanggal 1 Maret 1999 Presiden Republik Indonesia telah mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan sebagai strategi pembangunan nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Paradigma sehat tersebut dijabarkan dan dioperasionalkan antara lain dalam bentuk perilaku hidup bersih dan sehat (Depkes RI, 1999).
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya perorangan. Keluarga dan masyarakat yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Selain itu juga program perilaku hidup bersih dan sehat bertujuan memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, kelompok, keluarga dengan membuka jalur komunikasi, informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku sehingga masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui pendekatan pimpinan (advocacy), bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Dengan demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri terutama pada tatanannya masing-masing (Depkes RI, 2002).
Program perilaku hidup bersih dan sehat memiliki 5 program prioritas yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, kesehatan lingkungan, gaya hidup dan dana sehat/Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Perkembangan program perilaku hidup bersih dan sehat sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat sesuai kondisi dan kebutuhan daerah masing-masing. Berlakunya menetapkan 9 indikator perilaku, indikator perilaku tersebut adalah tidak merokok, kepesertaan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar, menggosok gigi sebelum tidur dan olah raga, indikator lingkungan adalah air jamban ada air bersih, ada tempat sampah, ada Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) ventilasi kepadataan, lantai bukan tanah (Depkes RI, 2004).
Rokok dapat menyebabkan penyakit kanker, jantung, stroke dan paru. Hasil studi WHO menemukan bahwa kematian yang disebabkan oleh rokok diseluruh dunia dapat berlipat tiga dalam dua dekade mendatang. Sampai sekarang tercatat lebih dari 25 penyakit yang disebabkan oleh tembakau, lebih dari 60% perokok adalah laki-laki dewasa yang mulai merokok pada waktu mereka berusia kurang dari 20 tahun, remaja belasan tahun sudah mulai merokok tanpa menyadari sifat pembuat ketagihan nikotin, perilaku terus menerus merokok diantara kaum muda melalui tahap coba-coba selanjutnya menjadi perokok tetap dan akhirnya ketagihan (http://www.pd.persi.co.id, 4 Mei 2004)
Dinas Propinsi Lampung menetapkan 8 indikator di tatanan tempat-tempat umum yaitu air bersih, jamban, ada tempat sampah, saluran pembuangan limbah, pencahayaan dan pencahayaan dan penghawaa, kebersihan kuku, informasi tentang Penyakit Menular Seksual (PMS) / Aquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dana sehat/ JPKM, adanya media atau poster kesehatan.
Visi Dinas Kesehatan Lampung Timur "Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata serta sebagai penggerak kesehatan guna menumbuhkan daya saing masyarakat". Rumusan visi tersebut mengandung pengertian bahwa dalam kurun waktu 5 tahun yang akan datang secara bertahap Dinas Kesehatan akan mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata kepada seluruh lapisan masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan menuju masyarakat Lampung Timur yang sehat sehingga akan menumbuhkan daya saing masyarakat di segala bidang (Profil Dinas Kesehatan Lampung Timur, 2006).
Perilaku kesehatan di Lampung Timur yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Berbagai lapisan masyarakat yang beresiko melakukan penyimpangan perilaku hidup bersih dan sehat. Karena bila pengetahuannya masih kurang dapat meningkatkan timbulnya ancaman penyakit yang seharusnya dapat dicegah sedini mungkin dan dapat berperilaku sehat.
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kegiatan dari Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM). Puskesmas memiliki program kegiatan utama :
1. Kesehatan lingkungan
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
3. Peningkatan kesehatan keluarga (termasuk kesehatan reproduksi)
4. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
5. Keperawatan kesehatan masyarakat
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Perbaikan gizi masyarakat
(Dinkes Propinsi Lampung, 2004).
Berdasarkan pengamatan peneliti di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur, bahwa kegiatan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat belum pernah dilakukan hasil wawancara dengan tidak adanya arsip laporan penyuluhan kesehatan masyarakat di Puskesmas Raman Utara Lampung Timur.
Observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 12 Maret 2007 di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang jumlah siswanya 240 orang (laki-laki 159 dan perempuan 201 orang) mempunyai fasilitas, sumur gali 1, WC siswa 2, WC guru 1, WC kepala sekolah 1, kotak sampah 12, poster kesehatan tentang rokok tidak ada, tempat cuci tangan tidak ada, WC siswa tampak kotor dan berbau tidak sedap, sampah berserakan pada tempat pembuangan sampah, ada 40 siswa merokok di lingkungan sekolah pada jam istirahat, maka tidak cuci tangan banyak yang memelihara kuku tangan, serta tidak ada yang ikut serta dana sehat /JPKM. (Koordinator UKS SMP 2 Raman Utara) 10 penyakit terbesar di Puskesmas Raman Utara adalah ISPA dengan jumlah 3777 kasus, penyakit lain-lain 2063 kasus, rematik 1348 kasus, hipertensi 952 kasus, karies gigi 632 kasus, penyakit kulit karena alergi 700 kasus, penyakit karena infeksi 615 kasus, diare 502 kasus (LB1 Puskesmas Raman Utara, 2006).
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul ”Gambaran Pengetahuan Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : "Bagaimanakah gambaran pengetahuan siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ?"

