TEMPO Interaktif, Jakarta - Orang yang mengalami depresi mempunyai peluang lebih besar untuk menderita stroke. Demikian diindikasikan oleh sebuah penemuan terbaru yang dilakukan oleh para peneliti dari Harvard School of Public Health, Amerika Serikat.
Temuan ini mempunyai dampak yang signifikan pada kesehatan publik karena stroke adalah penyebab utama kematian dan cacat tetap. Riset ini menganalisis 28 studi yang dilakukan sebelumnya, yang melibatkan sebanyak 318 ribu orang dan 8.478 kasus stroke.
Para peneliti menemukan bahwa depresi dapat meningkatkan risiko serangan stroke sebesar 45 persen dan sebanyak 55 persen dapat meningkatkan risiko bagi stroke yang mematikan.
Studi yang dipublikasikan di Journal of the American Medical Association pada 21 September juga mengungkapkan bahwa depresi terkait dengan 25 persen risiko terjadinya ischemic stroke--yang disebabkan oleh terhalangnya aliran darah ke otak.
Lebih lanjut, para peneliti mengungkapkan penjelasan mengenai hubungan antara depresi dan stroke itu sebagai berikut.
1. Memiliki neuroendocrine (syaraf dan endokrin) dan sistem kekebalan yang mengalami peradangan.
2. Mempunyai kebiasaan buruk, seperti merokok, duduk terlalu lama, tidak minum obat, makan atau diet yang tidak sehat.
3. Mempunyai riwayat kesehatan lain yang juga merupakan faktor bagi pencetus stroke, diabetes, dan tekanan darah rendah.
"Kesimpulannya, meta-analisis ini menunjukkan bukti yang kuat bahwa depresi adalah sebuah faktor risiko yang signifikan bagi terjadinya stroke. Dengan prevalensi yang tinggi dan kejadian depresi pada masyarakat secara umum, pengamatan kami menunjukkan hubungan penting antara depresi dan stroke secara klinis maupun kesehatan publik," kata peneliti An Pan dan rekan-rekannya dari Harvard School of Public Health melalui siaran pers yang dirilis dalam jurnal.
Ditambahkan oleh para peneliti itu, diperlukan riset-riset lanjutan untuk mengeksplorasi mengapa depresi dapat meningkatkan risiko terjadinya stroke.
USA TODAY | ARBA'IYAH SATRIANI
0 comments:
Post a Comment