Lilitan Tali Pusat

iklan

Tali pusat sangatlah penting. Janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Tali pusat dapat membentuk lilitan sekitar badan, bahu, tungkai atas / bawah, leher. Keadaan ini dijumpai pada air ketuban yang berlebihan, tali pusat yang panjang, dan bayinya yang kecil. (Oxorn, Harry.1996. Patologis & Fisiologis Persalinan, YEM : Jakarta )
Sebenarnya lilitan tali pusat tidaklah terlalu membahayakan namun, menjadi bahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi rahim (mules) dan kepala janin turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali pusat bisa menjadi semakin erat dan menyebabkan penurunan utero-placenter, juga menyebabkan penekanan / kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya suplai darah yang mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi menjadi hipoksia. (Mochtar , Rustam , 1998, Synopsis Obstetri, EGC : Jakarta)
Bayi terlilit tali pusat karena :
  1. Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kehamilan janin belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu ukuran bayi relative kecil dan jumlah air ketuban berlebihan (polihidramnion) kemungkinan bayi terlilit tali pusat.
  2. Tali pusat yang panjang menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 – 60 cm, namun tiap bayi mempunyai tali pusat bebeda-beda. Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan pendek jika kurang dari 30 cm.
Penyebab bayi meninggal karena tali pusat :
  1. Puntiran tali pusat secara berulang-ulang kesatu arah. Biasanya terjadi pada trimester pertama dan kedua. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat terhambat total. Karena dalam usia kehamilan umumnya bayi bergerak bebas.
  2. Lilitan tali pusat pada bayi terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan, hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami hipoksia / kekurangan oksigen.

Tanda- tanda bayi terlilit tali pusat :
  1. Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah janin (kepala / bokong) belum memasuki bagian atas rongga panggul.
  2. Pada janin letak sungsang / lintang yang menetap meskipun telah dilakukan usaha memutar janin (versi luar / knee chest position) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat.
  3. Tanda penurunan DJJ dibawah normal, terutama pada saat kontraksi.
Cara mengatasinya :
  1. Memberikan oksigen pada ibu dalam posisi miring. Namun, bila persalinan masih akan berlangsung lama dengan DJJ akan semakin lambat (Bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan operasi Caesar.
  2. Melalui pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untuk melihat apakah ada gambaran tali pusat disekitar leher. Namun tidak dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher janin atau tidak. Apalagi untuk menilai erat atau tidaknya lilitan. Namun dengan USG berwarna (Coller Doppen) atau USG tiga dimensi, dan dapat lebih memastikan tali pusat tersebut melilit atau tidak dileher, atau sekitar tubuh yang lain pada janin, serta menilai erat tidaknya lilitan tersebut.
Dalam pimpinan persalinan terutama kala dua observasi, DJJ sangatlah penting segera setelah his dan refleks mengejan. Kejadian distress janin merupakan indikasi untuk menyelesaikan persalinan sehingga bayi dapat diselamatkan. Jika tali pusat melilit longgar dileher bayi, lepaskan melewati kepala bayi namun jika tali pusat melilit erat dileher, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem di dua tempat, kemudian potong diantaranya, kemudian lahirkan bayi dengan segera. Dalam situasi terpaksa bidan dapat melakukan pemotongan tali pusat pada waktu pertolongan persalinan bayi. ( Prawirohardjo , Sarwono , 2005, Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP – SP : Jakarta )
Tali Pusat Pendek atau Melilit Dileher Janin
Tali pusat bermuara di plasenta dan berujung pada pusat janin. Manfaat paling penting dari tali pusat adalah sebagai jembatan penghubung antara ibu dan janin. Karena dari plasenta dirahim ibu, tersedia semua nutrisi, darah dan oksigen yang siap disalurkan lewat tali pusat kejanin. Termasuk faktor kekebalan atau imunologi dari ibu. Infeksi bakteri tertentu, juga parasit dan virus dapat pula ikut masuk ke janin melalui tali pusat.
Tali pusat terbentuk sejak awal kehamilan. Setelah embrio terbentuk, yaitu pada minggu ke 5, tali pusat sudah bisa terlihat melalui pemeriksaan USG, yang tampak sebagai benang tipis diantara embrio dan plasenta. Ibu lah yang akan menjadi cikal bakal tali pusat. Seiring janin berkembang, tali pusat bertambah panjang dan diameternya juga bertambaha lebar karena ia memulai tugasnya menjadi selang dan makanan buat janin. Karena fungsinya sebagai selang penghantar makanan dan oksigen ke janin sehingga tali pusat menjadi vital bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Kelainan tali pusat misalnya terjadi hambatan, dapat mengganggu aliran makanan dan oksigen kejanin bisa mengakibatkan janin gagal berkembang bahkan berakhir dengan kematian.
Lilitan tali pusat umumnya terjadi sebelum kehamilan cukup besar. Paling seiring pada trimester kedua dimana bayi masih bisa bergerak dengan aktif dan leluasa. Bila terjadi dileher, di bahu atau dilengan, jika lilitan tali pusat berkali-kali. Sementara tali pusatnya tidak panjang, maka bisa berdampak batuk pada bayi, sebab saat lilitan tali pusat dapat diketahui lewat pmeriksaan USG, tapi lilitan tali pusat tidak bisa dilepas tapi dipantau saja dan beritahu ibu.
Lilitan tali pusat dileherpun tidak harus berujung sesar, tapi proses persalinan dipantau ketat pada kala I, observasi denyut jantung. Bila denyut jantung terganggu, persalinan diakhir dengan bedah sesar. Karena jika dipaksa lahir dengan normal, bisa berdampak buruk pada janin.
Jika lilitan tali pusat baru ditemukan setelah kepala bayi lahir, dilepaskan dulu dengan dikenorkan, atau kalai lilitan erat dengan hati-hati dijepit dan dipotong dekat leher bayi baru kemudian persalinan bayi dilanjutkan.
Penanganan
Jika bayi terlilit tali pusat, maka harus segara diambil keputusan yang tepa untuk tetap melanjutkan proses persalinan yaitu memberikan oksigen pada ibu dalam posisi miring, dan setelah kepala bayi lahir, lepaskan dengan mengendorkan tali pusat. Atau dengan memotong tali pusat. Namun bila persalinan masih akan berlangsung lama dan detak jantung janin semakin lambat (bradikardi), persalinan harus segera diakhiri dengan tindakan operasi sesar.
Baca Selengkapnya - Lilitan Tali Pusat

INVERSIO UTERI

iklan

Definisi (Menurut dr. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok.
Inversio uteri dibagi atas 3 keadaan :
1. Inversio uteri complete
Keadaan dimana uterus terputar balik sehingga fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar.
2. Inversio uteri incomplete
Keadaan dimana fundus menekuk kedalalm dan tidak keluar ostium uteri.
3. Inversio prolaps
Keadaan dimana uterus yang berputar balik itu keluar dari vulva.

Penyebab
Tiga faktor diperlukan untuk terjadinya inversio uteri :
  1. Tonus otot yang lemah
  2. Tekukan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
  3. Canalis servicalis yang longgar
Maka inversio uteri dapat terjadi waktu batuk, bersih atau mengejan, juga karena prasat crade (Obstetri Patologi Fak. Kedokteran, UNPAD).
Gejala
  1. Shock
  2. Fundus uteri sama sekali tidak atau teraba tekukan pada fundus
  3. Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah diluar vulva ialah fundus uteri yang terbalik atau teraba tumor dalam vagina
  4. Perdarahan
Diagnosis
Diagnosis tidak sukar dibuat jika diingat kemungkinan inversio uteri. Pada penderita dengan syok, perdarahan, dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukan tumor yang lunak diatas serviks uteri atau dalam vagina sehingga diagnosis inversio uteri dapat dibuat.
Pada Mioma uteri submucosam yang lahir dalam vagina terdapat pula tumor yang serupa akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada tempat biasa. Sedang konsistensi Mioma lebih keras daripada corpus uteri setelah persalinan. Selanjutnya jarang sekali Mioma submukosam ditemukan pada persalinan cukup bulan atau hampir cukup bulan.