C. Ruang Lingkup Penelitian
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
3. Obyek Penelitian : Gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.
4. Lokasi Penelitian : SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur
5. Waktu Penelitian : 14 Mei sampai dengan 22 Juli 2007

D. Tujuan Penelitian
Dapat diketahui gambaran pengetahuan siswa SMP tentang perilaku hidup bersih dan sehat di SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Pendidikan SMPN 2 Raman Utara
Sebagai bahan rujukan bagi pendidik SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur, untuk melakukan penyuluhan prilaku hidup bersih dan sehat kepada para siswa dan melengkapi prasarana yang dapat menunjang keberhasilan program perilaku hidup bersih dan sehat.
2. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan informasi dan evaluasi bagi petugas penyuluh kesehatan masyarakat untuk peningkatan promosi kesehatan melalui program penyuluhan kesehatan masyarakat untuk dapat mengenalkan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Bagi Peneliti Lain
Dapat memberikan masukan terhadap hal-hal yang belum terungkat dalam penelitian ini.
4. Bagi Prodi Kebidanan Metro
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menambah bahan riset selanjutnya.
5. Bagi Peneliti
Dapat mengetahui seberapa besar siswa SMPN 2 Raman Utara Lampung Timur yang tahu dan paham serta melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.

Baca Selengkapnya - Gambaran pengetahuan siswa SMPN ….. tentang perilaku hidup bersih dan sehat tahun

Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

iklan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Visi Indonesia Sehat 2010, adalah ditetapkannya misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat, dengan sasaran meningkatkan jumlah penduduk mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang, sehingga untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat, salah satu program unggulan yaitu program perbaikan gizi (Dep. Kes. RI, 1993: 10).

Gizi merupakan unsur yang sangat penting dalam membentuk kualitas manusia. Perbaikan gizi adalah berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan gizi. Manfaat dari perbaikan gizi adalah meningkatkan status gizi, peningkatan mutu konsumsi makanan, serta penanggulangan terhadap masalah gizi, sehingga diharapkan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan sehat. Sasaran dalam perbaikan gizi ini adalah seluruh individu baik bayi, balita, remaja, manusia dewasa, maupun usia lanjut (Dep. Kes. RI, 1989: 5).

Di Indonesia sendiri masih ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis diatas 30% atau sekitar 1,5 juta. Untuk wilayah Lampung sekitar 5,79% sedangkan daerah Tanggamus ditemui ibu hamil yang mengalami kurang gizi adalah 1,79% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).

