ilustrasi pasangan menikah tapi hidup terpisah (Photo Stock)
VIVAnews - Kebosanan merupakan musuh utama dalam sebuah pernikahan. Sebuah survei membuktikan sebagian besar pasangan bercerai mengaku rasa bosan menjadikan mereka lebih mudah mengambil keputusan mengakhiri rumah tangga.
Iris Krasnow, asisten profesor komunikasi di Universitas Amerika dalam studinya mewawancarai lebih dari 200 wanita mengenai rahasia pernikahan awet. Hasilnya dituangkan dalam buku berjudul 'The Secret Lives of Wives'. Penelitiannya mengungkap, mencipta 'jarak' diantara pasangan adalah kunci sukses sebuah hubungan jangka panjang. Dengan begitu, pasangan akan tumbuh 'secara terpisah bersama-sama.'
"Anda tidak akan hidup bahagia dalam pernikahan bila merasa tidak puas dengan kehidupan di luar pernikahan," katanya seperti dimuat Shine. Menurutnya, ada satu salah paham dalam pernikahan, yaitu memercayai bahwa pasangan satu-satunya sumber kebahagiaan.
"Yang bisa membuat kita bahagia adalah diri sendiri. Ini diperoleh jika Anda menikmati waktu sendiri sehingga merasa bahagia tanpa tergantung pada pasangan."
Caranya bisa berbeda-beda, ada yang hidup terpisah atau berlibur sendiri-sendiri selama beberapa minggu, ada pula yang mengerjakan hobi dan bergaul dengan teman-teman dengan tujuan memisahkan antara kehidupan keluarga dan pribadi. "Semua wanita yang hidup dalam pernikahan awet mengaku mereka memiliki petualangan dan melakukan pencarian yang terpisah dari pasangan, bukan hidup yang saling terpisah."
Batas waktu suami-istri berpisah, menurut Krasnow adalah 3-4 minggu. Dengan begitu, pasangan dapat belajar untuk kehilangan orang tercinta. Berpisah selama beberapa waktu juga menjadi pembangkit cinta dan gairah yang sangat kuat.
Sebuah riset yang dipublikasikan dalam jurnal Family Relation mengungkap, suami yang memiliki pekerjaan yang membuat mereka jauh dari rumah selama berminggu-minggu menjadikan istri menggantikan peran suami dalam rumah. Para istri ini lebih mandiri, memiliki kepercayaan diri serta mengurangi ketergantungan yang mempengaruhi kualitas hubungan jangka panjang.
Namun tak selamanya rasa tergantung buruk. Dr Paul Amato, penulis 'Alone Together: How Marriage in America is Changing' mengatakan pasangan masa kini menghabiskan lebih banyak waktu terpisah satu sama lain ketimbang 20 tahun lalu. Terlalu banyak menghabiskan liburan sendirian, mengenal teman di luar keluarga mereka, atau terlalu bebas menjadikan peluang perceraian lebih terbuka.
"Liburan tanpa pasangan hanya bermasalah jika hubungan tak stabil," kata psikolog Ruth A. Peters, PhD. "Dalam sebuah hubungan yang utuh, liburan terpisah sesekali dapat menambah dimensi untuk pernikahan yang luar biasa," ucapnya kepada MSNBC.
Dia menyarankan, pasangan yang ingin mempertimbangkan hidup atau liburan terpisah perlu memerhatikan beberapa faktor seperti motivasi liburan, stabilitas keuangan dan hubungan, usia anak, dan kesediaan berkompromi. (sj)
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }
0 comments:
Post a Comment