Penanganan (Abdul Bari Saifudin, Buku panduan praktis pelayanan kes. Materi Neonatal)
  1. Kaji ulang indikasi
  2. Kaji ulang prinsip dasar perawatan dan pasang infus
  3. Berikan petidin dan diasepam IV dalam semprit berbeda secara berlahan-lahan, atau Anastesi umum jika diperlukan.
  4. Basuh uterus dengan larutan Antiseptik dan tutup dengan kain basah (dengan Nacl hangat) menjelang operasi.
PENCEGAHAN INVERSI SEBELUM TINDAKAN
KOREKSI MANUAL
  1. Pasang sarung tangan DTT
  2. Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks. Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus didinding abdomen. Jika plasenta belum lepas, lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi
  3. Jika koreksi manual tidak berhasil, lakukan koreksi hidrostatistik
KOREKSI HIDROSTATIK
  1. Pasien dalam posisi terdelenbung dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum
  2. Siapkan sistem bilas yang sudah disinfeksi berupa selang 2m berujung penyemprot berlubang besar, selang disambung dengan tabung berisi air hangat 3-5 l (atau Nacl / infus lain) dan dipasang setinggi 2 m
  3. Identifikasi forniks posterior
  4. Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labla sekitar ujung selang dengan tangan.
  5. Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus keposisi semula.
KOREKSI MANUAL dengan ANASTESIA UMUM
Jika koreksi hidrostatik gagal, upayakan reposisi dalam anastesia umum haloton merupakan pilihan untuk relaksasi uterus.

KOREKSI KOMBINASI ABDOMINAL – VAGINAL
  1. Kaji ulang indikasi
  2. Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif
  3. Lakukan insisi dinding abdomen sampai poritenium dan singkirkan usus dengan kasa. Tampak uterus berupa lekukan.
  4. Dengan jari tangan lakukan delatasi cincin konstriksi serviks.
  5. Pasang tenakulum melalui cincin serviks pada fundus
  6. Lakukan tarikan/traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina
  7. Jika tindakan traksi gagal, lakukan insisi cincin konstriksi serviks di belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih. Ulang tindakan dilatasi, pemasangan tenakulum dan traksi fundus
  8. Jika koreksi berhasil, tutup dinding abdomen setelah melakukan
  9. Jika ada infeksi, pasang drain karet.
PERAWATAN PASCA TINDAKAN
1. Jika inversi sudah diperbaiki, berikan infus oksitoksin 20 unit dalam 500 ml IV (Nacl 0,9 % atau Ringer Lactat) 10 tetes/menit :
a. Jika dicurigai terjadi perdarahan, berikan infus sampai dengan 60 tetes permenit.
b. Jika kontraksi uterus kurang baik, berikan ergometrin 0,2 mg atau prestaglandin
2. Berikan Antibiotika proflaksis dosis tunggal :
a. Ampisilin 2 gr IV dan metronidazol 500mg IV
b. Sefazolin 1 gr IV dan metranidazol 500 mg IV
3. Lakukan perawatan pasca bedah jika dilakukan koreksi kombinasi abdominal vaginal
4. Jika ada tanda infeksi berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam :
a. Ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam
b. Gestamin 5 mg/kg berat badan IV setiap 24 jam
c. Metranidazol 500mg IV setiap 8 jam
5. Berikan analgesif jika perlu
Baca Selengkapnya - INVERSIO UTERI

HIPOTERMIA

iklan

Pengertian
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 360C (Dep.Kes. RI, 1994).

Prinsip Dasar
Suhu normal bayi, baru lahir berkisar 36,50C – 37,50C (suhu ketiak).

Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir :
  1. Radiasi: dari objek ke panas bayi Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas
  2. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit. Contoh : air ketuban pada tubuh bayi, baru lahir, tidak cepat dikeringkan.
  3. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat ditubuh. Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti.
  4. Konveski : penguapan dari tubuh ke udara. Contoh : angin dari tubuh bayi baru lahir (Wiknjosastro, 1994)
3. Penilaian hipotermia bayi baru lahir
Gejala hipotermia bayi baru lahir
a. Bayi tidak mau minum / menetek
b. Bayi tampak lesu atau mengantuk
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi, menurun dan kulit tubuh bayi mengeras (sklerema).

Tanda – tanda hipotermia sedang :
a. Aktifitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
f. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin

Tanda – tanda hipotermia berat
a. Aktifitas berkurang, letargis
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
g. Resiko untuk kematian bayi

Tanda – tanda stadium lanjut hipotermia
a. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
b. Bagian tubuh lainnya pucat
c. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema) (Saifudin, 2002)

Penyebab dan Resiko
a. Penyebab utama
Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin
b. Resiko untuk terjadinya hipoermia
1) Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
2) Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
3) Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
4) Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat).
5) Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.
(DepKes RI, 1992)

Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya hipotermia :
a. Faktor lingkungan
b. Syok
c. Infeksi
d. Gangguan endokrin metabolik
e. Kurang gizi, energi protein (KKP)
f. Obat – obatan
g. Aneka cuaca
(DepKes RI, 1992)

Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia.
a. Mengeringkan bayi baru lahir segera setelah lahir
Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin (cols stres) yang merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuuk yang kering dan bersih (sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering segera dibungkus dengan selimut, diberi topi / tutup kepala, kaus tangan dan kaki. Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat kehangatan dari dekapan bayi.
b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil
Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi.
1) Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat > 2.500 gram, langsung menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama + 24 jam setelah kelahiran.
2) Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi lemah atau bayi dengan berat lahir <>
(DepKes RI, 1992)

Tindakan Pada Hipotermia
Segera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan metode kanguru cara lainnya adalah dengan penyinaran lampu.
a. Hipotermia Sedang
1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat
2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangaat yang diserterika terlebih dahulu. Bila selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat.
3) Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang hangat.
Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara :
a) Memberi tutup kepala / topi bayi
b) Mengganti kain / popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat

b. Hipotermi Berat
1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat
2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi berada dalam satu selimut atau kain hangat
3) Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau lainnya hangat ulangi sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi
4) Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara :
a) Memberi tutup kepala / topi kepala
b) Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering atau hangat
5) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini mungkin dapat lebih sering selama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. Beri ASI dengan menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10% sebanyak 60 –80 ml/kg/liter
6) Segera rujuk di RS terdekat
(Dep.Kes. RI, 1994).
Pencegahan Hipotermia
Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agar BBL tidak mengalami hipotermia. Disebut hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada neonatus adalah 36,5 – 37,50C pada pengukuran suhu melalui ketiak BBL mudah sekali terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena :
a. Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurna
b. Permukaan tubuh bayi relatif luas
c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas
d. Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak kedinginan.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut ibu (kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas dada (karena ibu lemah atau syok) maka hal-hal yang dapat dilakukan :
1. Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangar
2. Meletakkan bayi didekat ibu
3. Memastikan ruang bayi yang terbaring cukup hangat
(Dep.Kes. RI, 1994).
Baca Selengkapnya - HIPOTERMIA

Persalinan dengan induksi

iklan

DEFINISI
Induksi partus adalah satu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kelahiran cukup bulan dengan jalan merangsang (stimulasi) timbulnya his.
Dalam ilmu kebidanan ada kalanya satu kehamilan terpaksa diakhiri karena adanya sesuatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut kepentingan hidup ibu dan atau janin. Hasil induksi partus bergantung pula pada keadaan serviks, sebaliknya induksi partus dilakukan pada serviks yang sudah atau mulai matang (Ripe atau favourable) dimana serviks sudah lembek, dengan effacement sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks satu jari.
(Rustam mochtar-1998)
NILAI PELVIS (PELVIC SCORE)
Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang keadaan serviks, bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tabel nilai pelvis.
Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Apabila skor di atas 5, pertama-tama lakukan amniotomi. Bila 4 jam kemudian tidak terjadi kemajuan persalinan, berikan infus oksitosin.
2. Apabila skor di bawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infuse oksitosin. Setelah beberapa lama perjalanan, nilai pelvis dinilai kembali.
a. Bila skor di atas 5, lakukan amniotomi
b. Bila skor di bawah 5, oksitosin tetes di ulangi
c. Bila setelah 2-3 kali, serviks belum juga matang segera lakukan amniotomi
(Rustam.M -1998)

