BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG.
Tenaga kesehatan atau health provider seperti bidan, dokter, atau perawat memiliki standar yang jelas dalam peran aplikatifnya di tengah-tengah masyarakat. Seandainya peran tersebut dapat dijalankan sesuai atau melebihi standar yang ditetapkan, maka pemberi pelayanan kesehatan termasuk dalam kategori pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu. Dalam hal ini, mutu adalah keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk, jasa orang, proses, dan lingkungan yang mencapai dan melebihi harapan. Pencapaian kategori bermutu ini dapat diwujudkan dengan adanya standardisasi mutu pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang bermutu berawal dari provider atau pemberi pelayanan kesehatan yang bermutu. Provider yang bermutu adalah provider yang dapat memberikan pelayanan prima kepada klien sesuai dengan kebutuhan klien saat itu (www.cerminduniakedokteran.com). Dalam upaya mencapai hal tersebut, provider terikat dalam satu ketentuan yang berlaku pada profesi masing-masing. Namun, satu hal yang pasti harus dimiliki praktisi di lapangan adalah SURAT IZIN PRAKTEK ( SIP ). Dengan adanya surat izin ini, maka provider dapat memberikan pelayanan sesuai dengan wewenangnya dan kredibilitasnya dapat diakui di tengah-tengah masyarakat.
Ada kasus yang menarik yang saya dapatkan dalam www.gizinet.com berkaitan dengan SIP ini, berikut petikan kasusnya :
RATUSAN DOKTER DI MEDAN TANPA IZIN PRAKTIK
Minggu, 13 April 2008 | 19:55 WIB
MEDAN, MINGGU - Ikatan Dokter Indonesai (IDI) Cabang Medan akan menindak tegas dokter yang membuka praktik tanpa memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kota Medan.
"Dari 2.500 dokter di Medan terdapat sekitar 400 dokter yang belum memiliki izin praktik dari dinas terkait," kata Ketua IDI Medan, dr. Nur Rasyid Lubis, dalam seminar "Aspek Hukum dan Antisipasi Mal Praktik Bagi Dokter dan Rumah Sakit" yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Minggu (13/4). Ia mengatakan, untuk mengantisipasi kasus malpraktik yang dilakukan seorang dokter pihaknya akan melakukan tindakan peneguran dan tindakan tegas kepada dokter-dokter yang membuka praktek tanpa izin agar segera mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). .................... dst.
"Dari 2.500 dokter di Medan terdapat sekitar 400 dokter yang belum memiliki izin praktik dari dinas terkait," kata Ketua IDI Medan, dr. Nur Rasyid Lubis, dalam seminar "Aspek Hukum dan Antisipasi Mal Praktik Bagi Dokter dan Rumah Sakit" yang dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Minggu (13/4). Ia mengatakan, untuk mengantisipasi kasus malpraktik yang dilakukan seorang dokter pihaknya akan melakukan tindakan peneguran dan tindakan tegas kepada dokter-dokter yang membuka praktek tanpa izin agar segera mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). .................... dst.
Oleh sebab itu, dalam penulisan makalah kali ini saya akan mencoba membahas masalah dalam dimensi mutu pelayanan menyangkut provider atau pemberi pelayanan kesehatan.
2. TUJUAN.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
a. Mempelajari lebih lanjut tentang konsep mutu dalam pelayanan kesehatan.
b. Membahas kasus-kasus aktual yang terjadi di tengah-tengah masyarakat berkaitan dengan masalah mutu pelayanan kesehatan tersebut.
c. Memaparkan kesenjangan antara kasus dengan teori.
3. MANFAAT PENULISAN.
Diharapkan dengan penulisan makalah ini mahasiswa dapat mengidentifikasi masalah mutu pelayanan kesehatan yang aktual terjadi dalam keseharian, dan berupaya membahas secara jelas dikaitkan antara teori dan praktek.
