Hernia Inguinalis

iklan
Konsep Dasar Penyakit
Anatomi Fisiologi
Pada dasarnya daerah ingunalis atau regio inguinalis terdiri dari tiga bagian besar yaitu trigonum inguinale (Hesselbach), annulus inguinalis (cincin inguinal) dan kanalis inguinalis yang akan dijabarkan dibawah ini :
1. Trigonum Inguinale (hesselbach) dibatasi oleh :
a. Kearah medial oleh tepi lateral muskulus rectus abdominis (linea semilunaris)
b. Kearah lateral oleh arteri dan vena epigatrika inferior
c. Kearah inferior oleh ligamentum inguinale, merupakan suatu area yang sangat lemah dan sering merupakan tempat untuk Hernia Inguinalis Directal
2. Anulus Inguinalis (cincin inguinal)
a. Annulus Inguinalis Superfisialis
1) Merupakan suatu pintu triangularis pada aponeurosis muskulus oblique abdominis eksternus
2) Terletak tepat lateral terhadap tuberkulum pubikum
3) Menyalurkan funikulus spermatikus pada laki-laki dan ligamentum teres uteri pada wanita
b. Annulus Inguinalis Profundus
1) Terletak dalam fasia transversalis, tepat lateral terhadap arteri dan vena epigastrika inferior
2) Dibentuk oleh perluasan embrionik prosessus vaginalis yang melalui dinding abdomen dan sebagai akibat perjalanan testis melalui fasia transversalis selama desensus testikulorom ke dalam skrotum

3. Kanalis Inguinalis
a. Mulai pada annulus inguinalis profundus dan berakhir pada annulus inguinalis superfisialis
b. Dinding-dindingnya :
1) Dinding anterior
Aponeurosis muskulus oblique abdominis eksternus dan oblique abdominis internus yang berasal dari separuh lateral ligamentum inguinale
2) Dinding posterior
Aponeurosis transversus abdominis dan fasia transversalis
3) Atap
Serabut yang melengkung dari muskulus oblique abdominis internus dan tranversus abdominis
4) Lantai
Ligamentum inguinale dan ligamentum lakunare, lebih kecil pada wanita daripada laki-laki. Menyalurkan funikulus spermatikus atau ligamentum teres uteri dan nervus ilioinguinalis
c. Kanalis Inguinalis pada fetus laki-laki
Menyalurkan duktus deferen, arteri dan vena testikularis, muskulus kremaster, prosessus vaginalis, rami genitalis nervus genito femoralis, nervus ilioinguinalis, arteri dan vena duktus deferen, flexus nervus testikularis, limfatik dan sebagainya. (Lawrence, 1983 ; 667)
Menurut Richard (1989 ) secara umum hernia terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1. Kantong Hernia
Kantong hernia merupakan diverticulum peritoneum dan mempunyai leher dan badan.
2. Isi Hernia
Terdiri atas setiap sruktur yang ditemukan dalam rongga abdomen. Misalnya : usus, ovarium, jaringan penyangga usus (omentum) sampai organ padat seperti ginjal, dll.

3. Pelapis Hernia
Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen dan dilewati oleh kantong hernia.

B. Pengertian
Kata Hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu, baik secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. (www.Indomedia.com, 2007).(Mansjoer,2000:313).
Dalam Medicastore.com Hernia Inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah lubang dinding perut kedalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke dalam skrotum ( kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan.
Jadi, Hernia Inguinalis adalah penonjolan sebagian usus melalui sebuah lubang dinding perut dilipat paha, baik didapat atau kongenital.

C. Penyebab
1. Kongenital
Terjadi kegagalan dalam hal penutupan prosesus vaginalis (pintu/liang yang menonjol menuju vagina).
Terjadi sejak bayi lahir, seperti : hernia inguinalis, hernia umbilikalis,hernia bochdalek.
2. Didapat / akuisita
Terjadinya hernia setelah dewasa / manula, hal ini disebabkan adanya tekanan intra abdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama, misalnya : pada batuk kronis, gangguan proses kencing (prostat hipertropi, striktur uretra), konstipasi kronis, asites, dan trauma kecelakaan.
3. Faktor predisposisi
Terjadi karena peningkatan tekanan intra abdominal, misal pada saat mengangkat benda berat, meniup terompet atau terlalu kuat mengedan.
D. Klasisfikasi
1. Menurut tempat lokasinya
a. Hernia scrotalis
b. Hernia femoralis
c. Hernia umbilikalis
d. Hernia inguinalis
e. Hernia insisional
f. Hernia fragmentika
g. Hernia epigastrika
2. Menurut gejala
Hernia Refonsibilis
Penonjolan yang terjadi dan benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali secara normal.
Hernia Irrefonsibilis
Penonjolan yang terjadi dan tonjolan tersebut tidak dapat dikembalikan secara manual disertai nyeri tekan.

