ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN KESEDIHAN
TERHADAP NY. R DI DESA
TERHADAP NY. R DI DESA
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Persalinan merupakan peristiwa yang mencekam bagi seorang wanita, baik secara fisik maupun emosionaal sehingga terkadang menimbulkan sikap emosi psikis yang dalam. Persalinan tidak hanya melelahkan, tapi terkadang juga membuat seorang wanitaa tidak berminat untuk hamil lagi. Pada hari-hari pertama setelah persalinan, perasaan yang sering hadir pada seorang ibu adalah perasaan gembira. Namun hari-hari berikutnya banyak wanita yang menjadi sedih, tidak bergairaah dan apatis.
(Prawirohardjo, 2001)
B. PENILAIAN KLINIS
Memang ada kalanya kelahiran bayi itu justru membawakan suasana hati yang sebaliknya, yaitu : kesenduan, kepedihan, kekecewaan, kepahitan hati, dan penderitaan batin. Kejadian tersebut lebih memanifestasikan peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Sedang motivsi-motivasi dan sebab-sebanya sangat bervariasi dan sering obscure (kurang jelas, gelap) sifatnya.
Umpamanya saja pada ibu-ibu yang tidak kawin dan disebabkan oleh kelahiran anaknya diluar status pernikahan “tanpa ayah”. Hal tersebut justru memberikan beban perasaan dosa dan noda yang cukup berat bagi hidupnya. Maka ikatan emosionalnya dengan anaknya itu justru merupakan elemen yang mengganggu kebahagiaannya. Bahkan ada kalanya ibu tersebut tidak dapat merasakan afeksi cinta kasih secuilpun terhadap anaknya, sebab anak tersebut dianggap sebagai benda asing yang menggetirkan kehidupannya sampai-sampai ia ingin membunuh bayinya.
Juga wanita-wanita yang tidak bahagia dalam perkawinaannya yang segera akan bercerai atau sudah bercerai dengan suaminya. Sering menanggapi ikatan dengan anaknya sebagai tugas yang terpaksa dan tidak menyenangkan. Lalu ada pula wanita-wanita histeris, yang pada awalnya mengkhayalkan kelahiran bayinya secara grandius berlebih-lebihan, kemudian menjadi sangat kecewa setelah melihat realita bayinya yang terlalu “simple” sertaa “tidak ada apa-apanya”. Selanjutnya, wanita yang dihinggapi neurosaa-obsessif yang selalu dikejar-kejar oleh emosi-emosi ambivalen dan kelelahan psikis, akan mengembangkan sikap acuh tak acuh dan tidak peduli kepada bayinya.
Wanita yang dihinggapi gejala schizofrenia, selalu mengharapkan hiburan dan kemesraan dari bayinya, akan tetapi dia sendiri justru tidak mampu mengembangkan perasaan afeksi dan kasih mesra keibuan.
Ada pula wanita-wanita infantil yang merasa tidak sanggup dan tidak berani bertanggung jawab terhadap pemeliharaan bayinya. Dia merasa sangat tidak bahagia dan enggan melakukan tugas-tugas baru mengasuh dan merawat bayinya. Juga wanita-wanita yang sangat narsistis dan hyper-maskulin, akan menganggap tugas merawat bayi dan mendidik anak kandungannya sebagai beban yang “mendegradasikan dirinya”, serta sangat tidak menyenangkan, sehingga relasi dengan anaknya justru memberikan rasa kepedihan dan ketidak-bahagiaan. Selain itu, kegagalan melahirkan anak dengan selamat (anak meninggal saat/sesaat setelah dilahirkan) akan membuat ibu larut dalam kesedihan yang berkelanjutan.
(Agus Hardjana, 2000)
C. GEJALA DAN PERAWATAN
Bila kesedihan berat menyebabkan gejala-gejala seperti gangguan pola tidur, gangguan siklus menstruasi dan kehilangan dorongan seks. Namun, perasaan paling khas yang dialami mencakup ketegangan dan sifat lekas marah, kehilangan motivasi dan energi untuk aktivitas sehari-hari sampai ketingkat dimana penderitaan hanya ingin berbaring di tempat tidur, dan rasa tanpa harapan dan kekurangan harga diri begitu mendalam sehingga yang mungkin dipikirkan atau dicoba adalah bunuh diri. Kebutuhan pertama dan paling mendesak adalah kebutuhan akan seorang yang mau mendengar dengan simpatik. Walaupun sahabat tidak dapat mengubah apa yang menyebabkan kesusahan, mereka dapat benar-benar membantu penderitaaa dengan siap mendengarkan. Dokter keluarga mungkin sanggup membanttu dengan beberapa cara, tetapi seharusnya sanggup menyerahkan kepada seorang spesialis atau layanan konseling.