Masalah gizi banyak ditemui pada golongan ibu hamil, misalnya Kurang Kalori Protein(KKP), anemia gizi, defisiensi vitamin A dan yodium. Gizi diperlukan oleh tubuh manusia untuk kecerdasan otak dan kemampuan fisik. Masalah gizi lebih sering terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun mutunya.. Akibatnya penyakit kekurangan gizi pada ibu masih cukup tinggi. Sebagian besar masalah disebabkan oleh faktor ekonomi dan pendidikan keluarga, namun tidak dipungkiri bahwa faktor sosial budaya mempengaruhi secara nyata gambaran menyeluruh masalah gizi di daerah pedesaan. Sikap dan kepercayaan ibu hamil pada budaya leluhur yang mengatakan bahwa selama hamil dilarang makanan tertentu karena akan mengakibatkan kelainan pada anak yang dikandungnya masih sangat dipercaya dan ditakuti. Rendahnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat zat–zat gizi pada makanaan akan sangat berpengaruh dengan cara pengolahan dan penyusunan menu makanan sehingga gizi yang diharapkan tidak didapatkan. Ibu hamil harus menerapkan menu empat sehat lima sempurna ( Dep. Kes. RI, 1989: 12 ).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perkembangan otak berlangsung pesat pada saat janin berada dalam kandungan ibu. Kekurangan gizi pada masa kehamilan akan menyebabkan bayi lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang mempunyai resiko tinggi terhadap kematian bayi atau lebih lanjut mengalami pertumbuhan dan perkembangan dibawah normal. Angka bayi lahir hidup dengan BBLR adalah sekitar 8,2% (www. Republika Online, 2003: 2)

Kekurangan berbagai macam zat gizi selama kehamilan akan mempengaruhi status gizi ibu hamil. Kenaikan berat badan yang rendah selama kehamilan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm merupakan indikator kurang gizi pada ibu hamil yang merupakan penyebab langsung retardasi pertumbuhan intra uteri. Status gizi yang buruk memberikan kontribusi pada tiga penyebab kematian ibu yang utama yaitu perdarahan 40-60%, toksemia gravidarum 20-30% dan infeksi 20-30% (Nadesul, 1997: 17).

Dari data pra survei yang penulis peroleh pada tanggal 5 April 2004 di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus didapatkan data ibu hamil dengan status gizi kurang seperti tabel 1 berikut:

Tabel 1. Distribusi Jumlah Ibu Hamil di Desa Wates Pada Bulan Januari sampai Maret 2004

Bulan

Jumlah kunjungan ibu hamil baru

Ibu hamil dengan status gizi baik

Ibu hamil dengan status gizi kurang

Jml

%

Jml

%

Jml

%

Januari

Februari

Maret

11

8

15

32,35

23,53

44,12

7

5

9

33,33

23,81

42,86

4

3

6

30,76

23,09

46,15

Jumlah

34

100

21

100

13

100

Sumber Medical Record (Dokumen) Puskesmas Wates, 2004

Berdasarkan tabel diatas maka di dapat data pada bulan Januari sampai Maret 2004 di puskesmas Wates terdapat ibu hamil sebanyak 34 orang dengan status gizi baik sebanyak 21 orang (61,76%) dan status gizi kurang sebanyak 13 orang (28,83 %).

Dari keadaan di atas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian sederhana tentang “ Gambaran Pengetahuan Tentang Nutrisi Ibu Hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus “.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus ?”

Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat penelitian : Deskriptif.

2. Subyek penelitian : Ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus

3. Obyek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi pada ibu hamil.

4. Lokasi penelitian : Di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus.

5. Waktu penelitian : 19 Mei sampai 1 Juni 2004

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di Desa Wates Kecamatan Gading Rejo Kabupaten Tanggamus tahun 2004.



Baca Selengkapnya - Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang nutrisi ibu hamil di desa

Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

iklan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Besarnya persalinan secsio sesarea (SC) dibandingkan persalinan normal tetap mengandung risiko dan kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca operasi seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi, kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki masalah secara psikologis karena kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006 : 9).

