Jangan Lagi Diskriminasi ODHA

iklan
Sindikasi lifestyle.okezone.com
KapanLagi.com: Woman
Jangan Lagi Diskriminasi ODHA
Nov 30th 2011, 09:24

SETOP melancarkan stigma dan diskriminasi untuk para penyandang HIV/AIDS. Mereka, seperti kita juga, layak untuk hidup nyaman dan aman. Kehangatan dan dekapan keluarga merupakan faktor penentu keberlangsungan perawatan pasien.
 
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sepertinya harus menanggung beban ganda. Selain menderita kesakitan karena penyakit yang dideritanya, mereka juga masih terus mengalami stigma dan diskriminasi dari lingkungan, bahkan dari orang-orang terdekatnya. Hal itu mengingat HIV/- AIDS sering diasosiasikan dengan seks bebas, pengguna narkoba, dan kematian.
 
Diskriminasi mulai terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau sebuah lembaga untuk memperlakukan ODHA secara tidak adil berdasarkan pada prasangka terhadap status HIV seseorang. Stigma ini masih terjadi hampir di seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya orang awam, tenaga medis yang semestinya membantu pasien malah memperlakukan hal yang sama.
 
Padahal, jika ODHA menderita stres hingga depresi berkepanjangan, derajat penyakitnya akan bertambah parah.
 
"Kadar CD4 yang mengindikasikan ketahanan tubuh penderita akan merosot drastis jika ODHA mengalami stres berat," kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) HIV RSUD Tarakan dr Ekarini Aryasatiani SpOG (K) saat temu media dalam rangka Hari AIDS Sedunia (HAS) 2011 di Jakarta.
 
Ekarini mengakui, petugas kesehatan di Tanah Air jauh lebih takut tertular HIV dari pasiennya ketimbang penyakit lain, misalnya hepatitis. Menurut dia, risiko transmisi HIV bagi petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik dari pasien dengan HIV positif hanya 4 : 1.000. Jauh sekali kemungkinannya dibandingkan tertular hepatitis B atau C dari jarum pasien yaitu 27-37 : 100.
 
"Banyak petugas medis yang langsung membuang pakaian atau seprai bekas pakai ODHA karena takut ketularan. Padahal, untuk membunuh virus dalam pakaian, cukup direndam dengan larutan klorin sebanyak 0,5 persen. Banyak juga mitos atau berita salah tentang penularan virus HIV yang beredar di masyarakat," sebutnya.
 
Ada anggapan bahwa virus bisa menular lewat tusuk gigi bekas yang sengaja diletakkan ODHA di rumah makan. Ekarini mengatakan, pernyataan itu tidak benar sama sekali.
"Itu bohong. Jangan seolah-olah penderita HIV digambarkan berperilaku usil dan jahat. Lagi pula prinsip penularan HIV itu tidak segampang itu. Virus HIV musti bertahan hidup di udara luar dan masuk melalui aliran darah," ujar Ekarini.
 
Ekarani menuturkan, ODHA juga sebenarnya tidak perlu masuk panti rehabilitasi. Mereka hanya butuh kehangatan dan dorongan semangat dari seluruh anggota keluarganya di rumah, sambil terus menjalankan terapi penyembuhan.
 
"Tapi saat ini banyak ODHA yang malah dikucilkan dan dimasukkan ke panti oleh keluarganya karena takut tertular. Jauhi penyakitnya, bukan orangnya," imbuhnya.
Kasus HIV/AIDS, menurut dia, seperti fenomena gunung es. Hal ini berarti mereka yang terinfeksi HIV dan AIDS sebenarnya banyak,namun yang diketahui baru sedikit.
Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat melakukan konseling dan tes VCT (voluntary counselling and testing) masih belum optimal.
 
"Jumlah penderita baru mencair sebanyak 10 persen, padahal target nasional 40 persen-50 persen," ungkap Ekarini.
 
Sementara itu, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi DKI Jakarta Rohana Manggala mengungkapkan, jumlah kasus HIV dan AIDS baru di DKI Jakarta, berdasarkan Data Seksi Surveilans Epidemiologi HIV dan AIDS Dinas Kesehatan DKI Jakarta, pada 2011 hingga Juni adalah 675 HIV dan 509 AIDS dengan angka kematian 109.
 
Sebagai pembanding,sepanjang 2010 kasus baru HIV adalah 1.433 HIV dan 1.310 AIDS dengan angka kematian 280. Menurut Rohana, tingginya angka kumulatif di DKI Jakarta karena tingkat kesadaran untuk melakukan konseling dan VCT mulai meningkat. Namun begitu, dia mengatakan, kondisi tersebut harus tetap menjadi semangat semua orang untuk lebih meningkatkan frekuensi perhatian pada seluruh lapisan masyarakat.
 
"Berbagai upaya harus mampu ditindaklanjuti, mulai tingkatan remaja, ibu rumah tangga, pekerja, hingga dunia usaha. Hal ini terutama dari tingkat akar rumput perlu mendapat dukungan, baik emosional, informasi, maupun psikologis menuju pada hubungan sebaya yang mampu mengubah dari sisi perilaku dan disertai dengan biomedis yang berkelanjutan," tuturnya.
 
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DKI Jakarta Deded Sukandar menyebutkan, pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja adalah program yang sangat penting untuk mencegah terjadinya dampak yang sangat merugikan, baik bagi perusahaan maupun tenaga kerja.
 
"Tempat kerja sebagai tempat berkumpulnya orangorang muda yang produktif merupakan tempat yang sangat strategis untuk melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS sehingga membuka peluang untuk meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan HIV/AIDS. Misalnya melalui program komunikasi informasi dan edukasi," ujarnya.
 
Hal itu, lanjut dia, karena dampak yang ditimbulkan HIV/AIDS sangat luas. Tidak hanya pada orang yang terkena, juga berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, dan psikologis bagi keluarga penderita dan juga pada masyarakat sekitar. Banyak anak menjadi yatim piatu dan putus sekolah karena HIV/AIDS.
(tty)

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

0 comments:

Post a Comment