Kesedihan adakalanya diakibatkan oleh penyakit fisik (ringan) dan perawatan medik mungkin perlu. Dalam kasus-kasus yang berat diperlukan obat untuk perawatan, baik dalam bentuk obat-obat anti depresan yang sangat efektif tetapi membutuhkan beberapa hari untuk mulai dapat bekerja atau penggunaan obat-obat penenang dengan waktu pendek, kendati semuanya ini mungkin menciptakan masalah-masalah ketergantungan dan hanya menunda proses kesesuaian dengan apa yang sesungguhnya menyebabkan kesedihan. Cara pertolongan bisa dilakukan seperti orang somaria yang memberikan layanan mau mendengarkan dan dukungan kaum wanita dan kelompok-kelompok bantu diri mungkin mampu memberi nasihat dengan tersedianya bantuan spesialis atau bahkan memberi layanan seperti konseling bersama.
Kesedihan sering terjadi bergantian dengan masa-masa normalitas, relatif, dan beberaoa penderita mendapati bahwa mereka sanggup menggunakan waktu-waktu istirahat untuk memformulasikan cara-cara menemukan dan menangani serangan depresi. Meskipun masing-masing orang mengalami kesedihan karena alasan-alasan yang berbeda, dan pengobatan satu orang mungkin tidak jalan untuk yang lain, pengobatan untuk banyak orang dapat diperoleh dari diskusi dalam kelompok swa-bantu, termasuk dukungan simpatik yang dapat di berikan oleh anggota pendiri.
(Agus Hardjana, 2000)
Masa nifas (peurperium) adalah masa pulih kembali, dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu.
Persalinan merupakan peristiwa yang mencekam bagi seorang wanita, baik secara fisik maupun emosionaal sehingga terkadang menimbulkan sikap emosi psikis yang dalam. Persalinan tidak hanya melelahkan, tapi terkadang juga membuat seorang wanitaa tidak berminat untuk hamil lagi. Pada hari-hari pertama setelah persalinan, perasaan yang sering hadir pada seorang ibu adalah perasaan gembira. Namun hari-hari berikutnya banyak wanita yang menjadi sedih, tidak bergairaah dan apatis.
(Prawirohardjo, 2001)
B. PENILAIAN KLINIS
Memang ada kalanya kelahiran bayi itu justru membawakan suasana hati yang sebaliknya, yaitu : kesenduan, kepedihan, kekecewaan, kepahitan hati, dan penderitaan batin. Kejadian tersebut lebih memanifestasikan peristiwa-peristiwa yang luar biasa. Sedang motivsi-motivasi dan sebab-sebanya sangat bervariasi dan sering obscure (kurang jelas, gelap) sifatnya.
Umpamanya saja pada ibu-ibu yang tidak kawin dan disebabkan oleh kelahiran anaknya diluar status pernikahan “tanpa ayah”. Hal tersebut justru memberikan beban perasaan dosa dan noda yang cukup berat bagi hidupnya. Maka ikatan emosionalnya dengan anaknya itu justru merupakan elemen yang mengganggu kebahagiaannya. Bahkan ada kalanya ibu tersebut tidak dapat merasakan afeksi cinta kasih secuilpun terhadap anaknya, sebab anak tersebut dianggap sebagai benda asing yang menggetirkan kehidupannya sampai-sampai ia ingin membunuh bayinya.
