KESEJAHTERAAN para pengrajin Sumatera Barat khususnya sulaman, tenunan, dan batik, tengah menjadi sorotan Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Sumatera Barat. Sebab kolaborasi keduanya, dipastikan akan menelurkan karya yang baru.
Garis rancang modern para desainer akan sukses menampilkan kekhasan lokal melalui sentuhan tenun bersulam emas maupun batik Minang. Proses pengerjaan yang lama (bisa memakan waktu 6 hingga setahun) dan bahan baku yang semakin sulit ditemukan menjadi kendala tersendiri yang membuat kerajinan tersebut dihargai cukup tinggi.
"Kalau ada yang bilang tenun khas
Sumatera Barat mahal, justru sistem itu yang mau kami ubah. Minimal dengan diversifikasi dan mengusahakan lebih banyak produk sebagai cenderamata yang lebih murah," tutur Ketua APPMI Sumbar Ade Listiani di acara "Malam Karya Anak Nagari 2011", Sati Hall, Pangeran Beach Hotel, Padang, belum lama ini.
Kalaupun kendala benang emas semakin sulit ditemukan, Ade menyarankan sulaman emas pada busana dibuat lebih tipis dengan menggunakan bahan yang lebih halus.
"Untuk diketahui, penenun di Pasaman Barat saja tinggal enam orang karena tidak ada regenerasi. Mereka merasa, pengerjaan yang lama dan bahan baku mahal bukan berarti produknya akan mudah dipasarkan," tambahnya.
Selain mengadakan program pelatihan, APPMI Sumbar akan membuka sarana agar sesama pengrajin bisa berkumpul bersama memasarkan hasil kerajinannya.
"Karena harga tenun mahal, kami pun berencana membangun 'Craft Corner' di Padang dengan sistem koperasi," tutup Ade.
(tty)
0 comments:
Post a Comment