INDIKASI
1. Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk pre-eklamsi dan eklamsi
2. Postmaturitas
3. Ketuban pecah dini
4. Kematian janin dalam kandungan
5. Diabetes melitus, pada kehamilan 3 minggu
6. Rhesus antagonismus
7. penyakit ginjal berat
8. Hidramnion yang besar (berat)
9. cacat bawaan seperti anensefalus
10. keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin
11. Primigravida
12. Perdarahan ante partum
13. Indikasi non medis : sosial dan ekonomi dan sebagainya
(Harry Oxorn - 1996)
KONTRA INDIKASI
1. Disproporsi sefalo-pelvik
2. Ibu menderita penyakit jantung berat
3. Hati-hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat seperti pada bekas seksio sesarea, miomektomi yang luas dengan ekstensif.
(Harry Oxorn - 1998)
CARA INDUKSI PARTUS
Indikasi partus dapat dilakukan dengan cara:
1. Cara kimiawi ( chemical)
2. Cara mekanis
3. Cara kombinasi mekanis dan kimiawi
(Harry Oxorn - 1998)
CARA KIMIAWI
Yaitu dengan cara memberikan obat-obatan yang merangsang timbulnya his.
a. Cara yang dulu di pakai, sekarang tidak di kerjakan lagi, hanya untuk diketahui yaitu:
  1. Pemberian kina : obat yang diberikan adalah tablet kina bisulfat 0,2 gr diberikan 1 tablet setiap jam dengan dosis 5-6 tablet
  2. Pengobatan steinse : yaitu pemberian tablet kina dan pituitrin
b. Cara sekarang banyak di pakai, yaitu:
1. Oksitosin drip: kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosno, pemberiannya dapat secara suntikan intramuskuler, intravena, dan infuse tetes dan secara bukal yang paling baik dan aman adalah pemberian infuse tetes (drip) karena dapat diukur dan di awasi efek kerjanya:
Cara:
a) Kandung kemih dan rectum terlebih dahulu di kosongkan
b) Ke dalam 500 cc dekstrosa 5% dimasukkan 5 satuan oksitosin dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama 10 tetes/menit.
c) Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes setiap 15 menit sampai tetes maksimal 4-60 tetes per menit
d) Oksitosin drip akan lebih berhasil bila nilai pelviks diatas 5 dan dilakukan amniotomi.
2. Injeksi larut Hipertonik
Hal ini telah di bicarakan pada abortus buatan
3. Pemberian Prostagalandin
(Rustam - 1998)
CARA MEKANIS
  1. Melepaskan selaput ketuban (stripping of the membrane). Dengan jari yang dapat masuk ke dalam kanalis servikalis selaput ketuban yang melekat dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri internum. Cara ini akan lebih berhasil jika bila servik sudah terbuka dan kepala sudah turun. Dianggap bahwa dengan bersamaan dengan turunnya kepala dan lepasnya selaput ketuban maka selaput ini akan lebih menonjol dan karenanya akan menekan pleksus frankenhauser yang akan merangsang timbulnya his dan terbukanya serviks.
  2. Memecahkan ketuban (amniotomi) : a) Serviks sedah matang atau skor pelvis di atas 5, b) Pembukaan kira-kira 4-5 cm c) Kepala sudah memasuki panggul, biasanya setelah1-2 jam pemecahan ketuban di harapkan his akan timbul dan menjadi lebih kuat. Adapun cara amniotomi adalah sebagai berikut : lakukan dulu stripping dari selaput ketuban, lalu pecahkan ketuban dengan memakai setengah kocher atau alat khusus pemecahan ketuban. Kepala janin disorong masuk pintu atas panggul.
  3. Dilatasi serviks uteri; Dilatasi serviks uteri dapat dikerjakan memakai gagang laminaria, atau dilatator (busi) hegar.
  4. Accouchement force; a. Kalau bagian terbawah janin adalah kaki, maka kaki ini di ikat dengan kain kasa steril yang melalui katrol dan diberi beban seperti pada versi Braxton hicks. b) Bila bagian terbawah janin adalah kepala, maka kulit kepala di jepit dengan cunam. Muzeuk yang kemudian di ikat dengan kain kasa melalui katrol diberi beban: seperti pada cara wilet-gauz. (Rustam -1998)
CARA KOMBINASI KIMIAWI
Adalah pemakaian cara kombinasi antara cara kimiawi diikuti dengan cara mekanis, misalnya amniotomi dengan pemberian oksitosin drip atau pemecahan ketuban dan pemberian prostaglandin per oral dan sebagainya.
Pada umumnya cara kombinasi akan lebih berhasil. Kalau induksi partus gagal sedangkan ketuban sudah pecah sedangkan pembukaan serviks tidak melalui syarat untuk pertolongan operatif pervaginam, satu-satunya jalan adalah mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea.
(Rustam-1998)
KOMPLIKASI
1. Terhadap ibu
a. Kegagalan induksi
b. Kelelahan ibu dan partus lama
c. Inersia uteri dan partus lama
d. Tetania uteri (tamultous labor) yang dapat menyebabkan solusio placenta ruptura uteri, dan laserasi jalan lahir lainnya.
e. Infeksi intra uteri
2. Terhadap janin
a. Trauma pada janin oleh tindakan
b. Prolapsus tali pusat
c. Infeksi intrapartal pada janin
(Rustam- 1998)
OKSITOSIN
1. Pengertian
Oksitosin adalah obat yang merangsang kontraksi uterus, banyak obat memperlihatkan efek Oksitosin, tetapi hanya beberapa saja yang kerjanya cukup selektif dan dapat berguna dalam praktek kebidanan. (Sulistia -1995)
Bersama dengan faktor-faktor lainnya, Oksitosin memainkan peranan penting dalam persalinan dan ejeksi ASI
Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk menyebabkan :
a. Kontraksi uterus pada kehamilan aterm yang terjadi lewat kerja langsung pada otot polos maupun lewat peningkatan produksi prostaglandin
b. Kontraksi pembuluh darah umbilicus
c. Konstriksi sel-sel mioepitel (reflek ejeksi ASI)
Oksitosin bekerja pada reseptor hormon antidiuretik (ADH) untuk menyebabkan :
a. Peningkatan atau penurunan yang mendadak pada tekanan darah (khususnya diastolik) karena terjadinya fasodilatasi
b. Retensi air
c. Persalinan

2. Penggunaan Klinik
Indikasi Oksitosik adalah :
a. Induksi partus aterm
b. Mengontrol perdarahan pasca persalinan
c. Menginduksi abortus terapeutik sesudah trimester 1 kelahiran
d. Uji oksitosin
e. Menghilangkan pembengkakan mamae (Sulistia - 1995)

3. Efek Samping Oksitosin
Bila Oksitosin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah sehingga dapat timbul efek samping berbahaya: efek samping tersebut dapat di kelompokkan menjadi :
a. Stimulasi berlebih pada uterus
b. Kotraksi pembuluh darah tali pusat
c. Kerja anti diuretic
d. Kerja pada pembuluh darah (kontraksi dan dilatasi)
e. Mual
f. Reaksi hipersensitivitasi (Sulistia - 1995)

4. Penggunaan Klinik Pada Induksi Partus Aterm (Suejordan - 2004)
Dalam hal ini oksitosin merupakan obat terpilih
a. 10 unit oksitosin dilarutkan kedalam 1 liter dekstrosa 5% sehingga diperoleh larutan dengan kekuatan 10 mili unit/ml. cara pemberiannya adalah secara infuse.
b. Infuse dimulai dengan lambat yaitu 0,2 ml/menit sampai maksimal 2 ml/menit
c. Jika tidak ada respon selama 15 menit tetesan dapat ditingkatkan perlahan 0,1-0,2 ml/menit sampai maksimal 2 ml/menit.
d. Posisi total yang di berikan / diperlukan untuk induksi parts berkisar antara 600-1200 miliunit dengan rata-rata 4000 miliunit
e. Selama pemberian berlangsung, keadaan uterus harus diawasi dengan cermat kadang-kadang dapat terjadi kontraksi yang menetap dan akan mengganggu sirkulasi placenta , untuk mengatasi kontraksi tetani uterus, infuse oksitosin segera di hentikan dan di berikan obat anastesi umum.
f. Apabila partus sudah mulai, infuse di hentikan atau dosis nya di turunkan sesuai dengan kebutuhan untuk memperhatikan proses persalinan yang adekuat bila digunakan pada kehamilan aterm. Oksitosin dapat menginduksi partus pada sebagian besar kasus. Jika ketuban di pecahkan, hasilnya mencapai 80-90 % PEG2 dan PGF2 telah di coba sebagai oksitosik pada kehamilan aterm, ternyata respon penderita sangat berbeda secara individual dan lag periode sebelum timbulnya efek lebih lama dari pada oksitosin.. guna mencegah timbulnya efek toksin kumulatif maka penambahan kecepatan infuse harus dikerjakan dengan sangat hati-hati telah di kemukakan bahwa fefktifiatas PGE2 dan PGF2 sukar di bedakan dengan efektivitas oksitosin. Kadang-kadang dengan DGF2 terjdai hipertoniuterus.

