KOMPAS.com - Menjadi perempuan bekerja adalah sebuah pilihan, karena saat pilihan itu dijatuhkan, ia tahu akan ada risiko yang harus ditanggung. Membagi peran antara karier dan keluarga, adalah yang utama. Namun di sini lah kekuatan sebenarnya seorang perempuan diuji. "Hebatnya perempuan bekerja ini tidak hanya bekerja di kantor tapi juga di rumah, dan tetap berkomitmen pada keluarga dan mereka sukses," tukas Rustika Thamrin, Spsi, CHt, CI, MTLT, psikolog dari Brawijaya Women and Children Hospital, saat bincang-bincang "How to be a Happy & Productive Career Women" di Thamrin Nine, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2012) lalu.
Meski sebenarnya tidak ada larangan bagi perempuan untuk bekerja, namun ternyata sampai sekarang masih ada masalah yang sering mereka hadapi, khususnya dari dalam keluarga sendiri.
1. Multi peran istri dalam keluarga
Perempuan bekerja memang harus siap multitasking untuk melakukan tugas-tugas rumah tangga maupun kantor. Bekerja di luar rumah meskipun menjadi suatu upaya aktualisasi diri, dan pilihan diri sendiri, seringkali menimbulkan berbagai masalah yang tidak bisa diselesaikan sendiri. "Butuh adanya kerjasama dengan pasangan Anda, agar keluarga dan pekerjaan berjalan seimbang," ujar Rustika. Namun, seringkali suami kurang mengambil peran dalam keluarga, sehingga lebih cenderung membebankan semua masalah urusan rumah tangga mereka kepada perempuan.
2. Jabatan istri lebih tinggi
Saat ini, perempuan mulai dipercaya untuk menduduki posisi yang cukup tinggi di sebuah perusahaan. Tak jarang, hal ini akan menjadi masalah ketika ia sudah menikah dan memiliki jabatan dan gaji yang lebih tinggi daripada suami. Dalam budaya Indonesia, pria atau suami adalah kepala keluarga, sehingga seringkali menganggap perempuan atau istri tidak bisa menempati posisi yang lebih tinggi darinya. Ketika berada dalam posisi kalah, pria bersikap inferior dan merasa minder dari perempuan. "Hal ini akan membuat pria akhirnya berusaha menunjukkan dominasi dan kekuatan terhadap pasangannya, seringkali tanpa alasan yang jelas dan mengada-ada, dan istri harus patuh," bebernya.
3. Gaji istri lebih tinggi
Sebuah perusahaan pasti memiliki standar gaji sendiri. Jadi, sekalipun menduduki posisi staf biasa, bisa saja gaji yang kita terima lebih besar daripada gaji dengan posisi lebih tinggi di perusahaan lain. Nah, ketika gaji istri lebih besar daripada suami, suami bisa saja merasa kalah. Egonya sebagai kepala keluarga pun akan mulai terusik. "Karena hal ini, suami tak segan menyuruh istrinya untuk berhenti bekerja," tambah Rustika.
4. Kultur yang tak mendukung perempuan bekerja
Perempuan bekerja juga akan terbentur pada adanya budaya tradisional di masyarakat. Ketika istri bekerja di luar rumah, tak jarang orangtuanya sendiri yang akan melarangnya untuk bekerja. Alasannya, istri seharusnya bertugas di rumah untuk melayani suami dan anak-anaknya. Ketika anak-anak menjadi tak terurus, entah kesehatannya yang terganggu, atau prestasi sekolahnya yang menurun, kesalahan akan dibebankan pada ibu.
5. Keamanan kerja
Keamanan menjadi salah satu faktor hal yang menjadi masalah besar pada perempuan, terutama jika sedang bekerja lembur sampai larut malam. Tak jarang dengan alasan lelah, suami tidak bersedia menjemput sang istri di tempat kerjanya. Atau, karena bekerja adalah pilihan dan keputusan istri, maka pulang larut malam adalah resiko yang harus ditanggungnya sendiri.
0 comments:
Post a Comment