Masih Muda Bisa Terkena Menopause

iklan

USIA MUDA PUN BISA MENOPAUSE

Tak perlu cemas bila menopause datang lebih awal. Dengan terapi hormon, kita bisa tetap aktif berkarya.

Kendati menopause merupakan proses biologis yang alami dan pasti akan dialami setiap wanita, tapi tak sedikit yang merasa ngeri menghadapinya. Bukankah menopause berarti dimulainya proses menjadi tua? “Celaka”nya, menopause yang umumnya terjadi di usia 45-55 tahun, ternyata bisa datang lebih awal, entah di usia 30, 25, atau bahkan 20 tahun. Kebayang, kan, apa yang akan terjadi bila di usia 20 tahun sudah mengalami proses penuaan?

Menopause yang terjadi lebih awal atau dikenal dengan istilah menopause dini, menurut Dr. Med.Ali Baziad dari Klinik Menox, Jakarta, dialami oleh wanita dengan kondisi tertentu, yakni: kedua indung telur diangkat karena operasi, terkena penyakit infeksi seperti tumor, atau terkena radiasi semisal akibat dilakukannya sinar X di daerah rahim.

Selain itu, bisa juga karena ada kelainan bawaan sejak kecil, yaitu jumlah sel telurnya tak banyak. Misal, hanya 100 ribu sel. Padahal, normalnya sekitar 400-500 ribu. “Namun kasus ini jarang terjadi. Yang tersering, sel telur tak berproduksi lagi karena indung telurnya terkena penyakit, entah

HORMON ESTROGEN MENURUN

Seperti diketahui, menopause berarti tak mendapat haid lagi untuk seterusnya. Ini berarti pula kemampuan wanita untuk bereproduksi telah berakhir, lantaran sel telurnya tak ada lagi. Namun sebelum masa menopause tiba, wanita akan memasuki premenopause atau klimakterium. Secara bertahap, produksi hormon estrogen yang berperan penting terhadap hadirnya haid- akan mengalami penurunan hingga berhenti sama sekali.

Kebanyakan wanita mengalami gejala menopause 5 tahun sebelum sampai pada tahap menopause. Gejala yang sering dialami: merasa panas di muka, muka merah, berkeringat di waktu malam, sulit tidur, jantung berdebar-debar, nyeri kepala, perubahan emosi seperti gelisah, mudah marah dan tersinggung, mudah lupa, sulit berkonsentrasi, merasa tertekan (depresi), dan mudah lelah.

Pada sebagian wanita terjadi pula penurunan gairah seksual, rasa nyeri saat berhubungan intim karena vagina kering, sering kencing, kulit kering dan menipis, serta rambut kering dan mudah rontok. Semua gejala itu disebabkan hormon estrogen yang makin berkurang.

“Penurunan estrogen juga menurunkan mekanisme penyerapan kalsium oleh tulang, yang membuat kepadatan tulang menurun hingga memungkinkan tulang mudah keropos dan risiko patah tulang pun meningkat, terutama pada tulang belakang, pergelangan tangan, dan pinggul,” terang Ali lebih lanjut.

Itu sebab, pengaruh jangka panjang pada wanita yang telah mengalami menopause biasanya osteoporosis atau penipisan tulang. “Di usia 40 tahun biasanya tercapai puncak kepadatan tulang, setelah itu terjadi penipisan tulang secara bertahap pada wanita maupun pria. Namun pada wanita, terutama setelah menopause.”

Selain itu, wanita menopause juga mudah terkena serangan jantung dan stroke. Hingga, risiko serangan jantung pada wanita di usia ini sama tingginya dengan lelaki. Tak hanya itu, kanker usus dan pikun pun merupakan dampak menopause. Di samping, metabolisme tubuh jadi lambat. Makanya, wanita menopause amat dianjurkan menjalankan diet seimbang dan berolahraga teratur agar badan selalu bugar.

PEMERIKSAAN HORMON

Jadi, bila haid mulai keluar sedikit-sedikit lalu berhenti sama sekali, sebaiknya diwaspadai sebagai tanda-tanda menopause. Meskipun, terang Ali, penyebab berhenti haid bisa saja lantaran mengkonsumsi obat-obatan diet, baik obat kurus maupun gemuk.

“Obat-obatan ini memang tak menyebabkan rusak total. Hingga, bila pemakaiannya dihentikan, biasanya haid lancar kembali.” Namun begitu, bisa juga sampai masuk ke menopause dini.

Itu sebab, Ali menyarankan agar segera ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan hormon (dari darah si wanita). Bila hasilnya menunjukkan kadar estrogennya di bawah 20 dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) di atas 35, berarti sudah masuk menopause, sekalipun usianya belum mencapai 40 tahun.

