STIGMA negatif yang melekat kuat pada penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat para pelaku enggan berterus terang akan perilaku dan status kesehatannya, sekalipun kepada keluarga bahkan pasangan hidup. Komunitas ini selanjutnya menjadi komunitas tersembunyi (hidden community) yang berpeluang besar menularkan HIV ke dalam rumah tangga.
Jumlah penderita HIV pada kaum perempuan terus meningkat. Ibu rumah tangga yang tak terlibat perilaku macam seks tidak sehat dan penggunaan narkoba suntik akan berisiko besar terinfeksi HIV. Mengapa bisa demikian?
Anggota World Health Organization (WHO) sekaligus konsultan ahli program Prevention Mother To Child Transmission (PMTCT) Bagus Rahman Prabowo mengatakan, tingginya angka kasus HIV/AIDS pada perempuan dan ibu rumah tangga di Indonesia dikarenakan keberadaan komunitas tersembunyi (
hidden community). Komunitas ini beranggotakan orang-orang dengan perilaku berisiko yang menyembunyikan perilakunya, berikut status kesehatannya dari orang-orang di luar dirinya. Sikap tertutup dari para penderita ini kemudian meningkatkan risiko penularan virus pada orang-orang terdekat, seperti pasangan hidup.
"Sekira 40 persen pria yang mendapat terapi ternyata berhubungan dengan pasangannya,"¢ ujar Bagus dalam diskusi media ""Perluasan Dukungan Bagi Anak Terinfeksi dan Terdampak HIV/AIDS" di RS Hasan Sadikin, Bandung, Rabu (30/11/2011).
Komunitas tersembunyi, menurutnya, lahir karena kuatnya stigma negatif terhadap penderita HIV/AIDS di masyarakat. Penderita HIV/AIDS kerap kali dijauhi dan dikucilkan. Padahal, penularan HIV bukan melalui interaksi normal, melainkan melalui transfusi darah dan hubungan seksual tidak aman. HIV/AIDS juga diasumsikan hanya akan diderita oleh orang-orang yang melakukan perilaku berisiko.
"Karena itu mereka (yang melakukan perilaku berisiko) kemudian memilih tidak mengakui perbuatannya daripada menghadapi stigma negatif yang melekat di masyarakat,"¢ tutupnya.
(tty)
0 comments:
Post a Comment