BAB II
TINJAUAN TEORI
MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN, UU PERLINDUNGAN KONSUMEN, ETIKA KEDOKTERAN DAN LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA
1. PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN.
Secara umum mutu dapat diartikan sebagai berikut :
· Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan. Mutu adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan insinyur, pasar atau ketetapan manajemen. Ia berdasarkan atas pengalaman nyata para pelanggan terhadap produk dan jasa pelayanan, mengukurnya, mengharapkannya, dijanjikan atau tidak, sadar atau hanya dirasakan, operasional teknik atau subyektif sama sekali dan selalu menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang kompetitif. (Djoko Widjono, 2000).
· Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan. (American Society for Quality Control).
· Mutu adalah fittness for use, ataupun kemampuan kecocokan penggunaan. (JM. JURAN).
· Fittness for use meliputi:
1. Availability (tersedianya) : tergantung pada kelangsungan pelayanan dari sumber energi, komunikasi, transport, dan lain-lain. Untuk menjaga kelangsungan ini, perlu upaya-upaya agar prpduk senantiasa tersedia.
2. Reliability (daya tahan atau keandalan) : adalah kemungkinan dari suatu produk tampil tanpa cacat dalam fungsinya, dalam suatu periode waktu tertentu.
3. Maintainability (kemampuan pemeliharaan) : menyangkut serviceability (kemampuan pelayanan) dan repairability (kemampuan reparasi).
4. Producibility (atau manufacturability, kemampuan menghasilkan) : parameter ini mengukur tingkat dimana desain produk dapat disiapkan dengan fasilitas-fasilitas dan proses yang tersedia untuk beroperasi.
· Menurut CROSBY, ada empat hal mutlak yang menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa :
1. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is conformance to requirements).
2. Sistem mutu adalah pencegahan (The system of quality is prevention).
3. Standar penampilan adalah tanpa cacat (The performance standard is zero-defects).
4. Ukuran mutu adalah harga ketidaksesuaian (The measurements of quality is the price of nonconformance).
Mutu dalam pelayanan kesehatan diterima dan didefinisikan dalam berbagai pengertian. Mutu pelayanan kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja, atau mutu kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk akibat-akibat manajemen administrasi, keuangan, peralatan, dan tenaga kesehatan lainnya. Mutu pelayanan kesehatan juga dapat dipandang dari sudut pandang pasien dan provider.
v Pandangan pasien tentang mutu
Pasien awam pada umumnya jarang berpikir tentang arti dari mutu pelayanan medis yang menyangkut penyakit yang dideritanya. Pertanyaan hatinya adalah apakah dokternya baik, perawatnya tidak galak, apakah tarifnya mahal, obatnya apa manjur?. Gambaran tentang pelayanan yang baik dalam penelitian Cartwright di Inggris dan Wales, 1964 melalui pertanyaan kepada responden “ Apakah mutu? Pendapat tentang dokternya, apakah yang dihargai? ”, yaitu yang menyangkut :
1. Sesuatu hal tentang sifat atau kepribadian.
a. Tenggang rasa peuh perhatian, simpatik atau bersahabat.
b. Mudah dihubungi atau bersahaja.
c. Sifat yang samar-samar, seperti menyenangkan atau bersahabat.
d. Mendengarkan, mempunyai kesabaran, mempunyai waktu.
e. Terus terang, jujur, apa adanya.
f. Baik terhadap anak.
g. Memberikan kepercayaan.
h. Menjelaskan suatu hal.
2. Cara ia mengurus pasien.
a. Cakap, mengetahui kesanggupannya, baik dengan tugasnya.
b. Cepat visite atau tanpa menggerutu.
c. Cermat dan teliti, berhati nurani.
d. Merujuk ke rumah sakit cepat.
Ware dan Snyder mendesain aspek penilaian perilaku dokter dan atribut-atribut dari sistem pelayanan kesehatan antara lain, yaitu:
1. Tingkah laku dokter.
2. Fungsi pengobatan atau penyembuhan (curing).
a. Pemberian informasi.
b. Ukuran-ukuran preventif.
c. Tenggang rasa.
d. Perawatan lanjutan.
e. Kebijaksanaan.
3. Fungsi pemeliharaan atau perawatan (caring).
a. Menentramkan hati.
b. Penuh perhatian.
c. Sopan santun, respek.