Juga wanita-wanita yang tidak bahagia dalam perkawinaannya yang segera akan bercerai atau sudah bercerai dengan suaminya. Sering menanggapi ikatan dengan anaknya sebagai tugas yang terpaksa dan tidak menyenangkan. Lalu ada pula wanita-wanita histeris, yang pada awalnya mengkhayalkan kelahiran bayinya secara grandius berlebih-lebihan, kemudian menjadi sangat kecewa setelah melihat realita bayinya yang terlalu “simple” sertaa “tidak ada apa-apanya”. Selanjutnya, wanita yang dihinggapi neurosaa-obsessif yang selalu dikejar-kejar oleh emosi-emosi ambivalen dan kelelahan psikis, akan mengembangkan sikap acuh tak acuh dan tidak peduli kepada bayinya.
Wanita yang dihinggapi gejala schizofrenia, selalu mengharapkan hiburan dan kemesraan dari bayinya, akan tetapi dia sendiri justru tidak mampu mengembangkan perasaan afeksi dan kasih mesra keibuan.
Ada pula wanita-wanita infantil yang merasa tidak sanggup dan tidak berani bertanggung jawab terhadap pemeliharaan bayinya. Dia merasa sangat tidak bahagia dan enggan melakukan tugas-tugas baru mengasuh dan merawat bayinya. Juga wanita-wanita yang sangat narsistis dan hyper-maskulin, akan menganggap tugas merawat bayi dan mendidik anak kandungannya sebagai beban yang “mendegradasikan dirinya”, serta sangat tidak menyenangkan, sehingga relasi dengan anaknya justru memberikan rasa kepedihan dan ketidak-bahagiaan. Selain itu, kegagalan melahirkan anak dengan selamat (anak meninggal saat/sesaat setelah dilahirkan) akan membuat ibu larut dalam kesedihan yang berkelanjutan.
(Agus Hardjana, 2000)
C. GEJALA DAN PERAWATAN
Bila kesedihan berat menyebabkan gejala-gejala seperti gangguan pola tidur, gangguan siklus menstruasi dan kehilangan dorongan seks. Namun, perasaan paling khas yang dialami mencakup ketegangan dan sifat lekas marah, kehilangan motivasi dan energi untuk aktivitas sehari-hari sampai ketingkat dimana penderitaan hanya ingin berbaring di tempat tidur, dan rasa tanpa harapan dan kekurangan harga diri begitu mendalam sehingga yang mungkin dipikirkan atau dicoba adalah bunuh diri. Kebutuhan pertama dan paling mendesak adalah kebutuhan akan seorang yang mau mendengar dengan simpatik. Walaupun sahabat tidak dapat mengubah apa yang menyebabkan kesusahan, mereka dapat benar-benar membantu penderitaaa dengan siap mendengarkan. Dokter keluarga mungkin sanggup membanttu dengan beberapa cara, tetapi seharusnya sanggup menyerahkan kepada seorang spesialis atau layanan konseling.
Kesedihan adakalanya diakibatkan oleh penyakit fisik (ringan) dan perawatan medik mungkin perlu. Dalam kasus-kasus yang berat diperlukan obat untuk perawatan, baik dalam bentuk obat-obat anti depresan yang sangat efektif tetapi membutuhkan beberapa hari untuk mulai dapat bekerja atau penggunaan obat-obat penenang dengan waktu pendek, kendati semuanya ini mungkin menciptakan masalah-masalah ketergantungan dan hanya menunda proses kesesuaian dengan apa yang sesungguhnya menyebabkan kesedihan. Cara pertolongan bisa dilakukan seperti orang somaria yang memberikan layanan mau mendengarkan dan dukungan kaum wanita dan kelompok-kelompok bantu diri mungkin mampu memberi nasihat dengan tersedianya bantuan spesialis atau bahkan memberi layanan seperti konseling bersama.
Kesedihan sering terjadi bergantian dengan masa-masa normalitas, relatif, dan beberaoa penderita mendapati bahwa mereka sanggup menggunakan waktu-waktu istirahat untuk memformulasikan cara-cara menemukan dan menangani serangan depresi. Meskipun masing-masing orang mengalami kesedihan karena alasan-alasan yang berbeda, dan pengobatan satu orang mungkin tidak jalan untuk yang lain, pengobatan untuk banyak orang dapat diperoleh dari diskusi dalam kelompok swa-bantu, termasuk dukungan simpatik yang dapat di berikan oleh anggota pendiri.
(Agus Hardjana, 2000)
http://askep-askeb.cz.cc/2010/02/askeb-nifas-dengan-kesedihan.html
0 comments:
Post a Comment