KOMPAS.com - Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak, atau benang emas dengan sistem sulam. Tapis lampung merupakan hasil tenun benang kapas dengan motif, benang perak atau benang emas, dan menjadi pakaian khas suku Lampung. Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung dengan motif seperti motif alam, flora dan fauna, yang disulam dengan benang emas dan benang perak.
Tapis lampung termasuk produk kerajinan tradisional karena peralatan yang digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih sederhana dan dikerjakan oleh perajin. Kerajinan ini dibuat oleh kaum perempuan, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya melakukan aktivitas ini untuk mengisi waktu senggang dan memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain tapis saat ini diproduksi oleh perajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Kain tapis ini menghiasi event Jakarta Fashion Week 2012 (JFW 2012) karena digunakan oleh desainer fashion Dee Ong, pendatang baru di dunia fashion yang fokus mengangkat kain-kain tradisional pada rancangannya. Setelah tahun lalu mengeksplorasi batik nusantara dan membuat koleksi 33 batik dari 33 provinsi, tahun ini Dee Ong mengeluarkan 13 koleksi busana berbahan dasar kain tapis lampung.
Tantangan Dee untuk gelaran tahun ini adalah bagaimana membuat kain tapis yang cukup berat agar bisa menarik perhatian pecinta fashion, sehingga dapat digunakan untuk kegiatan sehari-hari. "Saya ingin menunjukkan bahwa kain tapis itu tidak seribet yang dibayangkan, dan bisa jadi busana kasual, bukan cuma untuk event-event tertentu," jelas Dee Ong pada Kompas Female, sebelum fashion show di Fashion Tent, Pacific Place, Jakarta, Minggu (13/10/2011) lalu.
Koleksi busana Dee pada JFW 2012 didominasi oleh warna coklat, sebagai aksen untuk tema yang diangkatnya, yakni "My Coffee in the Famous Tapis". Tema kopi dipilih perempuan bernama asli Diana Safitri ini sebagai ide yang representatif berdasarkan aspek geografis daerah penghasil kain tapis, yakni Lampung. Kota ini rupanya juga terkenal sebagai penghasil kopi.
Kain tapis yang berat didesain oleh Dee menjadi blazer atau coat panjang, meski koleksi busananya kali ini didominasi oleh busana kerja dan gaun cocktail. Pada salah satu koleksinya, Dee menggunakan motif yang beragam dengan warna motif biru, merah, dan coklat yang disatukan dalam satu blazer berwarna putih. Untuk pakaian dalamannya, Dee memilih kain sutera cina berwarna merah terang yang senada dengan salah satu warna motif pada blazer dan berbentuk gaun pendek. Ukuran gaun yang lebih pendek dari blazer membuat pengguna busana ini akan tampak seksi dan elegan.
Ada pula busana kerja dengan blazer dengan lengan tiga perempat berwarna merah marun yang dipadukan dengan rok pendek seukuran lutut. Untuk blazer dan rok, Dee Ong menggunakan kain tapis yang sama dengan ujung lengan, ujung blazer, dan ujung rok yang dijahit dengan motif yang serupa.
Busana kerja lainnya yang dirancang Dee Ong adalah atasan kemben yang dipadukan dengan celana panjang dengan pipa lebar (flare). Kemben dan celana panjang berwarna keperakan ini menggunakan bahan sutera cina, namun sisi dada, pinggang, dan ujung pipa celana dipadukan dengan motif kain tapis berwarna coklat. Untuk menambah kesan formil, busana ini dipadukan dengan blazer panjang dari kain tapis yang berat, dengan motif berwarna coklat tua dan tingkat warna sedikit lebih gelap dibandingkan kemben di dalam blazer.
Ada pula blazer hitam berkerah cina dengan satu kancing di bagian kerah, berbahan dasar kain tapis, dipadukan dengan gaun coklat muda bermotif tapis. Gaunnya terbuat dari kain sutera cina dengan motif tapis. Motif tapis memenuhi keseluruhan gaun, sedangkan untuk blazer, motif hanya menghiasi bagian leher, dimana bagian depan blazer membentuk selendang lurus dari atas hingga bawah blazer, dan di bagian pergelangan tangan blazer. Sedangkan blazer-nya sendiri berwarna hitam polos. Busana ini cocok digunakan untuk bekerja, sekaligus untuk pesta informal di luar kantor.
Selain busana-busana kerja yang juga bisa digunakan untuk hang-out, Dee juga membuat cocktail dress berbahan sutera cina berwarna ungu bermotif kain tapis. Gaun koktil model kemben dengan satu tali bermotif batik yang menyilang di bagian dada kanan ke bahu kiri ini tampak unik dengan ujung gaun yang asimetris dengan sudut kemiringan yang dibuat berlawanan arah dengan tali kemben.
Gaun koktil lain yang dirancang Dee adalah atasan panjang hingga menyentuh lutut yang membentuk garis diagonal menyerupai daun dengan tali berbentuk one shoulder. Atasan gaun berbahan dasar kain sutera cina coklat tersebut dipenuhi motif tapis di seluruh kain. Untuk bawahannya, Dee memilih rok panjang transparan berwarna coklat polos dengan tingkat warna yang lebih gelap dibandingkan kain untuk atasan.
Dari 13 koleksi busana Dee Ong, ada satu ciri khas yang bisa diperhatikan, yakni di setiap ujung lengan blazer, kerah blazer, tali gaun, hingga ujung rok dan ujung celana selalu dibordir dengan motif kain tapis. Untuk dress, Dee mengombinasikan bahan dasar sutera cina dengan motif tapis, agar motif ini bisa tetap digunakan tanpa membuat pemakainya merasa gerah atau berat. Untuk busana kerja pun, Dee menggunakan kain tapis khusus untuk blazer, yang kemudian dipadukan dengan dalaman dari bahan dasar sutera cina.
Dee Ong yang berlatar belakang pendidikan jurusan Sastra Cina ini mengakui bahwa dirinya sangat tertarik kepada kebudayaan China. Nama Ong pada namanya adalah nama suaminya yang dari suku Tionghoa, dipadukan dengan nama panggilannya Dee (dari Diana Safitri). Oleh karena itu, tak heran jika koleksi busananya tahun lalu adalah perpaduan antara batik dengan kain China. Untuk koleksi tahun ini pun, ia memadukan kain sutra cina dengan kain tapis dari Lampung. Kesan modern dan tradisional menyatu, menghasilkan busana siap pakai yang easy to wear, sesuai targetnya dalam merancang busana dari kain tradisional.
0 comments:
Post a Comment