4. Tersedianya sarana dan prasarana (availability).
a. Mempunyai rumah sakit.
b. Mempunyai spesialis.
c. Mempunyai dokter keluarga.
d. Fasilitas-fasilitas kantor yang lengkap.
5. Kelangsungan suatu hal yang dapat menyenangkan (convenience).
a. Kelangsungan perawatan.
b. Dokter keluarga yang teratur.
c. Ketentraman pelayanan.
6. Akses.
a. Biaya perawatan.
b. Perawatan darurat.
c. Mekanisme pembayaran.
d. Cakupan asuransi kesehatan.
e. Kemudahan medical check up.
v Pandangan provider tentang mutu.
Dalam bahasan ini yang dimaksud dengan provider hanya yang bersangkutan dengan praktisi profesional yang mengelola, supervisi, atau menyelenggarakan langsung perawatan terhadap pasien.
1. Untuk petugas kesehatan
Mutu pelayanan berarti kebebasan melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pngetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik (state of the art). Komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk melaksanankan tugas mereka dengan cara yang optimal.
2. Kepuasan praktisioner.
Sebagaimana kepuasan pasien, sebagian pandangan tentang kepuasan praktisioner adalah suatu ketetapan kebagusan terhadap penyediaan dan keadaan dari pekerjaan praktisioner, untuk pelayanan oleh kolega-kolega atau dirinya sendiri.
3. Untuk manajer atau administrator.
Mutu pelayanan tidak begitu berhubungan langsung dengan tugas mereka sehari-hari, namun tetap sama pentingnya. Kebutuhan untuk supervisi, manajemen keuangan dan logistik, dan alokasi sumber daya yang terbatas sering memberikan tantangan yang tidak terduga. Hal ini kadang-kadang menyebabkan manajer kurang memperhatikan prioritas. Untuk manajer, fokus pada mutu akan mendorongnya untuk mengatur staf , pasien dan masyarakat dengan baik.
4. Bagi yayasan atau pemilik rumah sakit.
Mutu dapat berarti memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Pada umumnya para manajer dan institusi mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tiadanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu, dan sebagainya.
2. Perlindungan konsumen.
- Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
- Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
- Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. (UU NO. 8/1999 BAB I Pasal I, tentang perlindungan konsumen).
Dalam hal ini, tenaga kesehatan berada pada posisi pemberi pelayanan berupa jasa pada konsumennya atau pasien. Berarti, dalam menjalankan tugas-tugasnya, tenaga kesehatan harus memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam UU ini. Seperti adanya hak dan kewajiban pelaku usaha, yaitu sebagai berikut:
Hak pelaku usaha adalah:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang dipedagangkan.
b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
(UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 6 dan 7).
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha:
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau jasa memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. .........dst.
(UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 8).
3. ETIKA KEDOKTERAN DAN LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA.
Berdasarkan PERMENKES REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560/MENKS/PER/X/81 setiap dokter yang berpraktek harus memiliki SURAT IZIN DOKTER, SURAT IZIN PRAKTEK, dan SURAT IZIN PRAKTEK SELAKU PERSEORANGAN.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
a. SURAT IZIN DOKTER adalah izin yang dikeluarkan bagi dokter umum yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan bidang profesinya di wilayah negara REPUBLIK INDONESIA.
b. SURAT IZIN PRAKTEK adalah izin yang dikeluarkan bagi dokter umum yang menjalankan pekerjaan sesuai dengan profesinya sebagai swasta perseorangan disamping tgas/fungsi lain pada pemerintah atau nit pelayanan kesehatan swasta.
c. ....dst.
BAB II PEMBERIAN SURAT IZIN DOKTER UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN BAGI DOKTER UMUM DI WILAYAH NKRI DAN PERSYARATANNYA
Pasal 2
Untuk memperoleh surat izin dokter bagi dokter umum harus mengajukan permohonan kepada menteri kesehatan c.q biro kepegawaian sekretariat jenderal departemen kesehatan.