Di Indonesia terutama di kota-kota besar, keputusan ibu hamil untuk melahirkan dengan SC walau tidak memiliki indikasi medis paling banyak disebabkan oleh adanya ketakutan menghadapi persalinan normal atau yang lebih dikenal sebagai rasa takut akan kelahiran (fear of childbirth) akan tetapi di Indonesia faktor psikologis ibu ini nampak kurang diperhatikan (Kasdu dalam Depkes RI, 2006 : 9-10). Oleh karena itu pentingnya suatu perencanaan yang menyangkut pada kesehatan fisik dan psikis calon orang tua serta kesehatan janin. (Kasdu, 2003 : 32-33).

Berdasarkan hasil penelitian terdapat sekitar 20 % persalinan harus dilakukan dengan SC, baik karena pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan pribadi pasien (Kasdu, 2003 : iii). Persalinan secara SC di Amerika Serikat terdapat 85 % dengan indikasi riwayat SC, distosia persalinan, gawat janin dan letak sungsang (Cunningham, dkk, 2006 : 595). Sedangkan di Indonesia menurut Survei Demografi dan Kesehatan pada tahun 1997 dan tahun 2002-2003 mencatat angka persalinan SC secara nasional hanya berjumlah kurang lebih 4 % dari jumlah total persalinan. Secara umum jumlah SC di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu sekitar 30-80 % dari total persalinan (Depkes RI, 2006 : 9). Berdasarkan data yang diperoleh dari catatan Medical Record RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2006, didapatkan data bahwa angka kejadian SC di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jendral Ahmad Yani Kota Metro sebesar 11, 27 % dari total persalinan (Medical Record, 2006) dan dari informasi sejumlah mahasiswa yang mempunyai pengalaman magang dan pengalaman pasien yang pernah menjalani operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro, penatalaksanaan pre-operasi SC belum dilaksanakan semuanya sesuai dengan teori dalam asuhan kebidanan.

Tingginya persentase persalinan SC menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini disebabkan semakin banyaknya persalinan bedah tanpa indikasi medis, melainkan karena permintaan ibu hamil yang memandang SC merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan persalinan normal. (Depkes RI, 2006 : 9). Seharusnya SC dilakukan jika keadaan medis memerlukannya. Dalam hal ini, janin atau ibu dalam keadaan gawat darurat dan hanya dapat diselamatkan jika persalinan dilakukan dengan jalan operasi atau SC (Kasdu, 2003 : 9). Indikasi medis untuk SC adalah jika terjadi disproporsi sevalopelvik, gawat janin, plasenta previa, incoordinate uterine action, eklampsia, dan hipertensi (Mansjoer, dkk, 2005 : 344-345).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meninjau penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: ” Bagaimana gambaran penatalaksanaan persiapan pre-operasi secsio sesarea di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2007?”

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini antara lain :

2. Lokasi dan waktu penelitian : penelitian ini akan dilaksanakan di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada bulan Juni 2007.

3. Variabel penelitian : variabel bebas penelitian ini adalah penatalaksanaan pre-operasi SC yang meliputi penatalaksanaan persiapan mental spiritual, penatalaksanaan persiapan fisik penderita, pemeriksaan laboratorium dan pramedikasi, sedangkan variabel terikat penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

4. Jenis penelitian ini : deskriptif.

5. Subjek dan objek penelitian : subjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang bertugas di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro dan yang menjadi objek penelitian adalah ibu yang bersalin dengan SC di Ruang Bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

6. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2007.

2. Tujuan khusus penelitian ini untuk :

a. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan mental spiritual pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

b. Mengetahui gambaran penyuluhan pre-operasi SC di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

c. Mengetahui gambaran penatalaksanaan persiapan fisik penderita di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

d. Mengetahui gambaran penatalaksanaan laboratorium di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

e. Mengetahui gambaran penatalaksanaan premedikasi di ruang bersalin RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro.

7. Manfaat Penelitian

1. Bagi RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro diharapkan dapat memberikan gambaran mutu pelayanan dalam penatalaksanaan dan sebagai bahan untuk motivasi meningkatkan mutu pelayanan dalam penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.