Oksitosin tidak boleh digunakan selama stadium I dan II bila persalinan dapat berlangsung meskipun lambat. Jika oksitosin diberikan kontraksi uterus akan bertambah kuat dan lama, ini dapat mengganggu keselamatan ibu dan anak. Pada stadium I terjadi pembukaan serviks, jika diberi oksitosin akan terjadi hal-hal berikut.
1. Bagian tubuh bayi akan terdorong keluar lewat serviks yang belum sempurna membuka, sehingga timbul timbul bahaya laserasi serviks dengan trauma terhadap bayi
2. Dapat terjadi ruptura uteri
3. Konsistensi tetanik yang terjadi kuat akan menyebabkan asfiksia bayi.

Kewaspadaan dan Kontra Indikasi (Suejordan - 2004)
  1. Memberikan oksitosin merupakan kontra indikasi jika uterus sudah berkontraksi dengan kuat bila terdapat obstruksi mekanisme yang menghalangi kelahiran anak seperti placenta previa / disproporsi sevalo pelvik jika keadaan serviks masih belum siap, pematang serviks, harus dilakukan sebelum pemberian oksitosin.
  2. Meskipun sudah lazim digunakan di banyak klinik bersalin atau bagian obstetric rumah sakit, solusio placenta oksitosin dalam mengganggu keseimbangan cairan dan tekanan darah membuat obat ini tidak tepat untuk digunakan ada ibu hamil dengan preeklamsia/penyakit kardiovaskuler atau pada ibu hamil yang berusia diatas 35 tahun.
  3. Memberi infus oksitosin merupakan kontra indikasi pada ibu hamil yang menghadapi resiko karena melahirkan pervaginam, misalnya kasus dengan mal presentasi / solusio placenta atau dengan resiko ruptur uteri yang tinggi pemberian infus oksitosin yang terus-menerus pada kasus dengan resistensi dengan inersia uterus merupakan kontra indikasi.
  4. Uterus yang starvasi, kontra indikasi otot uterus merupakan glukosa maupun oksigen jika pasokan keduanya tidak terdapat pada otot yang berkontraksi tersebut dan keadaan ini mungkin terjadi karena starvasi/pasokan darah yang tidak memadai maka respon yang timbul terhadap pemberian oksitosin tidak akan adekuat sehingga pemberian oksitosin secara sedikit demi sedikit tidak akan efektif, situasi ini lebih cenderung di jumpai pada persalinan yang lama. (Suejordan- 2004).
Baca Selengkapnya - Persalinan dengan induksi

HYPOGLIKEMIA

iklan

Pengertian (Rosa M Sacharin, 1986)
Hypoglikemi adalah konsentrasi glukose darah di bawah 40mg/100ml. Hypoglikemi merupakan keadaan yang serius dan keadaan semakin gawat jika anak semakin muda.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil simpanan glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan kebutuhan glikogen. Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pada pemanasan.

Etiologi (Arif Masjoer 2001)
Etiologi Hypoglikemi pada diabetes militus (DM)
1. Hypoglikemi pada DM stadium dini

2. Hypoglikemi dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilura
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM

3. Hypoglikemi yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimeter pascagastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik.: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme


Faktor Predisposisi (Arif Masjoer, 2001)
Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea:
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pengurangan / keterlambatan makan
b. Kesalahan dosis obat
c. Latihan jasmani yang berlebihan
d. Perubahan tempat suntikan insulin
e. Penurunan kebutuhan insulin
1) Penyembuhan dari penyakit
2) Nefropati diabetik
3) Penyakit Addison
4) Hipotirodisme
5) Hipopituitarisme
f. Hari-hari pertama persalinan
g. Penyakit hati berat
h. Gastroparesis diabetik

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
a. Pengendalian glukosa darah yang ketat
b. Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipogliklemik
c. Penggantian jenis insulin

Patogenesis (Arif Masjoer, 2001)
Pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi.
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak akan mengalami esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida, yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator yaitu glukagon, epinefrin, kartisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan kortison sebaliknya (katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak: glukogen dan epinefrilah yang sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenisis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon, kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam asetoasetat dan asam β hidroksi butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut memerlulan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya hipoglikemia yang mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi. Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan bahan pembentukan glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.

Manifestasi klinis (Arif Masjoer 2001)
Gejala-gejala hipoglikemia terjadi dari dua fase, yaitu:
  1. fase I gejala-gejala akibat aktifitas pusat autonom di hipotalomus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjutan.
  2. fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis.
Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukkan adanya gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan dinamakan gangguan fungsi otak subliminal. Di samping gejala peringatan dan neurologist, kadang-kadang hipoglikemia, menunjukan gejala yang tidak khas. Peringatan kadang-kadang gejala fase adrienergik tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada fase gangguan fungsi otak. Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan yaitu akut dan kronik.
Baca Selengkapnya - HYPOGLIKEMIA

Hidramnion

iklan

Menurut Rustam Muchtar (1998) penjelasan mengenai hidramnion adalah sebagai berikut :
Definisi
Hidramnion merupakan keadaan dimana jumlah air ketuban lebih banyak dari normal atau lebih dari dua liter.

Perjalanan penyakit
1. Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban bertambah secara perlahan-lahan dalam beberapa minggu atau bulan, dan biasanya terjadi pada kehamilan yang lanjut
2. Hidramnion akut
Terjadi penambahan air ketuban yang sangat tiba-tiba dan cepat dalam waktu beberapa hari saja. Biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke-5 dan ke-6. komposisi dari air ketuban pada hidramnion, menurut penyelidikan, serupa saja dengan air ketuban yang normal.

Frekuensi
Yang sering kita jumpai adalah hidramnion yang ringan, dengan jumlah cairan 2- 3 liter. Yang berat dan akut jarang. Frekuensi hidramnion kronis adalah 0,5-1%. Insiden dari kongenital anomali lebih sering kita dapati pada hidramnion yaitu sebesar 17,7-29%. Hidramnion sering terjadi bersamaan dengan :
a. Gemelli atau hamil ganda (12,5%),
b. Hidrops foetalis
c. Diabetes melitus
d. Toksemia gravidarum
e. Cacat janin terutama pada anencephalus dan atresia esophagei
f. Eritroblastosis foetalis

Etiologi
a. Mekanisme terjadi hidramnion hanya sedikit yang kita ketahui. Secara teori hidramnion terjadi karena :
b. Produksi air ketuban bertambah; yang diduga menghasilkan air ketuban adalah epitel amnion, tetapi air ketuban juga dapat bertambah karena cairan lain masuk kedalam ruangan amnion, misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anencephalus.
c. Pengaliran air ketuban terganggu; air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu jalan pengaliran adalah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan dialirkan ke placenta akhirnya masuk kedalam peredaran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia esophogei, anencephalus atau tumor-tumor placenta.
Pada anencephalus dan spina bifida diduga bahwa hidramnion terjadi karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang. Selain itu, anak anencephal tidak menelan dan pertukaran air terganggu karena pusatnya kurang sempurna hingga anak ini kencing berlebihan.
Pada atresia oesophagei hidramnion terjadi karena anak tidak menelan. Pada gemelli mungkin disebabkan karena salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat dan oleh karena itu juga menghasilkan banyak air kencing. Mungkin juga karena luasnya amnion lebih besar pada kehamilan kembar. Pada hidramnion sering ditemukan placenta besar.