Pasal 3
Kepada dokter umum yang telah memenuhi persyaratan baik kesehatan jasmani dan rohani serta persyaratan lain yang ditentukan, ijazahnya telah didaftarkan pada biro kepegawaian sekretariat jenderal departemen kesehatan dan telah ditentukan penempatannya........dst.
LAFAZ SUMPAH DOKTER INDONESIA:
Demi ALLAH saya besumpah/berjanji, bahwa:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.
3. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
5. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai dokter.
6. Saya akan tidak mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kesukuan, perbedaan kelamin, politik kepartaian, atau kedudukan sosial dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita.
9. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
10. Saya akan memberikan kepada guru-guru dan bekas guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terimakasih yang selayaknya.
11. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan.
12. Saya akan menaati dan mengamalkan KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA.
13. Saya akan ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan paparan teori diatas terlihat bahwa adanya kesenjangan antara teori dengan aplikasi dalam praktek keseharian para dokter yang disorot dalam kasus ini. Mereka jelas-jelas melanggar etika profesi kedokteran dan juga undang-undang perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia. Para dokter tersebut tidak memiliki surat izin praktek yang sebenarnya merupakan syarat mutlak baginya untuk menjalankan perannya sebagai praktisi. Dengan adanya surat izin tersebut, praktek dokter akan lebih terawasi dan terakomodir dengan baik oleh badan yang berwenang sebagai supervisinya. Para konsumen atau pengguna jasa, dalam hal ini pasien, juga akan terlindungi dari praktek dokter yang tidak bertanggung jawab, baik dalam teknis medis maupun dalam administratif.
Dalam hal ini, para dokter yang tidak memiliki izin praktek dapat dikatakan sebagai provider yang tidak bermutu, karena masalah administratif untuk dirinya sendiri tidak dapat ia penuhi. Bagaimana jadinya jika ia memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Boleh jadi akan banyak kasus malpraktek yang ia lakukan pada klien. Seperti disinyalir oleh Ketua IDI Medan, dr. Nur Rasyid Lubis dalam petikan kasus diatas. Padahal dengan adanya surat izin praktek tersebut, selain untuk melindungi pasien, juga untuk melindungi dokter itu sendiri. Dengan adanya surat izin praktek, dokter yang bersangkutan mendapatkan hak advokasi untuk dirinya dari profesi. Artinya, jika suatu waktu ia mendapatkan tuntutan hukum atas kelalaian yang dituduhkan padanya, baik kasus pidanan maupun perdata, ia berhak mendapatkan pembelaan dari profesi. Dan hak pembelaan dirinya dapat terlindungi. Dengan adanya surat izin praktek itu juga, keberadaan dokter tersebut dalam perannya di masyarakat, mendapatkan akreditasi yang jelas dari IDI. Karena setiap dokter umum yang telah mempunyai surat izin praktek, pasti telah melewati proses akreditasi dari pihak IDI. Selain itu, pihak rumah sakit yang mempekerjakan para dokter yang tidak berizin berarti telah melakukan pelanggaran etik rumah sakit juga. Adapun kewajiban rumah sakit adalh sebagai berikut:
1. Merawat pasien sebaik-baiknya.
2. Menjaga mutu pelayanan.
3. Memberikan pertolongan pengobatan di unit emergensi....dst.
Rumah sakit harus lebih teliti dan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang dipekerjakannya. Apabila tidak atau belum memiliki surat izin praktek, sebaiknya diberi surat peringatan atau teguran dan diingatkan agar segera mengurus surat izin praktek, sehingga mutu pelayanan dapat dipertahankan baik dari aspek medik maupun administratif. Selain itu, ada juga pernyataan tentang beberapa pengaduan kasus malpraktik yang meliputi pelanggaran kode etik, tidak melayani pasien dan keluarga pasien dengan baik, serta masih banyaknya dokter yang lebih mementingkan bayaran terlebih dahulu daripada memberikan pelayanan medis dan sebagainya.
...................... lanjutan kasus.