Hernia Inkarserata
Hernia yang tak bisa kembali serta terjadi gangguan pasase usus dan nyeri hebat
Henia Strangulata
Nyeri hebat, pembuluh darah terjepit, gangguan vaskularisasi karena masih ada sisa makanan di usus yang terdapat penonjolan tersebut maka akan terjadi eksudat cairan.
Hernia Richter
Hernia refonsibilis yang turun naik
E. Tanda dan gejala
Nyeri
Ada benjolan
Mual
Kembung
Tidak flatus / BAB

F. Penatalaksanaan
Penyebab hernia adalah kelainan anatomi, maka tidak ada cara lain yang lebih efektif selain tindakan pembedahan untuk mengoreksi kelainan anatomi tersebut. Bagi pasien yang menolak operasi atau karena tidak memungkinkan untuk dioperasi, maka dianjurkan pemakaian truss (penopang). Terapi non-bedah berupa pemakaian truss ini hanya bersifat menunjang, sama sekali tidak memperbaiki hernia itu, apalagi menyembuhkannya.
Pada hernia inguinalis akan dilakukan tindakan bedah elektif, sedangkan pada irrefonsibilis maka diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan lagi. Sedangkan pada inkarserata dan strangulasi maka perlu dilakukan bedah darurat. Tindakan bedah pada hernia disebut herniotomi (memotong hernia) dan herniorafi (menjahit kantong hernia).
Pada anak-anak tindakan hanya dilakukan untuk menutup lubang sebelum anak mencapai usia setahun biasanya belum dilakukan tindakan, diharapkan lubang akan mengikuti pertumbuhannya. Namun, jika setelah berusia setahun lubang masih terbuka maka disarankan untuk operasi, karena kalau dibiarkan akan bertambah besar. (FKUI. 1985 :356)

G. Kompilkasi
Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskuler.
Pada keadaan strangulata akan timbul gejala ileus yaitu perut kembung, muntah, dan obstipasi. Pada keadaan ini nyeri timbul lebih berat dan kontinue, daerah benjolan menjadi merah dan pasien menjadi gelisah.
H. Diagnosis Banding
a. Hidrokel
b. Limfadenofati inguinal
c. Testis ektopik, yaitu yang masih berada di kanalis inguinalis
d. Orkitis atau peradangan pada testis

Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, dll.
2. Pola fungsional
a. Keluhan utama
Adanya benjolan pada daerah lipat paha. Tidak bias flatus / BAB, mual dan muntah, nyeri serta kemerahan pada daerah benjolan bila suda terjadi hernia inkarserata.
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh adanya benjolan pada lipat paha. Bila tahap awal benjolan tersebut masih dapat dimasukkan tetapi bila sudah memasuki stadium lanjut, benjolan tersebut tidak dapat dimasukkan kembali, bahkan dapat mengakibatkan nyeri, gangguan pasase usus, tidak dapat flatus / BAB dan mual muntah. Tanyakan tindakan yang telah dilakukan pasien untuk mengatasi keluhan yang dialami.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Pasien mungkin pernah menderita TBC, BPH, Striktur Uretra, batu buli-buli, DM, pasin mungkin pernah mengalami pembedahan pada daerah abdomen.
d. Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji apakah ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang dialami pasien, apakah ada keluarga yang menderita DM, TBC, dan penyakit lainnya.
3. Pola nutrisi metabolik
Kebiasaan makan sebelum sakit dan disaat sakit, BB 6 bulan terakhir, makanan yang disukai dan tak disukai, konsumsi sayur dan buah, adanya keluhan mual dan muntah. Pemeriksaan fisik : TB,dan BB sekarang, kemungkinan terjadi penurunan BB. Terjadi peningkatan suhu tubuh 38,8 °C. Selain itu, juga perlu dikaji keadaan rambut dan kulit kepala, keadaan gigi, mulut, leher, dan keadaan abdomen (teraba atau tidaknya hepar atau lien).
4. Pola eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK sebelum sakit dan saat sakit, keluhan BAB dan BAK. Pemeriksaan fisik : keadaan abdomen; striktur, distensi, nyeri tekan, keadaan bising usus. Ada / tidaknya nyeri ketuk pada daerah ginjal, teraba / tidaknya ginjal dan distensi Blast
5. Pola aktivitas dan latihan
Keterbatasan akivitas karena benjolan dan nyeri yang dirasakan saat pergerakan. Pemeriksaan fisik : adanya benjolan, pembengkakan dan kemerahan serta nyeri pada daerah lipat paha. Juga perlu dikaji TTV, rentang gerak dan skala kekuatan otot.
6. Pola istirahat dan tidur
Pola kebiasaan tidur pasien sebelum dan saat sakit serta masalah yang mengganggu dalam pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur klien kemungkinan diakibatkan dari rasa nyeri/ketidaknyamanan. Pemeriksaan fisik: keadaan mata dan lingkaran hitam disekitar mata.
7. Pola kognitif-konseptual
Hal yang perlu dikaji adalah penglihatan, pendengaran, penghidu dan status mental. Apakah ada gangguan di penglihatan, pendengaran, penghidu dan penurunan status mental.
8. Pola persepsi diri/konsep diri
a. Harga diri
Hubungan pasien dengan keluarga dan orang lain. Apakah keadaan sakit mempengaruhi hubungan pasien dengan keluarga dan orang lain dan tentang keadaan emosional saat sakit.
b. Ideal diri
Kaji tentang harapan pasien terhadap dirinya sendiri, apakah keadaan sakit mempengaruhi/menghambat pasien dalam mewujudkan keinginan yang ingin dicapainya.

