Lari Itu Gaya Hidup Kami....
KOMPAS.com - Kalau bersepeda sudah bisa jadi gaya hidup orang Jakarta, mengapa lari tidak bisa? Soal badan jadi sehat, itu bonusnya. "Lari itu gaya hidup kami...," kata anggota komunitas Indo Runners.
Anggota komunitas Indo Runners itu adalah pebiola Maylaffayza. Ia bergabung dengan komunitas pencinta lari itu sejak 2009. Kamis (22/9/2011) malam, Fayza bersama 20-an anggota komunitas Indo Runners berkumpul di salah satu sudut pelataran mal fX di kawasan Senayan, Jakarta. Sekitar pukul 20.00, sesuai waktu yang telah dijadwalkan, mereka berlari menyusuri Jalan Jenderal Sudirman untuk memasuki kawasan Gelora Bung Karno, lalu menuju Jalan Asia Afrika, kembali ke Jalan Jenderal Sudirman mengarah tempat awal berkumpul.
Mereka menembus keramaian orang yang tengah menanti kendaraan umum. Mereka berlari di gelapnya lapangan Parkir Timur Senayan. Kaki-kaki berlari di trotoar yang bergelombang. Setelah menelusuri jalan dengan jarak sekitar lima kilometer, anggota Indo Runners kembali ke tempat awal berkumpul sekitar 35-40 menit kemudian.
Tak ada persaingan dalam kegiatan Thursday Night Run (TNR) yang dibuat sejak bulan puasa, dua bulan lalu. Semua bebas berlari sesuai kemampuan masing-masing. Kalau tak kuat, diselingi berjalan pun tak masalah.
"Lari di komunitas Indo Runners harus dibuat menyenangkan. Kalau kesannya menyakitkan, orang malah enggan untuk lari," kata Reza Puspo, yang membuat Komunitas Indo Runners melalui Facebook pada 2009.
Kostum "nyeleneh" Dan, Indo Runners mempunyai cara tersendiri untuk membuat lari menjadi menyenangkan. Salah satunya berlari dengan menetapkan dress code pada acara tertentu, seperti yang dilakukan dalam sebuah lomba lari pada acara ulang tahun Jakarta, Juni 2011. Ketika itu, anggota Indo Runners berlari sambil memakai kostum unik, mulai dari kostum Si Pitung, Superman, Wonder Woman, sampai kostum berbentuk lebah.
"Sebenarnya, secara tidak resmi kami sering menentukan baju yang akan dipakai setiap lari. Misalnya, pakai warna biru atau pink. Tetapi, ide memakai kostum unik baru benar-benar diterapkan waktu ada lomba lari ulang tahun Jakarta. Kami melakukannya supaya menarik perhatian orang dan orang itu jadi tertarik untuk lari," tutur anggota lain, Yomi Wardhana.
Minggu pagi ini, hal serupa dilakukan komunitas yang selalu membuka pintu untuk anggota baru. Dalam rangka memperingati Hari Batik, mereka berlari dengan mengenakan pernak-pernik batik dalam acara rutin Sunday Morning Run (SMR). Bentuknya, boleh berupa baju, selendang, topi, celana, atau kebaya.
Selain TNR, Indo Runners memang punya kegiatan lari bersama setiap Minggu pagi. Start dari fX, mereka akan berlari menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI), lalu kembali lagi ke fX, dengan jarak sekitar sembilan kilometer.
"Kalau tidak kuat, enggak harus ikut lari seperti itu. Ada yang lari sampai HI, lalu menggunakan bus transjakarta saat kembali ke fX," kata Fayza, yang menularkan hobi lari kepada suaminya, Yasha Chatab.
Selain memakai kostum unik, banyak cara dilakukan anggota komunitas untuk membuat lari menjadi gaya hidup. Hal lain yang pernah dilakukan adalah kegiatan "kawin lari".
Pasangan yang sama-sama hobi lari, Yomi dan Adeline Windy, merayakan pernikahan dengan lari di Minggu pagi, bulan Maret lalu. Yomi yang di baju olahraganya digantungi kaleng-kaleng dengan tulisan "just married" dan Adeline, yang membawa buket bunga, berlari diikuti rombongan "pengiring pengantin" dari anggota Indo Runners.
Seperti halnya acara perkawinan, pengiring pengantin ini membawa berbagai perlengkapan, termasuk payung pengantin.
Kesehatan sampai spiritual Setiap anggota Indo Runners punya cerita masing-masing tentang hobi lari mereka. Reza, yang hobi berolahraga sejak kecil, mulai rutin lari setelah sering terkena flu pada 2008.
"Dalam setahun, saya bisa delapan kali terkena flu. Lalu oleh dokter, saya disarankan lebih banyak beraktivitas dan saya memilih lari. Efeknya, saya jadi jarang sakit. Selain itu, saya juga bisa menjaga berat badan. Kan, berat badan enggak hanya jadi masalah bagi perempuan, he-he-he," tutur Reza.
Faktor kesehatan juga menjadi alasan Yomi memilih lari sebagai olahraga. Setelah kadar kolesterolnya sempat tinggi di tahun 2002, Yomi rutin lari, setidaknya dua kali seminggu. Dalam waktu setahun, kolesterolnya kembali normal.
Lain lagi dengan Fayza. Dia mencoba lari setelah membaca buku What I Talk About When I Talk About Running karya Haruki Murakami. Buku ini bercerita tentang keberhasilan sang penulis mengikuti lomba lari meski baru berlatih lari pada usia 33 tahun.
Jadi, bagi Fayza, lari tak hanya menjaga badannya tetap sehat, tetapi juga menjadi sebuah perjalanan spiritual. "Sekarang saya bisa melakukan kegiatan yang tadinya tidak saya suka," kata Fayza.
Dikatakan Fayza dan Reza, masih minimnya minat orang Indonesia untuk lari disebabkan citra olahraga ini dibuat tak menyenangkan di banyak sekolah. "Lari sangat identik dengan hukuman. Tak mengherankan kalau lari menjadi kegiatan menakutkan," kata Reza.
Atas dasar untuk mengubah citra itulah, komunitas Indo Runners dibentuk dan hingga kini sudah beranggotakan 2.300-an orang. Dikatakan Reza, dengan berlari bersama, setiap anggota bisa saling memberi motivasi, faktor yang dibutuhkan seseorang untuk bisa konsisten menjalani kegiatan ini.
Ingin bergabung? Silakan daftar menjadi anggota Indo Runners lewat Facebook, lalu ikut lari di Minggu pagi dan Kamis malam.
(Yulia Sapthiani)
Sumber: Kompas Cetak
0 comments:
Post a Comment