PRIA dan wanita memiliki titik perhatian berbeda ketika akhirnya mengikatkan diri dalam sebuah komitmen. Perbedaan inilah yang juga membedakan mereka dalam kemampuan menjaga komitmen.
Sebuah penelitian mengungkap bahwa dibandingkan wanita, pria lebih mungkin untuk meninggalkan pasangannya ketika sakit parah. Studi lain pada 2009 yang dihelat Universitas Washington, Seattle, lebih spesifik menyebutkan bahwa pria tujuh kali lebih mungkin meninggalkan pasangannya ketika divonis penyakit.
Demikian pula studi Yayasan Peduli Kanker di Inggris bernama Macmillan, di mana 31 persen wanita mengatakan hubungan mereka telah berakhir karena kanker, sedangkan pria hanya 11 persen. Perihal studi ini, Macmillan menceritakan sebuah kisah pasangan suami istri.
Adalah seorang perawat Bethann Siviter yang didianogsa kanker rahim setelah 14 tahun menikah dengan suaminya, Jasper. Saat divonis kanker, Bethann berusia 34. Ketika itu, dia berpikir akan baik-baik saja karena selalu ditemani sang suami untuk melawan penyakit tersebut. Tetapi nyatanya, dia salah besar.
Semakin lama, Jasper semakin merasa jijik dengan Bethann. Bekas operasi Bethann menjadi hal yang paling menakutkan di mata Jasper. Ironisnya, Jasper pernah menyuruh Bethann tidur di sofa karena takut luka di bekas operasi Bethann terkena kasur dan akan menyebarkan infeksi ke dirinya.
Mereka akhirnya bercerai setelah tiga tahun Bethann divonis kanker. Jasper ketahuan berselingkuh dengan seorang wanita yang dia jumpai di dunia maya.
Lantas, apa yang menjadikan pria cenderung menjadi tidak setia? "Orang takut akan penyakit dan kelemahan," kata Leila Collins, psikolog dan dosen utama Middlesex University, seperti dikutip Dailymail, Rabu (21/12/2011).
Ia menjelaskan, pria tidak setia dengan pasangannya lantaran tidak lagi menarik secara fisik. Padahal, pria mementingkan daya tarik fisik dalam sebuah hubungan.
"Pria lebih melihat daya tarik visual daripada wanita sehingga lebih mungkin untuk tertarik dengan apa yang mereka lihat. Sama seperti mereka lebih cenderung untuk menolak sesuatu karenanya," tambahnya.
Mencoba untuk berdamai dengan penyakit serius yang dialami pasangan tercinta merupakan bukti adanya tantangan dalam sebuah hubungan.
"Ketika penampilan seseorang berubah secara signifikan, hampir selalu ada rasa kehilangan atau duka bagi kedua belah pihak," papar Bernadette Castle dari Yayasan Amal Changing Faces.
Ia menambahkan, sebenarnya wanita juga akan meninggalkan hubungan jika pasangannya mengalami perubahan drastis. Namun, ini biasanya terjadi ketika perilaku pasangannya telah berubah, misalnya lebih sering marah, agresif, dan sebagainya. Sebab, wanita menempatkan perasaan dan emosi lebih tinggi daripada ketertarikan fisik dalam suatu hubungan. (ftr)
0 comments:
Post a Comment