Mengasuh Anak dengan Kompromi dan Kemandirian

iklan
KOMPASfemale
KOMPASfemale
Mengasuh Anak dengan Kompromi dan Kemandirian
Dec 27th 2011, 10:52

KOMPAS.com - Banyak orangtua, khususnya para ibu, yang enggan hidup terpisah dari anak-anaknya terutama saat mereka masih kecil. Beragam kekhawatiran termasuk takut kehilangan momen penting perkembangan anak dan pengaruh buruk dari lingkungan, membuat para ibu cenderung tak ingin berjauhan dari anak-anaknya.

Namun, perempuan yang berprofesi sebagai penulis, Zara Zetirra Zainuddin Ramadi (42), berani membuat keputusan besar dalam hidupnya. Ia memberanikan diri "meninggalkan" kedua anaknya bersekolah di Kanada, selepas perceraiannya. Kompromi dengan mantan suami, dan membangun kemandirian untuk seluruh anggota keluarga menjadi kekuatannya.

Kompromi

Zara, mendapatkan hak asuh anak pascaperceraian. Namun, dengan pertimbangan pendidikan dan finansial, Zara rela berpisah dengan kedua anaknya, Alaya Eva Ramadi Zsemba (16) dan Zsolt George Zainuddin Zsemba (10), yang kini tinggal bersama mantan suaminya di Kanada. Sementara Zara mencari nafkah di Jakarta.

"Mereka sekolah di Kanada, dan saya tahu pendidikan di sana lebih baik untuk mereka. Maka akhirnya saya memilih 'meninggalkan' mereka di sana," tukas Zara kepada Kompas Female beberapa waktu lalu melalui pesan singkat.

Hubungan yang baik dengan mantan suami, menyuntikkan keyakinan bagi Zara untuk mengambil keputusan yang tak mudah bagi seorang ibu. "Meski sudah bercerai, namun hubungan kami tetap baik, sehingga kami masih bisa berkompromi tentang pendidikan anak bersama-sama. Tapi meski demikian, anak-anak masih jadi tanggung jawab saya, karena hak asuh jatuh ke tangan saya, jadi saya masih tetap membayar semua kebutuhan mereka, share dengan mantan suami," tukasnya. 

Mandiri
Keputusan Zara untuk kembali ke Jakarta, dan tinggal berjauhan dengan anak, didasari atas sejumlah pertimbangan, termasuk untuk menjadi perempuan mandiri, termasuk dari segi finansial. "Saya merasa di sana tidak bisa melakukan apapun. Saat masih menikah saya full-time mom, setelah bercerai saya lebih memilih untuk bisa mengekspresikan diri untuk kembali bekerja di Jakarta," akunya.

Namun berpisah dari anak, bukan perkara mudah apalagi setelah menjalaninya. Sempat terpikir oleh Zara, untuk membawa serta anak-anak tinggal bersamanya di Jakarta. "Saya mengalami pertentangan batin yang kuat antara meninggalkan anak-anak di Kanada, atau membawa mereka ikut serta ke Jakarta. Namun saya berpikir, akan lebih baik untuk mereka tinggal di sana. Dan saya yakin bahwa mereka bisa dan mampu. Apalagi di sana juga ada ayahnya," tambahnya.

Pentingnya ilmu agama
Keyakinan Zara atas keputusannya, juga didasari kepercayaan penuh atas anak-anaknya. Ia membekali anak-anaknya dengan menanamkan ilmu agama sejak dini, dan kepribadian mandiri.

"Sejak kecil mereka saya sudah kenalkan dengan agama dan kemandirian. Saya selalu didik mereka untuk bisa melayani diri mereka sendiri tidak tergantung orang lain. Umur tiga tahun, mereka sudah bisa pakai microwave sendiri lho," ungkapnya bangga.

Ilmu agama penting bagi Zara. Menurutnya anak-anak perlu dikenalkan dengan berbagai perbuatan baik dan buruk melalui pendidikan agama. "Pendidikan agama itu sebagai benteng pertahanan dalam diri mereka sendiri sehingga mereka juga bisa menjaga diri mereka sendiri," tambahnya.

Tetap merasa dekat
Saat tiga bulan berpisah dengan anak, perasaan tak menentu mulai menyerang. Untuk mengatasinya, ibu dua anak ini kembali menyadari tujuannya tinggal berjauhan. Keputusan ini dilakukan semata-mata untuk kembali bekerja dan mencari nafkah demi kebahagiaan anak-anaknya kelak. Ia pun menjalani konsekuensi atas keputusan besar yang diambilnya, salah satunya mengunjungi anak-anaknya di Kanada, dua kali dalam setahun.

"Awalnya saya bolak-balik Kanada-Jakarta, tiga kali setahun. Namun, lama-kelamaan saya merasa cara ini tidak cukup efektif, karena membutuhkan biaya yang tak murah. Akhirnya sekarang dikurangi jadi dua kali saja, biar sekalian rasa kangennya numpuk. Karena bagi saya lebih baik punya waktu yang berkualitas dengan anak dibanding kuantitas," tukasnya.

Teknologi memberikan solusi untuk tetap merekatkan hubungan ibu-anak ini. Akhir pekan adalah waktu untuk Zara menjalin komunikasi dengan anak-anaknya melalui Skype atau jejaring sosial lainnya, sambungan telepon, juga fasilitas Blackberry Messenger. Aktivitas Zara setiap akhir pekan ini tak boleh diganggu gugat.

"Saya punya satu ponsel khusus untuk chat dengan mereka, dan ponsel itu selalu aktif 24 jam. Karena ada perbedaan waktu, jadi saya harus standby setiap saat ketika mereka butuh dan mau menghubungi saya kapan saja," beber perempuan yang menjadikan anak sebagai prioritas utamanya.

Meski terpisah jarak, Zara justru merasa makin dekat dengan anak-anaknya. Hubungan batin ibu dan anak takkan tergantikan dengan apa pun. Justru hubungan ini semakin terbina meski terpisah jarak. Kebiasaan untuk selalu bercerita apa saja menambah kedekatan ibu anak ini.

"Mereka terbiasa untuk bercerita dan bertanya apa saja, termasuk curhat dan menceritakan keluhan mereka kepada saya. Jadi, ya sebenarnya sama saja komunikasinya dengan ibu-ibu lainnya hanya saja mereka ada di luar negeri," ujar Zara yang mencoba melihat sisi positif dari keterpisahan waktu dan tempat dengan anak ini. "Saya merasa, dengan cara ini, anak-anak saya bisa tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan tak manja," tandasnya.

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

0 comments:

Post a Comment