Menurut dr. Hendra Gunawan Wijanarko, Sp.OG dari RSIA Hermina Pasteur, Bandung (2007) menjelaskan bahwa hidromnion terjadi karena:
a. Prduksi air jernih berlebih
b. Ada kelainan pada janin yang menyebabkan cairan ketuban menumpuk, yaitu hidrocefalus, atresia saluran cerna, kelainan ginjal dan saluran kencing kongenital
c. Ada sumbatan / penyempitan pada janin sehingga dia tidak bisa menelan air ketuban. Alhasil volume ketuban meningkat drastis
d. Kehamilan kembar, karena adanya dua janin yang menghasilkan air seni
e. Ada proses infeksi
f. Ada hambatan pertumbuhan atau kecacatan yang menyangkut sistem syaraf pusat sehingga fungsi gerakan menelan mengalami kelumpuhan
g. Ibu hamil mengalami diabetes yang tidak terkontrol
h. Ketidak cocokan / inkompatibilitas rhesus

Predisposisi
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya hidromnion, antara lain:
1. Penyakit jantung
2. Nefritis
3. Edema umum (anasarka)
4. Anomali kongenintal (pada anak), seperti anensefali, spina bifida, atresia atau striktur esofagus, hidrosefalus, dan struma bloking oesaphagus. Dalam hal ini terjadi karena :
a. Tidak ada stimulasi dari anak dan spina
b. Exscressive urinary secration
c. Tidak berfungsinya pusat menelan dan haus
d. Transudasi pusat langsung dari cairan meningeal keamnion
5. Simpul tali pusat
6. Diabetes melitus
7. Gemelli uniovulair
8. Mal nutrisi
9. Penyakit kelenjar hipofisis
10. Pada hidromnion biasanya placenta lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa karena itu transudasi menjasdi lebih banyak dan timbul hidromnion
Diagnosis
1. Anamnesis
a. Perut lebih besar dan terasa lebih berat dari biasa
b. Pada yang ringan keluhan-keluhan subyektif tidak banyak
c. Pada yang akut dan pada pembesaran uterus yang cepat maka terdapat keluhan-keluhan yang disebabkan karena tekanan pada organ terutama pada diafragma, seperti sesak (dispnoe), nyeri ulu hati, dan dianosis
d. Nyeri perut karena tegangnya uterus, mual dan muntah
e. Edema pada tungkai, vulva, dinding perut
f. Pada proses akut dan perut besar sekali, bisa syok, bereringat dingin dan sesak

2. Inspeksi
a. Kelihatan perut sangat buncit dan tegang, kulit perut berkilat, retak-retak, kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
b. Jika akut si ibu terlihat sesak (dispnoe) dan sionasis, serta terlihat payah membawa kandungannya

3. Palpasi
a. Perut tegang dan nyeri tekan serta terjadi oedema pada dinding perut valva dan tungkai
b. Fundus uteri lebih tinggi dari tuanya kehamilan sesungguhnya
c. Bagian-bagian janin sukar dikenali karena banyaknya cairan
d. Kalau pada letak kepala, kepala janin bisa diraba, maka ballotement jelas sekali
e. Karena bebasnya janin bergerak dan kepala tidak terfiksir, maka dapat terjadi kesalahan-kesalahan letak janin

4. Auskultasi
Denyut jantung janin tidak terdengar atau jika terdengar sangat halus sekali
5. Rontgen foto abdomen
a. Nampak bayangan terselubung kabur karena banyaknya cairan, kadang-kadang banyak janin tidak jelas
b. Foto rontgen pada hidromnion berguna untuk diagnosa dan untuk menentukan etiologi, seperti anomali kongenital (anensefali atau gemelli)

6. Pemeriksaan dalam
Selaput ketuban teraba dan menonjol walaupun diluar his

Diagnosa banding
Bila seorang ibu datang dengan perut yang lebih besar dari kehamilan yang seharusnya, kemunginan:
1. Hidramnion
2. Gemelli
3. Asites
4. Kista ovarri
5. Kehamilan beserta tumor

Prognosis
Pada janin, prognosanya agak buruk (mortalitas kurang lebih 50%) terutama karena :
a. Kongenital anomali
b. Prematuritas
c. Komplikasi karena kesalahan letak anak, yaitu pada letak lintang atau tali pusat menumbung
d. Eritroblastosis
e. Diabetes melitus
f. Solutio placenta jika ketuban pecah tiba-tiba

Pada ibu:
1. Solutio placenta
2. Atonia uteri
3. Perdarahan post partum
4. Retentio placenta
5. Syok
6. Kesalahan-kesalahan letak janin menyebabkan partus jadi lama dan sukar

Penatalaksanaan
Terapi hidromnion dibagi dalam tiga fase:
1. Waktu hamil (di BKIA)
a. Hidromnion ringan jarang diberi terapi klinis, cukup diobservasi dan berikan terapi simptomatis
b. Pada hidromnion yang berat dengan keluhan-keluhan, harus dirawat dirumah sakit untuk istirahat sempurna. Berikan diet rendah garam. Obat-obatan yang dipakai adalah sedativa dan obat duresisi. Bila sesak hebat sekali disertai sianosis dan perut tengah, lakukan pungsi abdominal pada bawah umbilikus. Dalam satu hari dikeluarkan 500cc perjam sampai keluhan berkurang. Jika cairan dikeluarkan dikhawatirkan terjadi his dan solutio placenta, apalagi bila anak belum viable. Komplikasi pungsi dapat berupa :
1) Timbul his
2) Trauma pada janin
3) Terkenanya rongga-rongga dalam perut oleh tusukan
4) Infeksi serta syok
bila sewaktu melakukan aspirasi keluar darah, umpamanya janin mengenai placenta, maka pungsi harus dihentikan.

2. Waktu partus
a. Bila tidak ada hal-hal yang mendesak, maka sikap kita menunggu
b. Bila keluhan hebat, seperti sesak dan sianosis maka lakukan pungsi transvaginal melalui serviks bila sudah ada pembukaan. Dengan memakai jarum pungsi tusuklah ketuban pada beberapa tempat, lalu air ketuban akan keluar pelan-pelan
c. Bila sewaktu pemeriksaan dalam, ketuban tiba-tiba pecah, maka untuk menghalangi air ketuban mengalir keluar dengan deras, masukan tinju kedalam vagina sebagai tampon beberapa lama supaya air ketuban keluar pelan-pelan. Maksud semua ini adalah supaya tidak terjadi solutio placenta, syok karena tiba-tiba perut menjadi kosong atau perdarahan post partum karena atonia uteri.

3. Post partum
a. Harus hati-hati akan terjadinya perdarahan post partum, jadi sebaiknya lakukan pemeriksaan golongan dan transfusi darah serta sediakan obat uterotonika
b. Untuk berjaga-jaga pasanglah infus untuk pertolongan perdarahan post partum
c. Jika perdarahan banyak, dan keadaan ibu setelah partus lemah, maka untuk menghindari infeksi berikan antibiotika yang cukup
Baca Selengkapnya - Hidramnion

Bayi Lahir Tidak Menangis Spontan

iklan

Proses persalinan terfokus pada ibu tetapi karena proses tersebut merupakan proses pengeluaran hasil kehamilan (bayi), maka penatalaksanaan satu persalinan dikatakan berhasil apabila selain ibunya, maka bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih esensial dari asuhan bayi baru lahir. Setelah bayi lahir esensilanya bayi akan menangis dengan spontan. Apabila bayi lahir tidak menangis dapat terjadi beberapa faktor yaitu bayi mengalami sumbatan jalan nafas karena lendir dan air ketuban atau juga dapat disebabkan karena asfeksia neonatomm. Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi barn lahir disebabkan oleh asfeksia yaitu keadaan dimana bayi barn lahir tidak dapat bernafas spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna sehingga tindakan keperawatan untuk keperawatan dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin terjadi (Sarwono, 2005).

ETIOLOGI
Sambutan pada jalan nafas diakibatkan atau dikarenakan oleh lendir dan air ketuban yang menyumbat pada hidung, mulut dan tenggorokan halus langsung dilakukan pembersihan jalan nafas agar bayi dapat bernafas dan menangis, setelah itu beri rangsang taktil bila bayi tidak juga menangis, bila tidak menangis maka ditakutkan terjadi asfiksia yaitu pengembangan paru BBL terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusui dengan pernafasan teratur, bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan, oksigen dari ibu ke jari in maka akan terjadi aksifikasi neonatorium. Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dan :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu, hal mi akan menimbulkan hipoksia jari in, hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgesic atau anastesi dalam.
b. Gangguan aliran darah uterus, berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran 02 ke placenta dan ke jari in.
2. Faktor placenta
Solusio placenta dan perdarahan placenta
3. Faktor fetus
Tali pusat menumbang, lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara jari in dan jalan lahir.
4. Faktorneonatus
a. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan jari in
b. Trauma yang terjadi pada persalinan misalnya : perdarahan intra kranial
c. Kelainan congenital misalnya : hernia, diagfragmatika, atresia saluran pernafasan hipoplasia (Hanifa Wiknjosastro — 1999)
Baca Selengkapnya - Bayi Lahir Tidak Menangis Spontan

ATONIA UTERI

iklan

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (Ripley, 1999).
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007).
Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
1) Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
2) Kehamilan gemelli
3) Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre eklamsi / eklamsia.

