Menuai hikmah dari kasus RS Omni vs Prita
Malam itu, kira-kira tiga bulan yang lalu, saya menjenguk anak seorang kerabat yang sedang dirawat di RS Omni International di bilangan Serpong, Tangerang. Rasa kagum dan nyaman saya rasakan saat melangkahkan kaki ke dalam lobi RS tersebut. Bak sebuah hotel berbintang, interior di dalamnya begitu mewah dan terasa berkelas, sungguh berbeda dengan suasana RS kelas rakyat yang biasa saya lihat sebelumnya. Dalam hati saya bergumam, ah andai semua RS di negeri kita senyaman ini, baik di RS swasta hingga RSUD di daerah-daerah terpencil. Tapi mana mungkin, karena kenyamanan semacam ini kan hanya bisa didapat oleh mereka yang berduit yang mencari pelayanan RS kelas tinggi tanpa harus keluar negeri. Biaya yang dikeluarkan (meski mahal) tentu diimbangi oleh harapan yang tinggi akan suatu layanan berkelas internasional oleh setiap pasien yang berobat ke RS ini, tak terkecuali saat Prita Mulyasari berobat di RS Omni tahun lalu. Ya, Prita Mulyasari, seorang ibu yang mendadak terkenal karena kasusnya yang tengah hangat karena dituding telah mencemarkan nama baik RS Omni. Padahal saat kita, atau Prita, setelah mendapati pelayanan RS yang jauh dari harapan lantas menuliskannya melalui keluh kesah di email / mailing list di internet, apakah tindakan itu dianggap berlebihan? Saya rasa sih kritikan semacam itu adalah suatu hal yang wajar, bahkan harus dilakukan supaya ada kontrol yang akan menjaga setiap pelayanan RS tetap berada di jalur yang benar.
Kita semua saat ini sedang sama-sama menantikan arah kelanjutan kasus yang paling banyak diberitakan saat ini, yaitu kelanjutan persidangan gugatan pidana dan perdata RS Omni kepada Prita Mulyasari seputar tuduhan pencemaran nama baik karena telah menuliskan keluh kesahnya melalui media email. Kasus yang awalnya hampir luput dari pemberitaan media massa ini kini lambat laun semakin menyita perhatian publik bahkan hingga ke mancanegara karena berbagai faktor, sebutlah diantaranya karena :
- Prita menjadi korban pertama undang-undang ITE yang dari awal penyusunannya memang sudah kontroversial
- kasus Prita adalah kasus yang jarang terjadi di dunia : RS menggugat pasien ( di negara maju yang banyak terjadi adalah cerita pasien yang menggugat RS)
- kasus pertama di Indonesia (bahkan mungkin di dunia) keluh kesah melalui email bisa dijebloskan ke penjara
- tercium beberapa kejanggalan yang terjadi dalam proses penahanan hingga dipertontonkannya drama ‘lempar bola’ saat pihak terkait ditanya soal penerapan pasal ITE dalam dakwaan gugatan Prita
- terlanggarnya hak asasi manusia dan hati nurani tatkala seorang ibu dari dua anak (dan salah satunya sedang memerlukan ASI) harus dikurung 3 minggu (di LP wanita bersama 12 napi wanita lainnya) padahal bisa saja diberikan status tahanan rumah tanpa harus dipenjara
- dukungan amat besar dari komunitas blogger dan facebook terhadap kasus ini (pendukung melalui Cause Facebook saat ini sudah lebih dari 200 ribu orang)
- semakin memuncaknya kekesalan masyarakat akan orientasi RS dewasa ini yang begitu tega menguras uang pasien (soal sembuh sih urusan belakangan, tak heran yang kaya lebih memilih berobat ke luar negeri, yang miskin memilih berobat ke Ponari)
- terkejutnya publik saat mengetahui ‘standar pelayanan’ dari sebuah RS yang konon katanya adalah berstandar ‘internasional’
- lemahnya regulasi dan pengawasan pemerintah akan pelayanan RS dan bagaimana tidak adanya standar penamaan istilah ‘internasional’ menyebabkan setiap RS boleh-boleh saja menamai dirinya dengan embel-embel ‘internasional’
Saya tidak akan berpanjang lebar, berita soal kasus Prita vs Omni sudah begitu mudah anda akses di mana-mana : TV, koran, apalagi di internet. Para blogger yang mengulas soal ini pun sudah begitu banyak, termasuk blogger yang sudah sangat terkenal seperti Ndoro Kakung dan Paman Tyo. Saya hanyalah seorang blogger gurem yang geram dan kini tengah menantikan kelanjutan persidangan kasus ini dengan harapan tentunya keadilan dapat ditegakkan, dimana ibu Prita dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan, serta pihak yang sewenang-wenang tentunya mendapat balasan yang setimpal.
Adapun hikmah yang bisa dipetik dari kasus ini, sekaligus saran dan harapan saya adalah :
- perlunya kehati-hatian kita dalam memutuskan untuk memilih RS yang baik (jangan terlena oleh embel-embel internasional)
- pasien punya hak untuk mendapat pelayanan RS yang baik dan harus kritis dalam berdiskusi soal metoda medis (jangan pasrah pada para dokter yang menjadi perpanjangan tangan raksasa farmasi)
- perlunya kehati-hatian kita saat menulis keluhan di media internet (atau media lainnya) karena celah pada UU ITE bisa dimanfaatkan para pihak yang merasa meradang dengan apa yang kita tulis, gunakan bahasa yang baik dan tidak terkesan menuduh pihak yang sedang kita bahas
- UU ITE harus direvisi, setidaknya tidak boleh dipakai sebagai rujukan hingga nanti terbit PP dan Permen/Kepmen Kominfo yang menjadi turunan hukumnya
- harus diungkap skenario sesungguhnya mengapa Prita bisa dijebloskan ke penjara selama tiga pekan, siapa saja oknum dibalik itu semua haruslah bertanggung jawab
- perlu dibuat aturan yang melindungi keamanan pasien dari tindakan RS yang tidak semestinya, juga hak pasien untuk mendapat catatan rekam medis hingga hak mendapat penjelasan soal penyakitnya
- perlu dibuat aturan yang menjadi standarisasi penamaan ‘internasional’ untuk RS, apakah dari segi kepemilikannya atau standar pelayanannya
- kita harus tetap memberi dukungan kepada Prita melalui dunia nyata (hadir di persidangan) ataupun dunia maya (bisa lewat blog, forum, hingga facebook)
Sementara langkah RS Omni yang tetap berkeras untuk tidak mencabut gugatan tampaknya justru akan menjadi bumerang yang berpotensi merugikan pihak Omni sendiri. Selain dicap buruk oleh mayarakat, Omni pun kini tersandung isyu tak sedap soal fasilitas berobat gratis yang diberikannya pada para jaksa, dan puncaknya pimpinan Omni dipanggil ke DPR Senin besok (8 Juni 2009). Bahkan nama ‘internasional’ di belakang nama Omni pun mulai dipermasalahkan, derasnya tuntutan untuk pencabutan izin Omni hingga menguatnya dukungan kepada Prita untuk menggugat balik Omni.
0 comments:
Post a Comment