2. Institusi pendidikan Program Studi Kebidanan Metro, memberikan bahan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC dalam silabus pembelajaran.

3. Bagi penelitian lainnya, sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang penatalaksanaan persiapan pre-operasi SC.



Baca Selengkapnya - Gambaran penatalaksanaan pre-operasi seksio sesarea di ruang bersalin rumah sakit umum daerah

Gambaran penatalaksanaan perawatan bayi prematur oleh tenaga kesehatan di ruang anak RSU

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pada Pelita VI pelayanan kesehatan dasar diutamakan pada kegiatan penurunan tingkat kematian bayi. Upaya penurunan tingkat kematian bayi ini diperioritaskan pada penanganan neonatal resiko tinggi dan pada bayi dengan berat lahir rendah (BBLR).
Pada tahun 2001 tercatat 11,9% bayi prematur di Amerika lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, angka ini menunjukkan kenaikan 27% dari tahun 1981 yang sebagian dipacu oleh banyak kelahiran kembar. Kelahiran prematur merupakan penyebab nomor dua dari kematian bayi (Sinar Harapan on line, 2003).
Pada tahun 2002 bayi lahir hidup dengan BBLR secara nasional di Indonesia sebesar 13% dengan kisaran yang tertinggi terdapat di Jambi sebesar 8,33% dan terendah terdapat di propinsi Sulawesi Tenggara sebesar 27,51% (Profil Kesehatan Indonesia, 2002).
Pada tahun 2006 di propinsi Lampung bayi lahir hidup dengan BBLR sebanyak 2.210 kasus (46,52%) (Dinas Propinsi Lampung, 2005). Pada tahun 2006 di kota Metro cakupan BBLR yang terendah adalah sebesar 4,1% sehingga angka kematian BBLR dikota Metro tahun 2006 sebesar 102 kasus (15,6%) artinya setiap 100 kasus BBLR terjadi kematian BBLR sebanyak 16 kasus (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006).
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya BBLR yaitu faktor ibu, faktor janin dan faktor lain-lain, yaitu keadaan sosial ekonomi rendah, pekerjaan yang melelahkan dan kebiasaan merokok serta faktor yang tidak diketahui. Setiap tahun 10-15% bayi lahir prematur akan memiliki banyak masalah pasca lahir dengan demikian bayi prematur memerlukan perawatan yang lebih intensif dibandingkan bayi lahir normal atau cukup bulan, bayi prematur yang masa kandungannya 36-37 minggu mempunyai angka kematian 5 kali lebih tinggi dari bayi cukup bulan. Hal ini disebabkan banyak organ tubuh bayi yang belum berkembang sempurna sehingga banyak sekali gangguan yang terjadi didalamnya (Nakita Artikel PHP3 online, 2007). Maka akan mengakibatkan bayi beresiko mengalami infeksi bakteri, karena infeksi bakteri dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan kematian yang tinggi (Manuaba, 2000).
Perubahan suhu badan merupakan salah satu tanda terjadinya infeksi silang melalui para dokter, perawat, bidan dan petugas lainnya yang berhubungan dengan bayi prematur (Nakita PHP3 online, 2007). Infeksi ini terjadi sehubungan dengan terkontaminasinya bahan infus saat pencampuran obat, vitamin, susu, mineral dan lain-lain atau akibat kurang tindakan aseptik oleh perawat pada saat pemasangan kateter intravena. Komplikasi ini sebesar (1-5%) terjadi yang paling umum dan potensi serius berupa pneumotoraks, hidrotoraks, emboli, trombosit ataupun perforasi pembuluh darah akibat teknik pemasangan kateter intravena yang kurang terampil oleh tenaga kesehatan (Yushananta online, 2007). Jika bayi prematur ini mampu bertahan dan tidak meninggal masih banyak kemungkinan komplikasi jangka panjang yang terjadi seperti gangguan belajar, mental retardasi, maupun palpasi serebal (gaya hidup sehat online, 2007).
Berdasarkan pra survei yang dilakukan di ruang anak di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat 38 kasus prematur dengan angka kematian bayi prematur sebanyak 50% (19 kasus). Sedangkan untuk perbandingan di RB Santa Maria bulan Januari – Desember tahun 2006 terdapat bayi prematur sebanyak 214 kasus prematur dan meninggal sebanyak 49% (92 kasus).
Data tersebut menunjukkan angka kejadian kematian bayi prematur yang tinggi. Di Rumah Sakit Ahmad Yani Metro memiliki prosedur tetap (protap) yang menjadi pedoman petugas kesehatan atau bidan dalam melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, masih ada petugas kesehatan atau bidan yang bekerja dalam melakukan penatalaksanaan pada bayi prematur tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Berdasarkan prasurvey pada bulan April 2007 ditemukan tiga petugas dalam menangani asuhan kepada bayi prematur tidak memakai sarung tangan, masker, dan tidak mencuci tangan, serta pengaturan suhu pada inkubator tidak terkontrol dengan baik. Selain itu peralatan yang digunakan juga kurang lengkap.
Berdasarkan dengan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang penatalaksanaan perawatan bayi prematur diruang Anak RSU Ahmad Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU Ahmad Yani Metro?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitiannya sebagai berikut :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian : Penatalaksanaan perawatan bayi prematur
3. Subjek penelitian : Petugas kesehatan yang melakukan perawatan bayi prematur
4. Tempat penelitian : Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
5. Waktu penelitian : Mei – Juni tahun 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan perawatan bayi prematur di RSU A. Yani Metro tahun 2007.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pengaturan suhu tubuh bayi prematur di dalam inkubator.
b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pemberian nutrisi.
c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan infeksi.
d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan bayi prematur oleh petugas kesehatan ditinjau dari pencegahan hipotermi.

