Indonesia Juara Kompetisi Konseling Pasien Tingkat Dunia

iklan
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Tempointeraktif.com - Gaya Hidup
Indonesia Juara Kompetisi Konseling Pasien Tingkat Dunia
Aug 24th 2011, 10:46

TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Indonesia kembali menorehkan prestasinya lewat kemenangan Nuvi Gustriatwanto, 20 tahun, mahasiswa Farmasi Universitas Gadjah Mada dalam level beginner Kompetisi Konseling Pasien Tingkat Dunia (Patient Counseling Event 2011) di Thailand, 3-13 Agustus 2011. Padahal konseling pasien, khususnya obat-obatan masih sangat minim diterapkan di rumah sakit atau klinik-klinik di Indonesia.

"Indonesia menang bersama Tunisia, dan Amerika Serikat yang menyisihkan 19 negara," kata Nuvi kepada wartawan di Gedung Pusat UGM, Rabu, 24 agustus 2011. Kompetisi ini bertepatan dalam rangkaian International Pharmacy Student Federation (IPSF), yang dihadiri sekitar 51 negara. Pada kompetisi awal, Nuvi harus memberikan konseling kepada pasien tentang infeksi gigitan anjing. Setelah menyisihkan 19 negara, pada tahap tiga besar, tema yang dihadapi Nuvi ialah hormon replacement therapy pada kasus menopause wanita.

Di sini juri mengajukan pertanyaan seputar masalah bagaimana menghadapi pasien dengan keluhan sesuai tema tertentu. Nuvi menerangkan ketika memberikan konseling, khususnya obat kepada pasien, dimulai dari introduksi, mengetahui data atau informasi pasien, gaya hidupnya, riwayat penyakit, dosis dan efek obat yang akan dikonsumsi pasien, serta pemberian resep hingga tahap akhir. "Penjelasan dan attitude konseling menjadi penilaian dewan juri," katanya. Dia mengaku cemas dengan lawan negara-negara seperti Amerika Serikat yang penggunaan bahasa Inggris sudah menjadi bahasa sehari-hari.

Berangkat atas biaya sendiri, Nuvi mengaku tidak memeperoleh bantuan dana dari UGM. Biaya yang dia keluarkan sebesar Rp 4,5 juta untuk acara, dan tiket Rp 2,5 pulang pergi. "Saya mengambil tabungan dan dana pemberian orang tua," katanya. Motifasinya mengikuti kompetisi ini agar masayarakat tersadarkan dalam menggunakan hak mereka sebagai pasien.

Bagi Nuvi, prosesi konseling pasien di Indonesia belum begitu membudaya. Sebagai contoh di Canada, konseling pasien bahkan bisa dilakukan melalui telepon hingga tatap muka. "Pasien, konseling pasien, dan dokter bisa berdebat menentukan obat," kata Nuvi. Nah, posisi dokter dan konseling pasien di luar negeri bersebelahan. sementara untuk Indonesia rumah sakit sebenarnya sudah memiliki konseling, hanya belum banyak dilirik pasien karena alasan ketidaktahuan. Ruangannya pun terpisah dengan dokter. "Tidak jadi satu seperti di luar negeri," katanya.

Nuvi menilai sikap empati dari farmasis memiliki porsi yang besar atas pemahaman terhadap obat dan kesembuhan pasien. Sebagai contoh, dapat mencegah kesalahan penggunaan obat hingga pemilihan obat yang tepat, bahkan terjangkau oleh masyarakat. "Hanya sayang kesadaran masyarakat di Indonesia belum begitu besar," katanya.

Untuk Indonesia sendiri, konseling pasien untuk obat masih minim diterapkan seperti di luar negeri. Padahal menurut Nuvi, biaya paling mahal pasien adalah membeli obat. Dengan melibatkan farmasis maka harga bisa ditekan. "Petugas farmasi bisa merekomendasikan obat untuk pasien," katanya. "Di Indonesia hanya dokter yang berperan, farmasis masih dipandang sebelah mata," keluhnya. Dengan memberikan konseling pasien, maka pasien berhak mengontrol penggunaan obat, memilih obat yang diinginkan serta dosis yang diberikan.

BERNADA RURIT

You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com.
If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions

0 comments:

Post a Comment