Kamis, 23 Februari 2012 | 13:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Maisaroh, sebut saja begitu, tergolek lemah di ranjang sebuah rumah sakit umum di daerah Jakarta Selatan. Tubuh bocah 6 tahun itu tinggal tulang terbungkus kulit. Padahal sebelumnya gadis kecil ini sangat aktif, sehat, cerdas, dan berprestasi di sekolahnya. Kini, bocah yang gemar menari Bali ini sedang berjuang melawan komplikasi campak berupa ensefalitis alias radang otak.
"Ia terkena campak yang mulai menjalar ke otak dan sempat mengalami koma pada 27 November tahun lalu, sehingga harus dirawat di ruang ICU," ujar Rendra, bukan nama sebenarnya, ayah kandung Maisaroh.
Setelah sadar dari komanya, Maisaroh sempat kehilangan memori. Tak hanya itu, akibat campak, ia harus berjuang melawan penyakit paru-paru dan gizi buruk. "Rubella, atau campak Jerman, telah menghantam fungsi hati, paru, dan otaknya," ujar Rendra.
Campak adalah penyakit dengan ruam akut yang disebabkan oleh virus campak atau rubella. Gejala dimulai dengan demam, radang selaput lendir, lalu muncul ruam berwarna merah di kulit, yang diikuti oleh pengelupasan atau terlepasnya sisik (lapisan tanduk kulit).
Menurut Mulya Rahma Karyanti, dokter spesialis anak dari Divisi Penyakit dan Infeksi Tropis Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, virus campak termasuk golongan paramyxovirus. Virus ini dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau penyulit berupa komplikasi. Selain ensefalitis, komplikasi yang sering dijumpai adalah bronkopneumonia (infeksi paru) dan gastroenteritis (infeksi saluran cerna).
Selama ini, campak lebih banyak menyerang bayi atau balita karena kekebalan tubuh mereka masih lemah. Penularan penyakit ini sangat mudah, yaitu melalui udara. "Campak jarang terjadi pada orang dewasa," ujar Karyanti.
Saat masuk ke tubuh, campak memiliki tiga stadium. Pada stadium pertama, virus campak mengalami inkubasi selama 10-12 hari. Stadium kedua, virus campak mulai menunjukkan gejala pada pasien, seperti pilek dan batuk yang meningkat serta mata dan tenggorokan berair. Pada stadium ketiga, atau stadium penyembuhan, ruam kemerahan di kulit mulai timbul. "Dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki," ujar Karyanti, "Ruam timbul didahului dengan suhu badan meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas."
Tanpa penanganan yang tepat, campak yang menyerang tubuh bayi atau balita dapat menyebabkan komplikasi, salah satunya berupa radang otak seperti dialami Maisaroh. Komplikasi biasanya terjadi pada hari keempat atau ketujuh setelah timbulnya ruam. Dalam sejumlah kasus, komplikasi ini gagal ditangani, sehingga berujung kematian.
Komplikasi ensefalitis dapat terjadi melalui serangan langsung virus campak ke otak. Gejalanya dapat berupa kejang, letargi (berkurangnya kesadaran), dan koma. Menurut Karyanti, kasus komplikasi campak berupa ensefalitis yang berujung pada kematian jarang terjadi. "Sekitar satu dari 1.000 kasus campak dengan angka mortalitas sekitar 30-40 persen," ujarnya.
Campak mudah menyerang bayi atau balita yang tidak diimunisasi atau di-booster (imunisasi ulang). Penyakit ini juga gampang menyerang bayi atau anak penderita gizi buruk lantaran daya tahan tubuh yang lemah.
Untuk menghindari campak, menurut Karyanti, vaksinasi campak lengkap pada anak, seperti MMR (measles, mumps, rubella), sangat perlu. Ia juga mengimbau para orang tua agar memiliki kesadaran tinggi serta tidak menganggap remeh timbulnya gejala awal campak seperti batuk dan pilek yang tidak kunjung membaik, sesak napas, lemas, sulit makan dan minum, diare, penurunan kesadaran, serta kejang. Selain memberi obat sesuai dengan keluhan, kata Karyanti, "Saat campak menyerang, hindari minuman dingin, makanan berminyak, gorengan, permen, atau makanan manis lainnya." CHETA NILAWATY
0 comments:
Post a Comment