Selain pemeriksaan hormon, dokter juga melakukan pemeriksaan kepekatan tulang dengan bone densitometer, dan uji pap smear untuk melihat ada-tidak gejala kanker rahim. Bukankah makin usia meningkat, kemungkinan wanita mendapatkan penyakit keganasan akan meningkat pula?

TERAPI HORMON

Bila menopause terjadi di usia 30-an, jelas Ali lebih lanjut, maka di usia 40, bisa jadi si wanita sudah seperti nenek-nenek. Soalnya, menopause membuat wanita mengalami proses penuaan lebih cepat. Untuk itu, perlu dilakukan terapi hormon atau pemberian hormon (HRT/Hormone Replacement Therapy).

Adapun hormon yang diberikan, utamanya adalah hormon estrogen. Bukankah wanita menopause mengalami penurunan hormon estrogen? Kecuali pada menopause dini, selain diberikan hormon estrogen, juga hormon progesteron yang bisa didapat dari pil KB. Namun setelah usia 40, tak boleh lagi menggunakan pil KB, melainkan harus HRT karena pil KB itu hormon sintetis sedangkan HRT hormon alami.

Pasalnya, wanita usia lanjut disertai berbagai keluhan seperti kolesterol, jantung, atau hipertensi, hingga tak mungkin diberikan hormon sintetis yang banyak kontraindikasinya. Beda dengan yang alami, komposisinya dibuat persis sama dengan komposisi hormon yang dihasilkan tubuh, hingga kontraindikasinya amat kecil. Hormon ini dibuat dari tumbuhan, akar-akaran, dan kacang kedelai.

Sementara pemberian hormon progesteron, demi mengurangi akibat pengobatan yang hanya mengunakan estrogen, yaitu tak teraturnya haid dan kemungkinan kanker endometrium. “Kecuali pada wanita yang telah diangkat rahimnya tak memerlukan hormon lain, hingga hanya diberikan hormon estrogen. Bukankah mereka tak memerlukan haid lagi? Yang mereka perlukan pencegahan pengeroposan tulang.”

Jika ada masalah pada vagina saat berhubungan intim atau hilang gairah, biasanya disertai juga dengan pemberian hormon androgen. Namun hal ini jarang dilakukan karena menimbulkan efek maskulinisasi, seperti tumbuh kumis, suara berubah, dan lainnya.

JUMLAHNYA TAK SAMA

Pemberian hormon bisa dilakukan dengan berbagai cara: melalui oral (ditelan), kulit (berupa koyo/plester atau jeli), vagina (berupa krim atau tablet). “Yang kita sarankan pil dan koyo. Koyo dipakai seminggu sekali sedangkan pil diminum tiap hari,” tutur Ali.

Namun jumlah hormon yang diberikan tak akan sama pada tiap orang. “Jumlah yang dibutuhkan akan diketahui saat dilakukan pengukuran komposisi hormonal pasien pada pemeriksaan awal.” Itu sebab, pengukurannya dilakukan secermat mungkin. Kalau tidak, bisa mengakibatkan kegagalan terapi. Sebaliknya, jika terapi berhasil, semua keluhan akibat menopause akan hilang. Misal, kulit kembali mulus, mata tak kabur lagi, tulang tak rapuh lagi, sakit kepala dan depresi lenyap, daya ingat pun kembali normal.

Pengobatannya juga tak sekaligus, melainkan didasarkan pada keluhan pasien, hingga bentuk terapinya tak selalu sama. Misal, terapi untuk mengencangkan kulit tentu berbeda dengan mereka yang menderita jantung berdebar. Itu sebab, lama pengobatan juga tak selalu sama pada tiap pasien. Faktor usia pasien pun ikut menentukan. Soalnya, makin tua usia, makin banyak kadar hormon yang berkurang, hingga jumlah hormon yang diberikan pun makin besar. Otomatis, waktu terapi makin panjang.

Selain itu, atas dasar keluhan pasien, pemberian hormon kadang tak secara terus-menerus. Artinya, bila keluhan hilang dalam beberapa hari, setelah dilakukan kontrol kembali, pengobatan dapat dihentikan. Ini berarti, perlu dilakukan monitor lewat kontrol secara berkala sesuai anjuran.

Terapi hormon bisa diberikan pada semua wanita, sejak masa klimakterium hingga menopause. Selain itu, tak ada pantangan khusus dalam melakukannya. “Hanya cara pengobatannya yang akan disesuaikan. Misal, ibu yang sedang mengalami gangguan pencernaan, ia dapat memilih hormon topikal, seperti krim.”

JADI BERGAIRAH DAN BUGAR

Dengan pemberian hormon, otomatis haid akan muncul lagi. Namun bukan berarti si wanita bisa bereproduksi kembali, lo. Soalnya, haid itu berasal dari hormon yang diberikan, jadi sifatnya palsu. Lagi pula, bukankah sel telurnya juga sudah tak ada?

