Hindari Anak dari Perilaku Negatif

iklan
Sindikasi lifestyle.okezone.com
KapanLagi.com: Woman
Hindari Anak dari Perilaku Negatif
Nov 9th 2011, 01:31

PENANAMAN nilai dan moral yang baik dan berlaku di masyarakat kepada anak harus dilakukan orangtua sejak dini. Tujuannya agar anak tidak terjerumus melakukan tindakan negatif.
 
Maia Estianty tersentak. Anak sulungnya Ahmad Al Ghozali, 14, yang kini berada di bawah pengasuhan mantan suaminya, musisi Ahmad Dhani, kedapatan menenggak minuman beralkohol dan merokok. Al melakukan kegiatan tersebut saat merayakan pesta Halloween bersama dengan teman-teman wanitanya. Foto-fotonya pun menyeruak bebas di dunia maya.
 
Sebagai seorang ibu, Maia mengaku kecolongan. Apalagi tindakan yang dinilai negatif tersebut dilakukan Al di rumah pribadi pentolan Duo Maia itu di Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tak dinyana, Maia merasa kecewa dan malu dengan perilaku buah hatinya itu meskipun Al kabarnya sudah meminta maaf dan berjanji tak akan mengulanginya.
 
Tak hanya Maia, problem ini juga banyak dialami para orangtua, terutama yang memiliki anak yang tengah beranjak remaja. Anak yang diharapkan menjadi kebanggaan orangtua, ternyata menjalani perilaku buruk dan tak terpuji seperti merokok, mengonsumsi alkohol, narkoba, dan seks bebas. Tentu kejadian ini mencoreng nama keluarga.
 
Selalu berulah dan menentang orang tua memang tak terlepas dari sifat seorang remaja. Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPTUI), Fabiola Priscilla Setiawan MPsi, menuturkan, agar anak tak terjerumus pada hal-hal negatif, tidak bisa dilakukan secara instan. Penanaman nilai-nilai baik dan buruk harus dilakukan sejak dini, bahkan sebelum anak bisa bicara.

"Secara bertahap sejak kecil, kira-kira mulai usia dua tahun, anak sudah ditanamkan pengetahuan mengenai mana perbuatan baik dan mana yang buruk. Intinya selalu dikomunikasikan dan distimulasi kepada anak karena mereka belum bisa memilih yang boleh dan tidak boleh dilakukan," ujarnya ketika dihubungi Harian Seputar Indonesia.
 
Rangsangan yang diberikan pada anak usia dini secara terus-menerus, dia menyebutkan, dapat menjadi kebiasaan yang melekat hingga dewasa. Meskipun hanya sebuah aturan kecil, misalnya cara makan, memilih makanan, cara berpakaian, cara menyikat gigi, cara memilih bacaan atau menentukan jenis tontonan. Anda juga dapat menyusun batasan dan aturan yang musti dipatuhi buah hati.
 
Beranjak ke usia sembilan tahun, anak akan makin kritis dan sering bertanya. "Jangan sampai Anda bingung. Cari referensi dan jawaban melalui berbagai media seperti internet. Jangan sampai dia mencari jawaban yang salah lewat temannya atau sumber lain," kata lulusan Fakultas Psikologi Universitas Atma Jaya ini. Setelah anak tumbuh menjadi praremaja, penjelasan mengenai norma-norma mana yang baik dan tidak baik musti lebih spesifik.
 
Misalnya pelarangan meminum minuman keras. Anda harus menerangkan kandungan alkohol itu apa saja dan minuman ini tidak boleh dikonsumsi karena selain mengganggu kesehatan, juga menghilangkan kesadaran sehingga menjadi pemicu tindakan kejahatan. "Anak akhirnya sadar jika tindakan negatif seperti minum alkohol dapat merusak dirinya sendiri," kata Fabiola.
 
Akhirnya, saat anak memasuki usia sekolah menengah, kesadaran akan menyayangi dan mencintai diri sendiri akan semakin kuat.Apalagi, Fabiola mengatakan, pada masa ini anak sudah mulai dapat mengambil keputusan dan menentukan jalan hidupnya sendiri. Anak nantinya tidak lagi berpikir soal sanksi yang didapat ketika tidak menuruti kemauan orangtua, tetapi dampak yang akan mengena pada dirinya jika melakukan tindakan tak terpuji.

"Bagaimana anak bisa cinta dengan dirinya sendiri, jika orang tua dan lingkungannya tidak mendukungnya," imbuhnya.
 
Memang, lanjut dia, temperamen anak juga memengaruhi. Ada anak yang masuk dalam kategori easy child, yakni anak mudah ditanamkan nilai baik dan buruk. Ada juga yang termasuk ke dalam difficult child. Untuk jenis anak seperti ini, orang tua musti memiliki banyak cara untuk mengomunikasikan apa pun yang ingin disampaikan agar bisa sampai ke tujuan.
 
"Awalnya ada semacam pertentangan dalam diri pada kategori anak ini. Orang tua harus tenang dan jangan panik. Berikan bukti nyata tentang suatu hal. Misalnya mengajaknya ke panti rehabilitasi narkoba untuk memperlihatkan efek yang ditimbulkan para pecandu," ujar Fabiola.
 
Selain dua kategori anak tersebut, ada lagi yang disebut slow to warm up child. Artinya, anak butuh lama untuk mengerti dan paham mengenai nilai-nilai yang ingin disampaikan oleh Anda. Hal ini bukan karena tingkat intelegensianya yang kurang, namun memang sifat anak yang butuh "dipompa" beberapa kali agar cepat "panas".
 
Menyinggung soal anak yang datang dari perceraian orangtua seperti kasus Maia, Fabiola tidak yakin jika hal itu merupakan pemicu anak melakukan tindakan negatif. Sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan jika anak broken home selalu berujung menjadi pribadi yang nakal atau begajulan. "Anak yang datang dari keluarga baik-baik dan harmonis juga banyak yang akhirnya berperilaku buruk," sebutnya.
 
Meskipun telah berpisah, lanjut dia, orangtua tetap harus bahu-membahu mendidik anaknya hingga dewasa kelak. Tidak bisa hanya satu pihak yang menjalankannya, sementara pasangannya lepas tangan.
 
"Ada bekas istri, bekas suami, tetapi tidak ada bekas anak. Keduanya musti sama-sama berjalan beriringan membesarkan anak sehingga menjadi anak yang menjadi kebanggaan orangtua," kata Fabiola.
(tty)

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

0 comments:

Post a Comment