c. Citra tubuh
Kaji persepsi pasien terhadap gambaran dirinya sekarang. Apakah sakit mempengaruhi persepsi terhadap gambaran dirinya.
d. Peran
Kaji kedudukan atau posisi dan tugas pasien dalam keluarga dan masyarakat, apakah pasien merasa bahwa keadaan sakit berpengaruh terhadap kemampuan dan peran pasien dalam melaksanakan tugas, terutama didalam keluarga.
e. Identitas diri
Kaji status dan posisi pasien sebelum dirawat, kepuasan terhadap status dan posisinya dalam keluarga atau masyarakat. Apakah sakit mempengaruhi status dan posisi pasien dalam keluarga maupun masyarakat.
9. Pola peran dan hubungan
Paien mungkin menarik diri karena malu dan menyusahkan orang lain.
10. Pola seksualitas
Pada orang dewasa, pasien mungkin merasa tidak dapat membahagiakan pasangannya.
11. Pola pertahanan-koping-toleransi stress
Pasien mungkin tidak dapat menerima penyakit yang dialaminya, tidak mampu memecahkan masalah dan mungkin memerlukan orang lain untuk memecahkan masalahnya.
12. Pola nilai kepercayaan
Pasien mungkin bersikap pasrah dan menyerahkan semuanya kepada tuhan. Juga perlu dikaji apakah ada hambatan/kesulitan dalam melaksanakan kegiatan ibadah, apakah pasien memerlukan kunjungan pemuka agama.
13. Pemeriksaan diagnostik
Urinalisis :
Munculnya SDM/bakteri yang mengindikasikan infeksi


Tes kehamilan :
Hasil positif akan mempengaruhi waktu prosedur dan pilihan zat-zat farmakologis
JDL :
Peningkatan JDL adalah indikasi dari proses inflamasi, penurunan JDL dapat mengarah kepada proses-proses vital
Hemoglobin :
Indikasi adanya anemia
Elektrolit
GDA
Waktu koagulasi
SDP
Sinar X dada
EKG

B. Diagnosa keperawatan
  1. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubugan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, salah interpretasi/tidak akrab dengan sumber informasi
  2. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasional, kehilangan kontrol, hasil yang tidak dapat diperkirakan, perubahan status kesehatan, ketidakcukupan pengetahuan tentang rutinias praoperasi, latihan dan aktivitas pasca operasi.
  3. Potensial terjadinya perubahan konsep diri berhubungan dengan adanya benjolan/pembengkakan pada inguinal.
  4. Potensial komplikasi inkarserata berhubungan dengan penurunan isi hernia sekunder terhadap peningkatan aktivitas Pasca operasi
  5. Nyeri (saat mengedan) berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integritas otot.
  6. Potensial komplikasi retensi urine berhubungan dengan nyeri, trauma dan pemggunaan anastesi selama pembedahan abdomen bawah
  7. Kurang pengetahuan, potensial komplikasi gastrointestinal berhubungan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat menimbulkan kekambuhan.
  8. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan retensi perkemihan akut, insisi pembedahan dan inflamasi skrotum sekunder terhadap herniorafi.
  9. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap pembatasan diit.
  10. Resiko inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan sisi operasi/pembatasan diit, obat, tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjut.

0 comments:

Post a Comment