E. Manfaat Penelitian
1. Institusi tempat penelitian atau rumah sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi rumah sakit untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada bayi prematur.
2. Tenaga kesehatan
Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk peningkatan mutu dan kualitas pelayanan terhadap neonatus terutama masalah perawatan bayi prematur.
3. Institusi pendidikan akademi kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kajian tambahan dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perawatan bayi prematur untuk penelitian yang akan datang.
4. Peneliti sendiri
Menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti khususnya dalam melakukan perawatan bayi prematur.
Baca Selengkapnya - Gambaran penatalaksanaan perawatan bayi prematur oleh tenaga kesehatan di ruang anak RSU

Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Profil Kesehatan Kota Metro (2005) bayi yang mendapat ASI eksklusif 55,33% dari 810 bayi yang ada. Tingginya Angka Kematian Bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran Air Susu Ibu (ASI) sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beraneka ragam menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (DepKes RI, 1994).
Data UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Found) menujukkan sekitar 30 ribu kematian anak balita di Indonesia setiap tahunnya, yang sebenarnya dapat di cegah melalui pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sejak kelahiran bayi. Sementara itu bukti ilmiah baru yang mengungkapkan oleh jurnal Paediatries pada tahun 2006 seperti dikutip UNICEF mengungkapkan bahwa bayi yang diberi susu formula (susu bayi) memiliki kemungkinan untuk meninggalkan dunia pada bulan pertama kehidupannya 25 kali lebih tinggi dibandingkan bayi yang disusui ibunya secara ASI eksklusif, yakni tanpa diberi minuman maupun makanan tambahan (www.antara.com).
Hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 menunjukkan sedikit sekali ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif bagi bayinya sampai berumur 6 bulan, didapati data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi dibawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi yang ada. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertumbuhnya usia bayi yakni 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-6 bulan yang lebih memprihatinkan, 13% bayi dibawah dua bulan telah di beri makanan tambahan.
Manfaat ASI bagi bayi adalah untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi karena mempunyai susunan yang sesuai dengan kebutuhan bayi. Manfaat psikologis yaitu memberikan rasa aman dan tentram pada anak, meningkatkan hubungan kasih sayang antara ibu dan anak, merangsang perkembangan psikomotik bayi.
ASI yang pertama kali keluar disebut kolostrum, kolostrum bukan hanya nutrisi sempurna bagi bayi, tetapi juga kandungannya yang amat kaya akan zat anti kuman yang melindungi bayi dari berbagai macam penyakit, kolostrum memiliki kandungan zat imun yang jauh lebih tinggi dari ASI matang (ASI setelah kolostrum) (http://www.lalecheleague.org/FAQ/KOLOSTRUM.htmi).
Hasil survey diruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro pada bulan Januari-Februari 2007 terdapat 27 persalinan dengan seksio sesaria dan 80% ibu yang melahirkan seksio sesaria dengan narkose umur sadar dalam waktu tidak lebih dari 4 jam. Pemberian ASI pada ibu dengan seksio sesaria hanya 60%. Ternyata bayi yang di lahirkan dengan seksio sesaria tidak semua langsung diberi ASI segera setelah ibu sadar tetapi di beri susu formula. Berdasarkan data latar belakang inilah sebagai dasar penulis untuk melakukan penelitian tentang gambaran pemberian ASI pada ibu dengan operasi seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan dalam penelitian ini adalah berikut “Bagaimanakah Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada Ibu dengan Operasi Seksio Sesaria di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro Tahun 2007”.

C. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Jenis penelitian : Deskriptif.
2. Subjek penelitian : Ibu bersalin dengan seksio sesaria.
3. Objek penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Pemberian ASI pada ibu seksio sesaria
4. Lokasi Penelitian : Ruang kebidanan Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
5. Waktu penelitian : 15 Juni – 28 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di Rumah Sakit Umum A. Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diperoleh gambaran tentang cara pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
b. Diperoleh gambaran tentang lama pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di Ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
c. Diperoleh gambaran tentang posisi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.
d. Diperoleh gambaran tentang frekuensi pemberian ASI pada Ibu seksio sesaria di ruang kebidanan RSU A. Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
Sebagai bahan masukan bidan atau tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang terbaik bagi pasien dengan tindakan seksio sesaria.
2. Instansi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
a. Sebagai bahan evaluasi terhadap teori yang telah diberikan kepada mahasiswa selama mengikuti perkuliahan di Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Program Studi Kebidanan Metro.
b. Sebagai sumber bahan bacaan bagi perpustakaan di Instansi Pendidikan.
3. Peneliti
Dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam masalah pemberian ASI pada bayi ibu seksio sesaria.
4. Peneliti Lain
Dapat dijadikan bahan perbandingan untuk melakukan penelitian-penelitian lain atau yang serupa berkaitan dengan ASI pada ibu seksio sesaria dan dapat disempurnakan lagi.

Baca Selengkapnya - Gambaran penatalaksanaan pemberian ASI pada ibu seksio sesaria di RSU

Gambaran penatalaksanaan kala IV persalinan normal oleh bidan praktek swasta di wilayah puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur usia disebabkan hal berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996, World Health Organization (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil atau bersalin. Di Asia Selatan, wanita berkemungkinan 1:18 meninggal akibat kehamilan atau persalinan selama kehidupannya di banyak negara Afrika 1:14. Sedangkan di Amerika Utara hanya 1:6366 lebih dari 50% kematian dinegara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin, 2002).
Angka Kematian Ibu diseluruh dunia masih cukup tinggi. Estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio/MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, diseluruh dunia sebesar 400, dinegara industri AKI cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang AKI masih cukup tinggi yaitu sebesar 440/100.000, di Afrika sebesar 830/100.000, di Asia Tenggara sebesar 210/100.000 (WHO, 2004 ). Untuk negara – negara ASEAN, AKI (per100.000 kelahiran hidup) sangat bervariasi seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Kamboja, Laos, Philipina, Myanmar, Thailand dan Vietnam. (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia permasalahan Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan sekitar 25% dari kondisi semula yaitu 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1996 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 berdasarkan Survei Demografi Kesehatan 1997. Namun angka tersebut masih tinggi 3-6 kali lebih besar dibandingkan negara- negara ASEAN, AKI di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002-2003 atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab dan target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.google). Di provinsi Lampung cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143/100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinkes Provinsi Lampung, 2003).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas di saat sekitar persalinan (Saifuddin, 2001). Perdarahan menempati urutan tertinggi penyebab kematian ibu yaitu mencapai 30-35% (Manuaba, 1998).
Selama persalinan kala empat bahaya utama pada ibu adalah perdarahan postpartum. Keamanan ibu tergantung pada pengkajian yang sering dan waktu intervensi dari petugas yang siaga (Hamilton, 1995).