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia Uteri adalah :
1. Umur : umur yang terlalu muda atau tua
2. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara
3. Obstetri operatif dan narkosa
4. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri
6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

Penatalaksanaan Atonia Uteri
  1. Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik). Pemijatan merangsang kontraksi uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.
  2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.
  3. Pastikan bahwa kantung kemih kosong. Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik.
  4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi;
  5. Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal. Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah-langkah selanjutnya.
  6. Keluarkan tangan perlahan-lahan. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi). Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus.
  7. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc ringer laktat + 20 umit oksitosin.
  8. Ulangi kompresi bimanual internal. KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
  9. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang myometrium untuk berkontraksi.
  10. Lanjutkan infuse ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama peredarahan. (APN 2007)
Baca Selengkapnya - ATONIA UTERI

Bayi Tidak Mau Menyusu

iklan

Segera susui bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini merupakan titik awal yang penting apakah bayi nanti akan cukup mendapatkan ASI atau tidak. Ini di dasari oleh peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin. Hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin untuk terus memproduksi ASI. Kosongnya simpanan ASI mengakibatkan semakin besar produksinya untuk mengisi ketika “lumbung” ASI yang kosong dan hornon prolaktin akan terus tinggi dalam peredaran darah. Apabila bayi tidak menghisap puting susu pada setengah jam persalinan, hormon prolaktin akan turut dan sulit merangsang sehingga ASI baru akan keluar pada hari ketiga atau lebih. (Hubertin Sri. 2004)
Faktor pendukung yang menyebabkan produksi ASI berkurang atau ASI tidak keluar saat ibu menyusui :
  1. Perasaan / emosi (psikologis ibu), Perasaan ibu dapat menghambat dan meningkatkan pengeluaran oksitoksin. Seperti perasaan takut, gelisah, marah, sedih, cemas, kesal, malu atau nyeri hebat akan mempengaruhi refleks oksitoksin yang akhirnya menekan pengeluaran ASI. Sebaliknya perasaan ibu yang bahagia, senang, bangga, memeluk dan mencium bayinya dapat meningkatkan pengeluaran ASI.
  2. Dukungan suami maupun keluarga lain dalam rumah akan sangat membantu berhasilnya seorang ibu untuk menyusui.
  3. Isapan bayi yang tidak sempurna atau puting susu yang sangat kecil. Hal ini membuat produksi hormon prolaktin dan hormon oksitoksin akan terus menurun dan produksi ASI akan terhenti.
  4. Cara menyusu ang tidak tepat, tidak dapat mengosongkan payudara dengan benar yang akan menurunkan produksi ASI.
  5. Semakin cepat memberi tambahan susu pada bayi akan menyebabkan daya isap berkurang, karena bayi mudah merasa kenyang bayai akan malas menghisap puting susu.
  6. Penggunaan dot dan empongan dapat mengurangi daya isap bayi.
  7. Ibu perokok berat produksi ASI-nya akan berkurang demikian pula dengan pil KB yang mengandung estrogen tinggi akan menurunkan produksi ASI.
  8. Ibu yang asupan nutrisinya kurang dan sedikit minum.
Adakalanya bayi enggan atau menolak untuk menyusu, kaji bagaimana cara ibu memposisikan dan menggendong bayi payudara, mendorong kepala bayi ke payudara dapat mengakibatkan bayi menolak untuk disusui. (Riordan Jan. 2000)

Penyebab lain dari bayi yang enggan menyusu adalah :
1. Bayi pilek, sehingga waktu menyusu sulit bernafas.
2. Bayi sariawan, sehingga nyeri waktu menghisap.
3. Bayi ditinggal lama karena ibu sakit / bekerja.
4. Bayi bingung puting.
5. Bayi dengan tali lidah pendek.
6. Tekhnik menyusu yang salah.
7. ASI yang kurang lancar.
8. Pemberian makanan tambahan terlalu dini.
9. Adanya faktor saat kelahiran, misalnya : asfeksia, ikterus.

Bayi tidak mau menyusu, mengakibatkan air susu terbendung pada payudara. Sejak hari ketiga setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi. Rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang dengan cepat menjadi bendungan, pada bendungan, payudara terisi sangat penuh, dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena dan limfatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak dan edematus. (Sarwona Prawiroharjo. 2001)

Tanda payudara terbendung
1. Membesar
2. Membengkak terlihat mengkilat
3. Puting susu teregang dan menjadi rata.
4. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut
5. Kadang-kadang menjadi demam dan hilang dalam 24 jam

Penatalaksanaan
  1. Menjelaskan kepada ibu dan suami keadaan ibu saat ini, Memberitahu kepada ibu dan suami sehingga ibu mengetahui bagaimana keadaan kesehatan ibu sehingga ibu dapat menjaga kesehatannya secara optimal untuk mencapai keadaan prima
  2. Jelaskan pada ibu cara mengurangi nyeri sebelum dan sesudah menyusui. Mengurangi nyeri sebelum meneteki dengan kompres hangat pada dada. Mengurangi nyeri setelah meneliti dengan kompres dingin pada dada.
  3. Jelaskan pada ibu tentang post natal breask care. Agar laktasi tetap lancar dan terhindar dari kesulitan dalam menyusui maka perawatan payudara sangat perlu dilakukan. Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan sedikit minyak lakukan pengurutan dengan 3 macam cara : 1) Tempatkan kedua telapak tangan diantara kedua payudara kemudian urut arah atas, samping, ke bawah dan melintang hingga tangan menyangga payudara. 2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari tangan saling dirapatkan, sisi kelingking tangan mengurut payudara kiri dan pangkol ke arah puting demikian pula dengan payudara kanan. 3) Telapak tangan menopang payudara seperti pada cara ke 2 kemudian jari tangan kanan dikepalkan, dengan buku-buku jari tangan kanan mengurut dari pangkal ke arah puting lakukan pengurutan berturut-turut 30 kali. 4) Rangsang payudara dengan air hangat dan air dingin yang mengompres.
  4. Jelaskan pada ibu cara menyusui yang benar. Menyusui bayi dengan posisi menempel yang baik, dengarkan suara menelan yang aktif dapat meningkatkan suplai ASI. Susui bayi di tempat tenang dan nyaman.
  5. Anjurkan pada ibu untuk menyusui bayinya. ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, yang memberikan gizi dan kalori yang di perlukan bayi, sehingga bayi mendapatkan kenaikan BB, secara normal. Dengan menyusui bayi ibu lebih cepat memulihkan keadaanya, mencegah terjadi Ca. Mamae, lebih meningkatkan ikatan ibu dan bayi.
  6. Anjurkan ibu untuk menggunakan BH yang menopang payudara.
  7. Anjurkan ibu untuk banyak mengkonsumsi sayur dan buah.
  8. Anjurkan ibu untuk banyak minum
  9. Beri obat : Paracetamol mampu mengurangi nyeri dan panas tubuh ibu.
Baca Selengkapnya - Bayi Tidak Mau Menyusu

ADAPTASI MENJADI ORANG TUA

iklan

PENDIDIKAN MENJADI ORANG TUA
Kehamilan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Setiap anggota memerlukan proses adalah adaptasi yang bergantung pada budaya dan lingkungan. Wanita segala umur selama masa kehamilannya beradaptasi berperan sebagai ibu. Pada kehamilan awal tidak ada yang berbeda. Ketika futusnya mulai bergerak pada trimester ke-2, wanita tersebut mulai menaruh perhatian pada kehamilannya dan menjalin percakapan dengan ibunya atau teman-taman yang lain yang pernah hamil.
Kehamilan suatu krisis yang mematangkan dan dapat menimbulkan stress, tetapi imbalannya adalah wanita tersebut siap menghadapi fase baru untuk tanggung jawab dan perawatan (Olsen, 1999). Konsep darinya berubah, siap menjadi orang tua, dan menyiapkan peran barunya. Secara bertahap ia berubah dari memperhatikan dirinya sendiri dan punya kebebasan menjadi komitmen untuk Bertanggung jawab kepada makhluk lainnya.
Perkembangan ini membutuhkan tugas perkembangan yang pasti dan tuntas yang meliputi penerima kehamilan, mengidentifikasi peran sebagai ibu, membangun kembali hubungan dengan ibunya, dengan suaminya, dengan bayi yang dikandungnya, serta menyiapkan kelahiran anaknya (Wayland dan Tate, 1993, Zachariah, 1994). Dukungan suami secara emosional adalah faktor yang penting untuk keberhasilan tugas perkembangan ibu.
1. Identifikasi peran ibu
Peran ibu dimulai pada kehidupan seorang perempuan menjadi seorang ibu dari anaknya. Persepsi lingkungan sosialnya tentang aturan-aturan peran wanita dapat mempengaruhi pilihannya antara menjadi ibu atau perempuan karir, menikah atau tetap membujang, atau menjadi bebas dari pada tergantung orang. Bermain peran dengan boneka, mengasuh bayi dan mengasuh saudara dapat meningkatkan pengertian seperti apa peran ibu. Perempuan yang menyukai bayi atau anak-anak mempunyai motivasi untuk menerima kehamilan dan menjadi ibu.

