Belajar dari Klinik Gizi Buruk Losari

iklan
PERCEPATAN pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) dirasa sangat mendesak, terutama untuk sektor kesehatan. Dari hasil Pertemuan Regional Penyusunan Rencana Aksi Daerah dalam Percepatan Pencapaian Target MDGs di Surabaya Juli 2010, dilaporkan beberapa keberhasilan sektor kesehatan.

Pencapaian itu antara lain prevalensi anak balita dengan berat badan di bawah normal berkurang hampir setengahnya dari 31% pada tahun 1989 menjadi 18,4% pada tahun 2007.

Walaupun sebenarnya harus lebih bekerja keras lagi karena target tahun 2010 ini sebesar 15,5%. Penanganan terhadap gizi buruk pada bayi dan balita menjadi sangat penting, mengingat kontribusi status gizi buruk memungkinkan terjadinya kematian pada bayi dan balita.

Penurunan angka kematian bayi dan balita juga merupakan target MDGs sasaran keempat. Target angka kematian anak di bawah umur lima tahun yang harus dicapai pada tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Sebuah perjuangan yang cukup berat mengingat pencapaian angka kematian anak tersebut baru 44 per 1.000 kelahiran hidup pada 2007.

Mendongkrak target MDGs bukanlah hal gampang, dibutuhkan pemimpin yang mengedepankan kerja kreasi bukan birokrasi. Tidak mudah memang menumbuhkan jenis kepemimpinan seperti ini, yang mampu menerobos kebuntuan birokrasi. Di sisi lain harus pandai memilih program apa saja yang mampu mendongkrak target tersebut.

Sekadar contoh, belajarlah dari Puskesmas Losari Kabupaten Brebes yang berhasil mengembangkan klinik gizi buruk. Pahitnya berita mengenai nasi aking yang dikonsumsi warga binaannya dan ditemukannya anak dengan gizi buruk, membuat dokter Liliana sebagai pimpinan puskesmas, mesti berpikir keras untuk menuntaskan permasalahan ini.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, maka pimpinan beserta staf puskesmas memutuskan untuk menggagas dibentuknya klinik gizi buruk. Tidak ada dana operasional sepeser pun ketika program dimulai, April 2008. Dana dihimpun melalui oegawai puskesmas dengan menyisihkan sedikit pendapatan mereka ketika menerima berbagai macam insentif, seperti gaji ke-13, tunjangan penghasilan, ataupun dari pengunjung puskesmas.

Disediakan kotak untuk menampung dana tersebut. Dalam perjalanannya, sempat kotak berisi uang tersebut ’’digondol maling’’, sebuah romantika perjuangan pun mewarnai perjalanan keberhasilan program ini.
Dibantu Karyawan Klinik gizi buruk dibuka tiap Jumat dan Sabtu. Bayi dan balita diperiksa secara rutin seminggu sekali, kemudian diberi makanan tambahan berupa susu, bubur susu, ataupun biskuit. Ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK), yang akan berpengaruh terhadap status gizi bayinya, tiap bulan diperiksa kadar haemoglobin (hb) dan tiap minggu diberi susu.

Penemuan kasus gizi buruk dilakukan oleh bidan yang tersebar di desa yang berada di wilayah kerja puskesmas. Tidak jarang tokoh masyarakat ataupun warga setempat melaporkan. Terkadang bagi warga yang berhasil menemukan kasus gizi buruk, diberikan insentif sekadarnya. Tidak semua kasus gizi buruk dapat tertangani dengan baik. Pada April 2009 kasus gizi buruk yang meninggal tercatat dua balita, sedangkan Februari 2010 meninggal satu balita.

Sampai saat ini, klinik gizi buruk di Puskesmas Losari Kabupaten Brebes masih mengandalkan uluran tangan karyawan untuk menyisihkan sebagian pendapatannya ataupun pengunjung puskesmas.

Padahal, klinik ini mempunyai prospek yang menjanjikan, paling tidak sudah beberapa daerah dari luar Brebes yang berkunjung untuk mengadopsi bagaimana caranya menangani kasus gizi buruk di luar mainstream yang telah digariskan dari atas. Diperlukan komitmen yang jelas dari berbagai pihak untuk memajukan klinik ini sehingga mampu mendorong tumbuhnya terobosan baru sebagai bentuk rencana aksi daerah dalam mempercepat target MDGs.

Permasalahan yang lain, kita tidak terbiasa mengapresiasi dan menghargai terhadap kerja kreatif seperti ini. Kita terpola lebih asyik mengerjakan hal-hal yang bersifat rutin. Harus sesuai birokrasi, tidak berani berbeda menangani masalah. Terbukti, pekerjaan rutin yang kita lakukan selama ini, tidak menghasilkan apa-apa.

’’Lesson learn’’ klinik gizi buruk di Puskesmas Losari itu mampu membuktikan bahwa biaya yang murah melalui program yang sangat sederhana pun mampu mengatasi masalah tanpa harus menunggu bantuan konsultan yang mahal itu dan kucuran dana dari negara asing sekali pun. Saat ini, berkreasi menjadi sangat penting mengingat, boleh jadi rutinitas akan membunuh ide-ide cemerlang kita. (10)

— Awaluddin Abdussalam, peserta Lokakarya Program Percepatan Pencapaian MDG4-Reach di Bandung, Kasi Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Brebes.

0 comments:

Post a Comment