Sebagian besar kematian ibu pada periode paska persalinan terjadi pada 6 jam pertama setelah persalinan. Kematian ini disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan eklampsia. Oleh karena itu, pemantauan selama dua jam pertama post partum sangat penting. Selama kala empat ini bidan harus meneruskan proses pernata-laksanaan kebidanaan yang telah mereka lakukan selama kala satu, dua dan tiga untuk memastikan ibu tersebut tidak menemui masalah apapun. (Pusdiknakes WHO JHPIEGO, 2003)
Di Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2002 angka kematian ibu (AKI) sejumlah 13 orang dari 20.162 kelahiran hidup (64,47/100.000 kh) dan pada tahun 2003 sebanyak 16 orang dari 25.140 kelahiran hidup (63,64/100.000 kh) dan pada tahun 2004 sebanyak 19 orang dari 30.118 kelahiran hidup (62,81/100.000 kh), hal ini menunjukkan adanya sedikit penurunan. Dengan penyebab klinis kematian terbesar adalah karena perdarahan yaitu sebesar 39 %. Angka kematian ibu bila dibandingkan Indikator Indonesia Sehat 2010, Kabupaten Lampung Selatan masih dibawah angka tersebut yaitu (150/100.000 kh). (Dinkes Lampung Selatan,2004 )
Berdasarkan data pada bulan Juni 2005 – Desember 2005 yang peneliti dapatkan di Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan dari 521 persalinan normal ditemukan sebanyak 22 ibu yang mengalami perdarahan post partum, 5 diantara meninggal akibat perdarahan tersebut (Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda Lampung Selatan, 2005).
Hal ini dapt dicegah jika penatalaksanaan Kala IV dilakukan secara benar oleh bidan. Berdasarkan pra survey pada tanggal 6 - 11 April 2006 di wilayah Puskesmas Way Urang Kecamatan Kalianda, terdapat 9 bidan.Setelah penulis melakukan observasi terhadap empat bidan dalam hal penatalaksanaan kala IV, hanya 1 (25%) bidan yang melaksanakan penatalaksanaan Kala IV secara benar, dan 3 (75%) bidan yang tidak melaksanakan penatalaksanaan Kala IV secara benar, dimana bidan tidak melakukan pemeriksaan kandung kemih, tidak melakukan pemeriksaan jumlah perdarahan, tidak melakukan pemeriksaan suhu, karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan Kala IV pada persalinan normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka diperoleh rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Gambaran Penatalaksanaan Kala IV Persalinan Normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan ?”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan Kala IV persalinan normal oleh bidan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Bidan
3. Objek Penelitian : Gambaran Penatalaksanaan Kala IV Persalinan Normal
4. Lokasi Penelitian : Kalianda Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Pada bulan April s.d Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Sebagai bahan evaluasi dalam melakukan penatalaksanaan Kala IV persalinan normal oleh Bidan Puskesmas Way Urang Kalianda Lampung Selatan Tahun 2006
2. Bagi Pengembangan Ilmu
Sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya dalam upaya peningkatan mutu penatalaksanaan Kala IV persalinan normal.

Baca Selengkapnya - Gambaran penatalaksanaan kala IV persalinan normal oleh bidan praktek swasta di wilayah puskesmas