Stephanie Handojo (17 tahun), penderita downsyndrome yang berlatih piano di Ven's Club, Professional Private Music Teacher yang membuka kelas terapi musik bagi anak-anak downsyndrome, Kelapa Gading, Jakarta, Jum'at (06/03). [TEMPO/Arif Fadillah : AFS
Kamis, 23 Februari 2012 | 16:48 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mengajar anak untuk bernyanyi tidak semudah yang dibayangkan. Kesulitan terbesar adalah ketika si anak tidak mau berkomunikasi. "Kalau pendekatannya gagal, biasanya saya tanya anak itu maunya apa," kata Gabriel Harvianto, pengajar di Sekolah Musik Elfa's Secioria.
Musisi yang sudah sepuluh tahun mengajar musik ini tetap memiliki keyakinan kalau pendekatan secara intens bisa meruntuhkan kekakuan anak hingga komunikasi berjalan lancar. Seorang guru juga harus memahami mood anak didiknya, sehingga diperlukan waktu dan kesabaran yang tinggi.
"Jika membuahkan hasil, murid akan mengajukan syarat terlebih dulu sebelum memulai pelajaran bernyanyi. Biasanya saya menyuruh anak-anak menggambar atau pura-pura menjadi kuda," ujar Gabriel.
Jika sudah begitu akan lebih mudah bagi Gabriel membujuk muridnya untuk bernyanyi. "Dari dulu saya suka anak kecil, tidak masalah diajak main terlebih dahulu," kata penyanyi asal Malang itu.
Gabriel mengatakan ilmu memahami perasaan anak-anak didapatkan dari mendiang musisi Elfa Secioria. "Bang Elfa berpesan, jangan hanya pintar mengajar bernyanyi, tapi juga pintar memahami psikologis anak."
Musisi ini rencananya akan menjadi salah satu pengisi acara di konser amal bertajuk "Hearts for NTT" yang bertujuan menggalang dana bagi pendidikan anak-anak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Acara diselenggarakan di Eagle Auditorium, The Kuningan Place, Jakarta, pada 31 Maret 2012. Acara dengan konsep orkestra ini menghadirkan komposer Aminoto Kosin, musisi Dira Sugandi, Sandhy Sondoro, Oktav Tumbel, dipandu oleh pembawa acara Choky Sitohang.
SATWIKA MOVEMENTI
0 comments:
Post a Comment