Lifestyle » Family » Tetap Mesra Meski Sibuk Bekerja
Sabtu, 24 September 2011 - 08:16 wib
Tetap mesra meski sibuk bekerja. (Foto: Getty Images)
RASANYA sekarang sudah tidak aneh lagi kalau pasangan suami istri sibuk bekerja. Selain ekonomi, mempertahankan dan merintis karier juga sering menjadi alasan utama bagi istri yang bekerja.
Sama-sama sibuk kerja dan pulang ke rumah dalam keadaan lelah bisa mengkibatkan jalinan komunikasi renggang. Ini biasanya yang menjadi awal mula percekcokan antara suami istri, bahkan hingga berujung pada perceraian. Lantas, bagaimana mencegahnya?
Penelitian terbaru di Inggris menunjukkan perempuan yang menikah dan bekerja serta memiliki hubungan keluarga yang mantap adalah perempuan tersehat. Sebaliknya, perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga saja cenderung obesitas.
Ketika dilema antara masih menjadi perdebatan, Dr Anne McMunn, seorang epidemiologi dan Kesehatan Publik University Colleg London (UCL) Inggris, tiba-tiba memberikan jawaban gamblang.
Terlepas dari seluruh perdebatan internal dan masalah domestic keluarga, Dr McMunn dengan tegas mengatakan perempuan yang memiliki peran ganda, yaitu sebagai ibu rumah tangga sekaligus bekerja di kantor ditambah dengan relasi keluarga yang kuat adalah perempuan tersehat di dunia.
Meski sibuk bekerja, masihkah bisa tetap mesra dengan pasangannya? Tentu saja bisa. Caranya, dengan membuat interaksi positif.
Para peneliti mengatakan bahwa interaksi yang positif akan meningkatkan kekebalan dan mengurangi risiko penyakit jantung dengan menjaga hormon stres tetap rendah.
Kata-kata yang lembut dan perasaan hangat dapat menjaga pernikahan tetap sehat. Penelitian menunjukkan bahwa dampak bahasa akan memengaruhi tingkat cortisol pada pasangan muda.
Cortisol adalah sebuah hormon yang berkaitan pada stres, tingkat hormon akan meningkat pada darah ketika stres terjadi. Kenyataannya, peningkatan hormon cortisol pada wanita dua sampai tiga kali lebih mungkin yang mengakibatkan perceraian dalam 10 tahun.
Pasangan yang biasa memakai kata-kata yang lebih positif untuk menggambarkan cerita hubungan mereka dan kata-kata lebih negative ketika mendiskusikan konflik mereka.
Bahasa yang mereka gunakan akan memengaruhi cortisol baik pada pria atau wanita. Tetapi, wanita menunjukkan peningkatan yang tinggi dalam merespon kata-kata negatif. Wanita sangat sensitif pada kata-kata negatif.
Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita memiliki respon fisik yang lebih kuat dan lama terhadap konflik pernikahan dibanding pria. Ini juga menjelaskan mengapa wanita memutuskan lebih sering dari pria, baik dalam memperbaiki atau mengakhiri pernikahan.
Suasana romantis penting untuk diciptakan. Dengan begitu, pernikahan tetap segar dan indah. Pernikahan toh tidak harus dikaitkan dengan soal hubungan intim meski itu memang faktor utama.
Tapi jika Anda membumbui pernikahan dengan keromantisan, tentunya ini akan selalu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi istri atau suami.
Kita semua tentu tahu apa saja hal-hal yang berbau romantis. Kita pun bisa menciptakan suasana tersebut dengan melakukan perbuatan untuk memengaruhi perasaan seseorang dengan cara memberikan perhatian berlebih, hadiah, sentuhan, pujian, atau pun sekotak cokelat.
Bagi pasangan yang sudah menikah, keromantisan juga tetap harus dipertahankan. Romantis pada saat sudah membina rumah tangga tentu tak jauh beda pada saat Anda berpacaran.
Mengungkapkan cinta dengan berbagai macam cara, menyusupkan sentuhan-sentuhan istimewa yang lain dari biasanya, membuat candle light dinner yang istimewa, pergi nonton bersama juga tetap dapat Anda lakukan.
Intinya, cinta dan perasaan kasih harus diperlihatkan dan ungkapkan tiada henti. Dalam menyatukan kehidupan dan rumah tangga, para pasangan memiliki tantangan lain. Masing-masing tentunya memiliki cara sendiri-sendiri dalam melakukan sesuatu.
(Genie/Genie/nsa)
0 comments:
Post a Comment