"Pada tahun 2006 terdapat sembilan kasus pengaduan masyarakat tentang malpraktek yang dilakukan dokter seperti pelanggaran kode etik, tidak melayani pasien dan keluarga pasien dengan baik, serta masih banyaknya dokter yang lebih mementingkan bayaran terlebih dahulu daripada memberi pelayanan medis dan sebagainya. Dengan adanya humas nanti kita harapkan dapat melayani segala pengaduan masyarakat," jelasnya. Sementara Prof. DR. Budi Sampurna, SH, SpF(K), mengatakan, kasus malpraktek yang dialami dokter yang tergabung dalam IDI hanya berkisar 20 persen, meskipun banyak kasus malpraktik menimpa dokter belum dilaporkan. Menurut dia, pelanggaran malpraktik yang dilakukan seorang dokter terindikasi dua penyebab, seperti melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan dan melanggar UU Kedokteran. Disamping itu, dalam melakukan pekerjaannya dokter bersangkutan lalai menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dan ini dapat dilihat dari situasi dan kondisi si dokter itu sendiri. Upaya yang dilakukan sebagai antisipasi merebaknya kasus malpraktek seorang dokter, pihaknya akan membuat berbagai peraturan termasuk peraturan menyangkut praktek dokter. Artinya, keberadaan dokter di tengah masyarakat sesuai dengan fungsinya memberikan pelayanan, katanya. (ANT)
Padahal dalam UU perlindungan konsumen jelas dikatakan bahwa pemberi pelayanan dan/atau jasa harus mempunyai itikad baik atas pelayanan dan/atau jasa yang diberikannya, dan dalam hukum kedokteran juga dipaparkan bahwa setiap dokter harus senantiasa mementingkan kesehatan pasien dalam situasi apapun. Meskipun dalam UU perlindungan konsumen juga dibunyikan mengenai hak-hak pelaku usaha diantaranya yaitu mengenai hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang dipedagangkan, bukan berarti seorang dokter hanya mementingkan haknya, tanpa memperhatikan kondisi pasien saat itu. Bahkan dalam lafaz sumpah dokter juga dibunyikan dalam butir ke (1) saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, butir ke (4) saya akan menjalankan tugas saya dengan mengutamakan kepentingan masyarakat, butir ke (7) saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita, dan lain-lain.
Berdasarkan UU NO. 8/1999 BAB I Pasal 8 jelaslah bahwa dalam memberikan pelayanan jasa pada pasien, tenaga kesehatan terikat pada perundangan-undangan yang berlaku, baik undang-undang general seperti UU perlindungan konsumen, ataupun undang-undang profesi masing-masing bidang. Dengan adanya standar praktek profesi, nakes diharapkan lebih berhati-hati dalam bertindak.
BAB IV
PENUTUP
1. KESIMPULAN.
Menjaga mutu pelayanan kesehatan perlu dilakukan oleh provider, baik selaku pekerja maupun pemilik modal. Dengan adanya pelayanan kesehatan yang bermutu klien atau pasien tidak akan dirugikan, baik dari aspek medik maupun secara administratif. Pelayanan kesehatan yang bermutu, dapat dimulai dari kedisiplinan masing-masing profesi dengan ketentuan setiap petugas kesehatan, baik dokter, bidan, perawat, dan tenaga kesehatan lain harus mempunyai surat izin praktek, dan terakreditasi oleh profesi masing-masing. Dari kasus diatas, jelas ada kesenjangan dalam praktek nakes, khususnya dokter, dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini harus senantiasa menjadi materi kajian mutu pelayanan kesehatan untuk segera dicarikan solusi, sehingga tidak ada lagi nakes yang tidak berizin yang berpraktek di wilayah NKRI. Dengan demikian mutu pelayanan kesehatan dapat terjamin, dan tidak ada lagi warga Indonesia yang mencari akses pelayanan kesehatan ke luar negeri.
2. SARAN.
Setiap pihak yang berwenang dalam memberikan pelayanan kesehatan diharapkan untuk selalu mempertahankan mutu pelayanan yang diberikan, dimulai dari segi izin praktek, sampai penerapan peran pelayanan kesehatan sesuai dengan profesi masing-masing. DAFTAR PUSTAKA
http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
0 comments:
Post a Comment