KOMPAS.com - Selai memang nikmat dijadikan olesan roti saat sarapan pagi. Jangan takut dengan kandungan gula berlebih atau bahan kimia, karena ketiga selai buatan rumahan ini dibuat dari bahan-bahan alami.
Selai Oma Anna, selai nanas beraroma cengkih
Kelezatan masakan nenek, tak pernah hilang dari ingatan Mei Suling (34). Semasa kecil ketika tinggal di Medan, Mei tiap hari menyantap hidangan buatan sang nenek. Salah satu yang paling istimewa adalah selai nanas. "Selai kreasi Oma lebih enak dibanding buatan pabrik. Selai pabrik terlalu manis dan rasa buahnya kurang terasa," kisah Mei.
Inilah yang mendorong Mei untuk mengadopsi resep sang oma. Mei pun menanyakan resep peninggalan omanya ke ibu dan tantenya. Setelah resep didapat, ia mencoba "mengulik" sendiri. Setelah beberapa kali uji coba, akhirnya berhasil ia mengolah selai seperti kreasi omanya. "Ternyata rahasianya ada di paduan nanas dan cengkihnya," jelas Mei sedikit membuka rahasia.
Perlu waktu enam bulan baginya untuk membuat selai yang pas, seperti kreasi neneknya. "Untuk membuat selai, perlu pengental. Awalnya saya pakai agar-agar, ternyata tak cocok. Lalu menggunakan pactin atau ekstrak apel. Hasilnya bagus. Sayang, setelah berputar-putar Kota Bandung, saya hanya menemukan satu toko yang jual."
Mei juga berselancar di dunia maya untuk mempelajari selai. Akhirnya ia menemukan resep jitu yaitu bahan pengental dibuat sendiri, menggunakan apel segar. Hasilnya, lebih pas. Selain itu, ia tak lagi tergantung bahan kepada orang lain.
Setahun silam, Mei mulai pede memasarkan selainya. Apalagi, teman-temannya mendorong langkahnya. Ia mengusung bendera Selai Oma Anna. Tak perlu buka toko secara fisik, ia tinggal memajang karyanya di web. Kala itu, ia membuat selai nanas dan stroberi. "Ternyata banyak yang suka. Rata-rata puas. Padahal harganya lebih mahal dari selai pabrik. Per botol kecil harganya Rp 37 ribu.
Ternyata bagi sebagian masyarakat, harga bukan kendala sepanjang produknya memang bagus. Lewat promosi dari mulut ke mulut, kelezatan Selai Oma Anna makin dicari pelanggan. Pembeli banyak juga yang datang dari luar kota. "Saya sudah kirim ke banyak kota besar. Termasuk Makassar, Pontianak, dan Jayapura," ujar istri Roy Voragen ini.
Mei berusaha memuaskan selera pembeli, salah satunya dengan menambah variasi rasa selai. Kini, ia punya empat rasa yakni stroberi, nanas, jeruk, dan apel. Yang paling laku, menurut Mei, selai stroberi dan nanas. Untuk memberikan cita rasa berbeda, masing-masing selai dipadukan dengan bumbu tertentu. Nanas dipadu dengan cengkih, stroberi dengan kayu manis, jeruk dengan kembang melati, dan apel dipadu daun mint. "Sebagai produk homemade, saya ingin selai ini punya keistimewaan," katanya beralasan.
Biasanya, seminggu sekali Mei membuat selai. Sekali produksi, ia mampu membuat 150-an botol. "Harapannya, sih, usaha ini bisa lebih besar," kata Mei yang mendapat omzet antara Rp 10 – 15 juta per bulan.
Selai Maci, cocok untuk salad
Di Malang lain lagi. Di tangan Roosi Iswindarti (37), buah naga yang banyak dibudidayakan di kota berhawa sejuk ini dijadikan selai. "Sejak menyusui, saya doyan buah naga. Buah ini bagus untuk tambahan nutrisi," jelas Roosi yang terpikir membuat olahan dari buah naga lantaran ingin memanfaatkan buah naga ukuran kecil yang enggak terlalu laku di pasar. "Buah naga yang laku, kan, yang ukuran besar-besar."
Daripada buah tersebut dibuang sia-sia, Roosi semula mengolahnya menjadi jus. "Sayang, jus segar itu hanya bisa bertahan 2-3 hari. Akhirnya saya cari alternatif lain." Dari hasil percobaan Roosi, ketemulah selai ini. "Jusnya saya campur dengan gula cair dengan perbandingan 45:55. Lalu dimasak dengan api kecil sampai mengental. Adonan itu terus diaduk sampai mengental seperti jelly. Dari adonan itu, Roosi membuatnya jadi makanan kecil dan selai.
Setelah jadi, selai buah naga dikemas dan dijual di depan rumahnya di Kedawung, Malang. Banyak teman dan tetangga yang penasaran, dan justru menyukainya setelah mencoba.
Sang suami juga membantu memasarkan selai produksi Roosi. "Kebetulan suami kerja di Surabaya. Nah, tiap pulang ia membawa selai dan dijual di sana," jelas Roosi yang akhirnya memberi label setelah usahanya dinilai mulai berkembang. "Maret lalu kami melabeli dengan nama Maci." Menurut Roosi selai kreasinya ini selain untuk olesan roti juga cocok untuk saus salad, hiasan kue tart, bahkan diseduh menjadi minuman.
Setiap bulannya Roosi memerlukan 50 kg buah naga. Sekali produksi, ia bisa menghasilkan 200 kemasan selai berisi 50-100 gram dan 1 kg dalam bentuk sachet, cup, dan curah. Harganya juga sangat bersahabat, Rp 500 hingga Rp 5.000 per kemasan. "Yang ukuran sachet, untuk travelling lebih enak dibawa-bawa. Kalau yang cup biasanya untuk selai sehari-hari. Anak-anak sekolah senang membeli yang kemasan mungil," tambahnya.
(Tabloid Nova/Ade Ryani)
Baca juga: 8 Langkah Membuat Selai Buah
Sent from Indosat BlackBerry powered by
0 comments:
Post a Comment