Tujuan pemberian hormon, terang Ali, semata demi meningkatkan kualitas hidup si wanita. Sebab, dengan kembalinya masa haid, akan membuat si wanita lebih bergairah dan segar kembali. Terlebih pada usia menopause, wanita biasanya masih aktif berkarya di bidang masing-masing. “Kasihan, kan, kalau ia lantas merasa tak nyaman dengan berbagai gangguan yang ada.”

Jadi, dengan pemberian hormon, segala keluhan akibat menopause bisa diatasi. Hingga proses penuaan tetap berjalan, tapi tua yang bugar. “Ia tak patah tulang, tak keriput, tak pikun, tak ngompol, dan lainnya. Ia dapat memasuki hari tua dengan lebih sehat dan nyaman.”

Umumnya, sebulan setelah pemberian hormon, keluhan seperti panas-dingin, sakit kepala, jantung berdebar-debar, mata rabun, dan kulit keriput, akan hilang. Sedangkan kekeringan vagina akan kembali normal setelah 3-4 bulan pengobatan. “Hanya penyembuhan tulang yang makan waktu bertahun-tahun baru bisa normal kembali.”

Tentang efek samping pemberian hormon, menurut Ali, hampir tak ada. “Sebab, sebelum memberikan terapi hormon, kami sudah melakukan kontrol hormonal yang tepat. Artinya, dalam memberikan terapi tak sembarangan. Pemberian kadar hormon yang dimasukkan pun harus persis sama dengan jumlah hormon yang dibutuhkan.”

Duh, lega rasanya, ya, Bu, karena menopause bukan berarti hidup telah berakhir.
NS : Indah Mulatsih

Perubahan Yang Terjadi Menjelang Menopause

* Perubahan kejiwaan: merasa tua; tak menarik lagi; rasa tertekan karena takut menjadi tua; mudah tersinggung; mudah kaget hingga jantung berdebar; takut tak bisa memenuhi kebutuhan seksual suami; takut suami akan menyeleweng; merasa tak berguna dan tidak menghasilkan sesuatu.

* Perubahan fisik: lemak bawah kulit berkurang hingga kulit jadi kendur; kulit mudah terbakar sinar matahari dan menimbulkan pigmentasi atau mudah hitam; otot bawah kulit muka mengendur hingga jatuh dan lembek; kelenjar kulit kurang berfungsi hingga kulit jadi kering dan keriput; terjadi perubahan metabolisme tubuh yang ditandai menurunnya pengeluaran hormon insulin dan tiroksin, pembakaran, dan keperluan tubuh (bila pola makan tak diatur, kelebihan nutrisi akan disimpan dalam bentuk lemak dan gula, hingga terjadi kegemukan); kerja usus halus dan besar jadi lambat akibat menurunnya estrogen, hingga kemampuan menyerap sari makanan jadi berkurang dan kerap menimbulkan gangguan BAB atau sembelit; perubahan sistem jantung dan pembuluh darah karena ada perubahan metabolisme, menurunnya estrogen dan pengeluaran hormon paratiroid; rasa panas di wajah, leher, dan tengkuk atau hot flues karena ada pelebaran pembuluh darah; liang sanggama terasa kering, lapisan sel liang sanggama menipis hingga mudah terjadi infeksi; kepuasan berkemih dan BAB makin berkurang, seolah-olah masih terdapat sisa; tulang mengalami pengapuran (dekalsifikasi) karena rendahnya hormon estrogen dan hormon paratiroid.

Perubahan Hormonal Wanita

Tubuh wanita akan mengalami siklus hormonal sebagai berikut:

Bayi: ada pengaruh hormon estrogen progesteron dari sang ibu.

  • 1.Anak (7-12): pancaindra belum berpengaruh.
  • 2.Pubertas (13-17): pancaindra berperan; siklus menstruasi berjalan,
  • 3.pincang/tanpa ovulasi; hormon estrogen dominan dan pertumbuhan seks
  • sekunder baik

  • 4.Reproduksi (17-45): pancaindra berperan baik; siklus menstruasi teratur
  • 26-36 hari; menstruasi dengan ovulasi; tanda seks sekunder matang dan
  • siap untuk berfungsi

  • 5.Klimakterium/premenopause (46-50): fungsi ovarium turun; estrogen dan
  • progesteron berfluktuasi hingga menstruasi tak teratur.

  • 6.Menopause (50-55): ovarium tak berfungsi; kadar estrogen makin turun.

  • 7.Pasca menopause (di atas 55 atau 2 tahun setelah menopause): kadar
  • estrogen sangat rendah

  • 8.Senium (di atas 60): beradaptasi terhadap hidup tanpa estrogen,
  • biasanya gejala psikosomatik menonjol.

0 comments:

Post a Comment