2. Hubungan interpersonal Ibu
Kedekatan hubungan membuat ibu hamil lebih siap untuk berperan sebagai ibu. Pada saat anggota keluarga menyadari peran baru mereka bisa terjadi konflik dan ketegangan. Diperlukan komunikasi yang efektif antara ibu dengan suami dan keluarganya. Komponen-komponen yang penting seputar ibu hamil adalah: ibunya sendiri, reaksinya terhadap kehamilan anaknya, menghargai kemandirian anaknya, keberadaannya di masa lampau dan sekarang, dan keinginan untuk mengenangnya (Mercer, 1995)

3. Hubungan ibu dengan janin
Hubungan ibu dengan anak dimulai selama hamil, ketika ibu mengkhayal dan memimpikan dirinya sebagai ibu (Rubin,1975). Ibu ingin mendekat, menghangatkan, atau bercerita kepada bayinya, dan mencoba membayangkan adanya tangisan bayi, memeriksakan adanya gangguan terhadap kurangnya kebebasan dan kegiatan mengasuh anak. Hubungan ibu dan anak berkembang dalam 3 fase selama hamil:

Fase I (Lumley, 1982). Ia menerima kenyataan biologis tentang kehamilan dengan pernyataan “saya hamil” dan menyatakan ide tentang anak didalam tubuhnya dan gambaran dirinya sebagai berikut:
a. Pikiran terpusat pada dirinya
b. Menyadari kenyataan dirinya hamil
c. Fetus adalah bagian dari dirinya
d. Fetus seolah-olah tidak nyata

Fase II pada saat ini ibu merasakan sebagai berikut :
a. Menerima tubuhnya fetus yang merupakan makhluk yang berbeda dengan dirinya (pada bulan ke-5)
b. Timbulnya pernyataan :”Saya akan mempunyai seorang bayi”
c. Tumbuhnya kesadaran bahwa bayinya adalah makhluk lain yang terpisah dari tubuhnya.
d. Terlibat dalam hubungan Ibu-Anak, asuhan dan tanggung jawab
e. Mengembangkan pelekatan (attachment). Perempuan yang menyukai kehamilan dan merencanakannya akan senang dengan kehamilannya, mereka dekat dengan bayinya yang dirasakan lebih awal dari pada perempuan lain (Koniak Griffin, 1988)
f. Menerima kenyataan, mendengar denyut jantung janin dan merasakan gerakan anak menempatkan perempuan tersebut pada kondisi yang tenang, sehingga dapat lebih berintrospeksi diri dan berfantasi tentang anaknya. Ia akan senang dengan anak kecil.

Fase III ini adalah proses attachment dan ibu merasakan sebagai berikut:
a. Merasa realistik
b. Mempersiapkan kelahiran
c. Mempersiapkan menjadi orang tua
d. Spekulasi mengenai jenis kelamin anak
e. Keluarga berinteraksi dengan menempelkan telinganya ke perut ibu dan berbicara dengan fetus.

Reaksi Wanita Terhadap Bayinya dan kegiatan menyusui
Reaksi wanita terhadap kelahiran bayinya dan terhadap pengurangan hak-hak ego itu sangat bervariasi. Yang terutama sekali ialah: reaksi mekanisme pembelaan diri yang otomatis menentang bertambahnya macam-macam tugas baru guna merawat dan mengasuh bayinya.
Tugas-tugas baru tadi dinyatakan sebagai suatu “Bahaya bisa menghambat dan memiskinkan ego sendiri”. Lalu timbul reaksi : merasa sangat dirugikan, karena semua tingkah laku ibu muda tersebut menjadi sangat terbatas dan terhambat oleh kehadiran bayinya. Perasaan semacam itu terutama sekali banyak kita jumpai pada ibu-ibu yang sangat muda yang belum siap secara mental untuk menjadi ibu, dan ibu-ibu yang memiliki sifat maskulinitas sangat kuat.
Banyak ibu muda yang merasa takut kalau-kalau kelangsingan tubuh dan kemolekan badannya menjadi lenyap, terutama payudaranya akan menjadi rusak, kempis dan longgar, karena harus menyusui bayinya. Ditambah timbulnya macam-macam konflik antara aspirasi-aspirasi intelektual untuk aktif bergiat di luar, melawan tugas-tugas keibuan di rumah.
Bentuk reaksi negatif lain yang bisa membahayakan kepribadian wanita berupa : beraneka mekanisme pelarian diri dan mekanisme pembelian diri yang semula berhasil dipertahankan, kini menjadi goyah, disebabkan oleh kelahiran bayinya, dan munculnya tugas-tugas keibuannya, dan mereaksi terhadap “bahaya-bahaya” (yaitu tugas keibuan) dengan rasa ketakutan serta kecemasan, lalu berusaha menghindarkan diri dari semua tugas merawat dan mengasuh bayinya. Juga terdapat wanita-wanita yang merasa tidak mampu mencintai anaknya, padahal umur cinta kasih mutlak perlu bagi kesejahteraan dan kelestarian bayinya. Semua perasaan negatif atau perasaan dirugikan itu pada umumnya adalah kelanjutan dari perasaan-perasaan yang dikembangkan sejak periode kehamilan. Apalagi ada hal-hal tersebut di atas, bentuk khas dari sifat keibuan itu sangat bergantung pada keseimbangan antara macam-macam konflik yang saling bertentangan tadi. Ketakutan yang berlebih-lebihan pada berkurangnya hak-hak ego sendiri berakibat munculnya:
a. Usaha untuk melarikan diri dari bayinya
b. Tidak mau bertanggung jawab terhadap perawatan dan nasib anaknya.
c. Berbareng dengan peristiwa tadi, terjadi pula kegagalan pada fungsi-fungsi jasmaniah dari reproduksi, terutama fungsi kelenjar-kelenjar susu menjadi terhalang dan macet, sehingga air susu tidak mau keluar.
d. Sebagai akibat jauhnya, wanita tadi tidak mau menghayati fungsi keibuan sejati.
Sebaliknya, jika terdapat ketakutan yang ekstrem terhadap nasib bayinya atau muncul rasa takut kehilangan bayinya, maka hal ini akan mengakibatkan :
a. Devosi atau pengorbanan diri yang berlebih-lebihan
b. Juga minat sosial lainnya tidak di perhatikan
c. Bahkan mungkin bisa muncul disposisi kecemasan-kecemasan yang neurotis terhadap anaknya
Ada kalanya kita jumpai proses penguatan cinta-dini yang narsistis pada seorang wanita, sebagai suatu reaksi - kompensasi dari kecenderungan - kecenderungan mesokhistis ekstrem sesudah kelahiran bayinya. Penguatan unsur narsisme sekunder semacam ini khususnya terjadi pada wanita yang kehidupan emosionalnya kaku-beku dingin, sehingga ia tidak mampu menghayati kebahagiaan mengandung bayinya, dan tidak bisa mencintai anaknya. Peristiwa tadi merupakan bentuk :
a. Kekacauan emosional disertai perasaan-perasaan kosong hampa
b. Dan pemiskinan sifat kewanitaannya yaitu merupakan bentuk gangguan afektif yang schizoid sifatnya.
Wanita-wanita tadi mengharapkan, bahkan sering menuntut, agar bayi/anaknya mencintai dirinya, tetapi dia sendiri tidak sanggup mencintai anaknya. Atau agar bayinya bisa membebaskan ibunya dari derita batin penuh kekosongan dan kehambaran hati. Namun dengan sendirinya ibu tadi merasa kecewa, karena harapannya tidak pernah terpenuhi, sebab sumber penyebabnya ialah: ibu itu sendiri tidak mampu mengembangkan perasaan afeksi yang hangat terhadap anak/bayinya.
Ada pula wanita-wanita yang ingin hamil dan melahirkan anaknya karena didorong oleh rasa kesepian atau oleh perasaan kepedihan ditinggalkan kekasih atau suami.
Untuk mengurangi kecenderungan-kecenderungan negatif tadi, perlu kiranya wanita yang bersangkutan dialihkan kepada interest-interest atau macam-macam kegiatan rekreatif sebagai terapi penyembuhannya.
Tipe wanita yang dihinggapi perasaan-perasaan bersalah dan dosa-dosa misalnya: yang cenderung memberikan reaksi-reaksi depresif dan reaksi neurotis-obsesif. Pada umumnya membiarkan anaknya sejak awal kehadirannya mentiranisir dirinya dengan macam-macam tuntutan dan kemanjaan. Di kemudian hari, jika perbuatan dan kenakalan anaknya sudah keterlaluan disebabkan oleh salah asuh dan salah didik dari sang ibu maka secara mati-matian ibu tadi membebaskan diri dari tiranisasi anaknya. Biasanya ia menjadi putus asa atau justru menjadi sangat maskulin dan agressif sekali, lalu bersikap kasar dan kejam terhadap anaknya.
Pada beberapa wanita lainnya, secara paradoksal kelahiran anaknya justru menambah kreatifitasnya diluar lingkungan keluarga. Adapun motivasi-motivasi penunjang yang memperbesar dorongan kreatifitas mereka adalah : kekecewaan menjadi seorang ibu, ingin melarikan diri dari tugas-tugas keibuan.
Ibu-ibu yang bersifat sangat maskulin ini mirip dengan gadis-gadis cilik yang mencoba memuaskan dorongan aktifnya dengan bermain-main dengan bonekanya. Lalu dengan ciri-ciri maskulinitas tadi ia mencoba-coba memelihara serta mengurus bayinya, dan di kemudian hari mendidik anaknya, maka dengan semakin menonjol kuat kecenderungan-kecenderungan maskulinnya atau tendens kelaki-lakiannya, akan semakin kuat pula usahanya untuk melarikan diri dari tugas-tugasnya sebagai seorang ibu.
Sebaliknya juga, semakin pasif dia dan semakin banyak ia dihinggapi dorongan-dorongan masokhistis, akan semakin bergantunglah ia pada pribadi anaknya. Ada kecemasan berbentuk dependensi pada diri anaknya dan semakin kuatlah usahanya untuk melarikan diri dari macam-macam aktivitas yang maskulin.
Hal ini menjelaskan, bahwa khususnya pada wanita yang sangat pasif, bisa terjadi pernguatan dan penonjolan kecenderungan-kecenderungan maskulin sesudah kelahiran bayinya.
Macam-macam gejala yang telah kita bahas pada periode kehamilan itu bisa berlangsung terus pada masa menyusui dan periode post partum. Misalnya saja, kesenangan menjadi hamil terus menerus, berupa obsesi jadi hamil tanpa disertai emosi-emosi afeksi terhadap anak sendiri itu banyak kita jumpai pada wanita-wanita infantil (kekanak-kanakan, dewasa secara jasmaniah, namun memiliki ciri kekanak-kanakan secara jiwani) . pola tersebut akan dilanjutkan dalam bentuk relasi infantil dengan anaknya. Ibu-ibu macam ini biasanya tidak mampu mengembangkan sikap yang dewasa, tidak bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan realitas yang ada, dan tidak bisa meninggalkan pola relasi-relasi dengan anaknya yang sifatnya sangat kekanak-kanakan lalu ia memainkan peranan keibuannya bagaikan gadis pra puber yang asik menimang-nimang bonekanya.
Sebernarnya, bahwa wanita semacam ini belum siap siaga untuk menjadi seorang ibu. Ketika ia melahirkan bayinya secara spontan ia diliputi rasa senang dan suka memamerkan pada teman-temannya. Ketika ia melahirkan anaknya. Semua ini berlangsung selama beberapa minggu saja. Akan tetapi ketika tiba saat yang lebih serius, dimana sang bayi menuntut pengorbanan dari ibunya berupa tuntutan pemeliharaan dan asuhan, maka mulailah timbul kesulitan dan konflik-konflik batin pada dirinya.

