Tarikan Mudik Bisa 'Bikin' Jiwa Bersih  

iklan
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tarikan Mudik Bisa 'Bikin' Jiwa Bersih  
Aug 28th 2011, 04:13

TEMPO Interaktif, Jakarta - Saat takbir berkumandang, biasanya terasa ada rasa aneh menyelinap, merindu sesuatu. Getar-getar penyesalan dan rasa bersalah, rasa rindu, bahagia, bercampur aduk selalu menghantui menjelang habis bulan Ramadan. Rasa itulah yang juga dirasakan Fita Maulani, 26 tahun. Perempuan muda ini masih sibuk dengan pekerjaannya sebagai jurnalis. Di sela-sela kesibukan pekerjaan, dia pun harus menyiapkan segala sesuatu untuk mudik ke Bandung.

Kendati sibuk, Fita akan selalu menyempatkan waktunya beberapa jam ketika hari-hari terakhir Ramadan. Ibu satu anak ini akan mencari waktu khusus untuk merenungkan langkah dan perbuatan yang dilalui setahun belakangan ini. "Memikirkan dan mengevaluasi apa yang sudah kulakukan dengan anak, suami, ayah, ibu, saudara, dan uwa," ujarnya.

Fita biasa melakukan kontemplasi sejak masih lajang dan kuliah di Yogyakarta. Biasanya dia akan merenungkannya sebelum pulang ke Bandung. Untuk mendapatkan waktu dan suasana yang tepat, dia akan melakukannya saat malam ketika anak dan suami sudah tidur. Di waktu lain, biasanya dia akan pergi sendiri untuk berenang di kolam. "Enak kalau lagi sepi, di air jadi lebih clear," ujarnya.

Selain kepada keluarga terdekat, Fita merenungkan kesalahan yang tak jarang dilakukan dengan kolega atau narasumbernya. Menjadi jurnalis di sebuah media cetak nasional, hubungan dengan kolega dan narasumber juga sering naik-turun. "Kepikiran dan pingin minta maaf juga," katanya.

Lain lagi dengan Tanty, 40 tahun, yang sudah empat kali Lebaran tidak pernah mudik berlebaran ke rumah orang tuanya di Yogyakarta. Pemilik rumah makan Bebek Kremes di kawasan Cipinang ini mengaku ada rasa kesal dan kecamuk marah yang tidak akan pernah selesai, yang membuatnya mendendam dan tak ingin pulang. "Saya ribut besar dengan Ibu ketika Lebaran terakhir kami bertemu. Persoalannya, Ibu mengoreksi kebiasaan suami saya yang disampaikan secara langsung. Akibatnya, saya dan suami bertengkar hebat hingga berujung perpisahan," ujarnya sedih.

Sejak itu, meski lamat-lamat suara takbir berkumandang mengiris hatinya untuk bersimpuh dan kembali fitri, hal itu tak pernah ia lakukan. Lebaran tahun ini dia ke Yogya. "Stroke yang diderita ibu semakin parah. Selama Ramadan ini saya merefleksi diri dan menyadari begitu besar kesalahan yang tidak termaafkan bila Lebaran kali ini pun tak mudik. Saya khawatir terjadi sesuatu yang akan membuat saya menyesal," ucapnya panjang-lebar.

Suasana Ramadan yang khusyuk untuk ibadah juga mendorong suasana hati buat merenung dan berkontemplasi. "Di saat-saat ini orang mencari harapan-harapan baru, menumpahkan segala rasa frustrasi dan rasa bersalah juga," ujar Diena Haryana, psikolog dari Yayasan Semai Jiwa Amini.

Menurut Diena, kehidupan di kota besar penuh tantangan, penuh suasana amarah. Rutinitas pekerjaan yang penuh ego jauh dari kedamaian membuat orang merasa sepi dan jenuh. Kesibukan juga membuat segala aktivitas dengan keluarga menjauh dan menimbulkan rasa bersalah. "Saat Ramadan, apalagi menjelang Lebaran, secara spiritual mendorong rindu pada yang indah, dekat dengan keluarga," ujarnya.

Kerinduan dan rasa yang mengharu-biru itu muncul dari fitrah manusia yang ingin dekat dengan penciptanya, keluarganya, dan orang-orang tercintanya serta masyarakat. Tak mengherankan jika kemudian fenomena mudik selalu mewarnai sepanjang tahun. Jauhnya jarak dan waktu tempuh tak dihiraukan. Aneka barang oleh-oleh yang dibawa merupakan wujud kecintaan dan kepedulian kepada orang-orang terdekat.

HADRIANI P |DIAN YULIASTUTI

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

0 comments:

Post a Comment