'Hadiah' Tahun Baru 2010 saya adalah vonis dokter bahwa saya menderita penyakit malignant. Saya tidak mengerti apa arti malignant. Ketika rekan yang mengantarkan saya, seorang dokter umum memegang saya dan mengatakan, ibu… tabah ya. Saya mulai menangkap bahwa ini penyakit serius.
KapanLagi.com - Sangat melekat dalam ingatan saya, hari itu tanggal 31 Desember 2009 hampir pukul 12 siang ketika dokter mendiagnoasa penyakit saya. Dokter menambahkan bahwa, ini diagnosa dia, untuk meyakinkan diagnose itu saya perlu melakukan usg 4 dimensi dan radio diagnostik nuklir.
Keluhan ini mulai saya rasakan sekitar 6 bulan sebelumnya, ketika sedang mandi, sabun saya terjatuh. Saya mengambilnya, saya merasa ada ganjalan di bagian bawah payudara kanan saya. Ketika saya mencoba menemukan penyebabnya, rasa mengganjal itu hilang. Saya pikir, saya lakukan USG dan Mammografi saja untuk mengatasi rasa penasaran saya. Karena sibuk, beberapa waktu berlalu sampai 3 bulan kemudian, ketika mau memungut sesuatu yang terjatuh, timbul kembali perasaan yang sama bahkan mulai disertai rasa sakit.
Besoknya saya USG dan Mammografi. Hasilnya: tidak ditemukan kelainan. Karena masih merasakan ada yang tidak beres, saya USG dan Mammografi ulang di Rumah Sakit yang berbeda. Hasilnya sama: tidak ditemukan kelainan. Saya akan melakukan yang ketiga kalinya, rekan saya menganjurkan saya menemui Dokter Bedah Onkolog lain sebagai second opinion yang juga memvonis saya malignant.
Pada USG dan Mammografi yang keempat kalinya di RS khusus kanker, ditemukan tumor yang mencurigakan, kemudian saya kembali ke Dokter Bedah Onkolog tersebut, Dr. Samuel dan dikatakan bahwa saya mengidap kanker payudara. Saya ingat betul, saat USG, dokter senior di bagian radiologi RS kanker tersebut secara cermat mengamati hasil radiologi saya, kemudian beliau memegang saya dan berkata: "ibu tabah ya, ibu harus tetap optimis."
Menuliskan pengalaman ini mungkin hanya satu jam, tetapi menjalani semua pemeriksaan memerlukan waktu yang cukup panjang, melelahkan dan dana yang cukup besar bagi ukuran saya.
Mengetahui kondisi ini, pertama-tama saya mengolah batin saya: yang paling optimis apa, yang paling pesimis apa. Semua saya kaji, saya renungkan dan mantapkan sesuai iman kepercayaan saya.
Setelah pengolahan batin dan perenungan dengan hati berdebar, kini saatnya saya harus mengambil keputusan, cara pengobatan apa yang harus saya jalani. Ilmu pengetahuan kedokteran dan semua prosedur terapinya, pengobatan Cina, ramu-ramuan/jamu, terapi alternatif atau apa?
Di mana akan dilakukan? Jakarta, Singapura atau Eropa? Bagaimana dengan biayanya? Lingkungan pendampingan selama terapi (keluarga, teman, sahabat??).
Berbagai tawaran datang. Orang-orang yang bersimpati juga teman yang menderita penyakit yang sama yang sudah menjalani berbagai pengobatan: ya kedokteran, pengobatan Cina, ataupun ramu-ramuan.
Saat-saat yang sulit untuk mengambil keputusan. Kepada keluarga, teman dan rekan kerja saya katakan, saran boleh, tetapi yang memutuskan adalah SAYA. Akhirnya setelah melalui berbagai pertimbangan termasuk saran dokter, saya putuskan untuk menjalani pengobatan secara medis dengan tim Dr. Samuel Haryono, SpB (Onk) di RS. Kanker Dharmais, Jakarta.
Setelah mengambil keputusan tersebut terapi langsung dilakukan melalui beberapa tahapan yakni operasi BCT oleh dr. Samuel, dilanjutkan dengan kemoterapi dan satu rangkaian radioterapi, semuanya dimulai dari Februari-Oktober 2010 saya jalani secara tuntas sambil tetap beriman.
Dukungan keluarga dan sahabat sangat menopang. Optimisme, penguatan iman, support dalam bentuk apa saja, baik material dan spiritual. Teman-teman sama juga. Tidak pernah saya ke dokter ataupun ke RS sendirian, selalu ada yang dengan sukarela mengantar dan menemani saya. Bahkan sering bercanda kalau harus menunggu dalam waktu lama giliran diperiksa oleh dokter, dikemo ataupun radioterapi.
Mengenai komitmen untuk disiplin menjalankan pengobatan, saya berpikir demikian: yang datang mencari dokter adalah saya. Dokter sendiri sudah banyak pasien, jadi sangat sibuk. Maka saya harus konsekuen: kalau sudah mengkaji dan memutuskan menggunakan cara pengobatan kedokteran, maka saya harus konsisten. Dengan demikian, semua anjuran dokter saya lakukan secara tepat dan konsisten.
Bahkan saat ini saya sudah hampir satu tahun secara kontinu menjalankan terapi lanjutan dengan minum obat Arimidex sesuai saran Dr. Samuel yakni selama 5 tahun. Secara periodik saya kontrol ke dokter Samuel selama 3 bulan. Dengan dokter Samuel, saya sering bertanya dan berdiskusi mengenai perkembangan kesehatan saya. Saya selalu ingin diterangkan mengapa begini, mengapa harus begitu, supaya ketika saya menjalankannya, saya memiliki pengertian secara logis, sehingga saya menjalani semua dengan lega. Dokter Samuel selalu memberikan jawaban yang membuat saya mengerti. Dengan sabar dokter memberi penjelasan sampai saya mengerti dengan jelas.
Saya sangat berharap semakin sedikit penemuan penderita baru (penderita kanker) walau kenyataannya semakin banyak saja penderita baru.
Saran saya:
1. Jangan jemu-jemu mencari tahu penyakit apa yang sedang Anda alami.
2. Olah batin sebaik-baiknya sehingga betapapun seramnya penyakit Anda derita, tetapi ada perasaan tenang, optimis, damai dan sukacita. Mana lebih baik menderita sakit tetapi optimis, tabah dan sukacita atau putus asa merenungi nasib.
3. Jangan terlalu membebani pikiran dengan biaya yang harus dikeluarkan, pasti ada saja yang akan membantu. Ini sebuah keyakinan yang telah saya alami pribadi.
4. Taatilah saran dokter, karena kita (pasien) yang mencari mereka. Asalkan dokter yang kita tentukan sudah kita telaah secara cermat sebelumnya termasuk cara terapinya. (wo/prl/bee)
0 comments:
Post a Comment