pasangan (dok. Corbis)
VIVAnews - Hubungan sudah terjalin mesra. Komunikasi nyambung. Perasaan sayang dan takut kehilangan pun tumbuh kuat. Tapi, mengapa pria kerap menghindar saat wanita mempertanyakan komitmen yang lebih tegas?
John Gray, pakar perkawinan dan penulis buku 'Men are from Mars, Women are from Venus' mengatakan bahwa pria memandang komitmen sebagai rantai. Mereka melihat komitmen sebagai sebagai ikatan yang membelenggu langkah dan sarat dengan tanggung jawab.
"Bagi sebagian pria, menjalani sebuah komitmen hanya akan membuat hidup tak santai. Mendengar kata komitmen, kepala mereka langsung dipenuhi dengan rongrongan tagihan, kontrol ketat pasangan, biaya pernikahan dan tabungan untuk masa depan," kata Gray, seperti dikutip Shine.
Berikut empat alasan jamak yang membuat pria menunda-nunda atau malah mundur dari komitmen?
Takut salah pilih
Tak melulu soal perasaan, sejumlah pria menunda berkomitmen lantaran takut salah pilih. Dengan ego yang selangit, pria cenderung berpikir seribu kali saat mencintai wanita yang memiliki pendidikan dan karier yang lebih bagus. Mereka cenderung khawatir akan hidup dalam belenggu atau kuasa wanita.
Selain itu, pria juga cenderung khawatir dengan kesetiaannya sendiri. Mereka takut tak bisa menjaga kepercayaan yang diberikan pasangan. Bagi mereka, menjaga kepercayaan juga tanggung jawab besar.
Belum siap
Konteksnya adalah merasa belum siap secara moral dan finansial. Mayoritas pria merasa bertanggung jawab atas masa depan pasangan setelah memutuskan berkomitmen. Karenanya, mereka kerap menunda berkomitmen hingga merasa mampu menciptakan kehidupan stabil bersama pasangannya.
Mengejar karier
Ini berhubungan dengan ketidaksiapan secara finasial. Setiap pria memiliki takaran kesiapannya sendiri. Mereka memiliki takaran keberhasilan yang umumnya harus lebih baik daripada pasangannya. Sebagian pria merasa baru bisa berkomitmen setelah berhasil mencapai impiannya di tempat kerja. Sebagai pria, mereka tak peduli usia yang terus bertambah.
Trauma perpisahan
Bagi sejumlah pria, lebih baik hidup melajang dibanding mengalami pernikahan yang berantakan. Ini terutama dialami pria yang pernah mengalami perpisahan tragis atau tumbuh di keluarga bercerai. Mereka umumnya lebih selektif dan memiliki banyak pertimbangan sebelum memutuskan berkomitmen.
Meski secara umum banyak alasan yang melatari, membuat komitmen memang tak bisa dipaksakan. Masing-masing memiliki nilai dan standar demi kehidupan bahagia di masa depan.
• VIVAnews
Belum ada komentar untuk ditampilkan pada artikel ini.
' ); $.ajax({ type: "POST", url: "/comment/load/", data: "valIndex=" + a + "&articleId=" + b + "&defaultValue=" + c, success: function(msg){ $("#loadkomen").html(msg); //$(".balasan").hide(); } }) }
0 comments:
Post a Comment