ADAPTASI ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK
Ketika seorang ibu melahirkan anak, suatu hal yang ingin diketahui ialah: seperti apakah atau seperti siapakah anak saya? Ini suatu keingin tahuan yang biasa, wajar. Namun sebenarnya ada satu hal yang lebih penting lagi ialah, akan seperti apakah kelak anak saya ini? Suatu pertanyaan dengan rentangan panjang, memakan waktu lama untuk bisa menjawabnya dan sulit untuk bisa diramalkan antara apa yang ada dan apa yang akan terjadi, antara yang terlihat dan apa yang akan diperlihatkan.
Anak yang baru lahir berada dalam keadaan lemah, tidak berdaya, tidak bisa apa-apa, tidak bisa mengurus diri sendiri, tidak bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Jadi ia tergantung sepenuhnya pada lingkungannya, lingkungan hidupnya, terutama orang tua dan lebih khusus lagi ialah ibunya. Mengenai lingkungan hidup yang menjadi tokoh pusat ialah orang tua. Merekalah yang berperan besar, langsung atau kadang-kadang tidak langsung, berhubungan terus-menerus dengan anak, memberikan perangsang (stimulasi) melalui berbagai corak komunikasi antara orang tua (terutama ibu) dengan anak.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut diatas, orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan dan memperkembangkan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran kepribadian seprang setelah dewasa, jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seseorang setelah dewasa,. banyak banyak ditentukan oleh keadaan dan proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya.

Dalam usaha atau tindakan aktif orang tua untuk mengembangakan kepribadian anak, perlu memperhatikan aspek-aspek perkembangan sebagai berikut :
1. Dalam kaitan dengan pertumbuhan fisik anak
Perlakuan dan pengasuhan yang baik disertai dengan lingkungan yang memungkinkan anak hidup sehat, jauh dari keadaan yang mempermudah timbulnya sakit dan penyakit perlu sekali di perhatikan. Pengetahuan praktis mengenai kadar gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan anak perlu diketahui orang tua. Juga diperlukan pengetahuan- pengetahuan praktis mengenai kebutuhan- kebutuhan anak, kebutuhan dasar dan mineral, untuk memungkinkan anak berkembang sebaik-baiknya.
2. Dalam kaitannya dengan perkembangan sosial anak
Pergaulan adalah juga merupakan suatu kebutuhan untuk memperkembangkan aspek sosial anak. Seorang anak membutuhkan anak lain atau kelompok yang kira-kira sebaya. Melalui hubungan dengan lingkungan sosialnya, anak sengaja atau tidak sengaja, langsung atau tidak langsung terpengaruh pribadinya. Peniruan menjadi salah satu faktor yang sering terjadi dalam proses pembentukan pribadi anak. Maka penting diperhatikan siapa atau dengan kelompok mana anak boleh, dianjurkan atau sebaliknya menghindari atau sesedikit mungkin bergaul.
3. Dalam kaitannya dengan perkembangan mental anak
Komunikasi verbal antara orang tua dengan anak, khususnya pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, besar pengaruhnya untuk perkembangan mentalnya. Anak memahami arti sesuatu mulai dari yang kongkrit sampai yang abstrak, Kecuali dari usaha anak sendiri, yang bereksplorsi didalam lingkungannya, mendengar, mengamati dan mengolah menjadi pengetahuan-pengetahuan, juga berasal dari perangsangan- perangsangan yang diberikan oleh orang-orang yang ada di sekeliling hidup anak. Mengajak anak berbicara sambil membimbing lebih lanjut mempunyai dampak positif bagi perkembangan aspek mentalnya.
4. Dalam kaitannya dengan perkembangan rohani anak
Pengetahuan anak mengenai perbuatan baik atau tidak batik, boleh atau tidak boleh dilakukan, diperoleh dari usaha anak sendiri yang secara aktif memperhatikan, meniru dan mengolah dalam alam pikirannya dan lebih lanjut menjadi sikap dan perilakunya. Namun dalam banyak hal peranan dari orang tua juga cukup besar dalam mempengaruhi perkembangan aspek moral dan rohani anak.
Orang tua sedikit demi sedikit membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku anak sesuai dengan patokan atau ukuran orang tua, sesuai dengan kitab suci dan ajaran- ajaran agama.
Baca Selengkapnya - ADAPTASI MENJADI ORANG TUA