Lifestyle » Family » Waspada Anak Terjebak Narkoba
Sabtu, 20 Agustus 2011 - 14:18 wib
(Foto: gettyimages)
SERING kali orangtua menutup mata atas permasalahan yang layak mendapat perhatian. Apabila Anda mencurigai anak terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang ataupun alkohol, jangan menampiknya.
Anda malah harus sigap mengambil tindakan sebelum akhirnya menjadi masalah yang lebih besar. "Saat usia anak antara 13–18 tahun, merupakan momen esensial bagi orangtua untuk terus terlibat dalam kehidupan anak," kata Amelia M Arria PhD, Direktur Pusat Kesehatan dan Perkembangan Remaja di Sekolah Kesehatan Masyarakat Maryland.
Dikatakan Amelia, orangtua bisa berpikir bahwa remaja mereka yang mencoba mengonsumsi minuman keras merupakan suatu hal yang lumrah. Sebab mereka pun ketika muda melakukan hal yang sama. "Tapi perlu diingat, risikonya lebih besar sekarang," katanya.
Apalagi jika melihat dewasa ini lebih banyak tersedia obat-obatan baik yang legal maupun ilegal, contohnya obat batuk dengan kandungan DXM (dextromethorphan) yang kini menjadi pilihan obat baru di kalangan remaja. DXM mudah didapat sementara remaja maupun orang tua meremehkan bahannya.
Penelitian membuktikan 7-10 persen remaja di Amerika Serikat dilaporkan mengonsumsi obat batuk untuk mendapatkan rasa nyaman (high). Meskipun tidak berbahaya jika dikonsumsi sesuai aturan, DXM dapat menyebabkan halusinasi yang sama dengan penggunaan PCP atau ketamine jika dikonsumsi berlebihan.
Efek samping lain, tidak sadarkan diri, sakit perut, dan muntah. Karenanya, perhatikan gerak-gerik anak yang tidak wajar. Seperti perubahan sikap, penampilan, prestasi akademik, dan teman bergaul.
Jika Anda menemukan kemasan kosong obat batuk atau ada obat yang hilang di lemari P3K di rumah, ataupun menemukan pil, pipa, sampai kertas yang digulung dan korek api, curigai anak menggunakan obat terlarang.
Waspadai tanda ini dengan serius dan segera ambil sikap. Demi mengetahui kelakuan negatif anak, orangtua bisa jadi lepas kendali. Berbagai hukuman pun diberikan dan rumah kini tidak lagi terasa nyaman. Sebaliknya, ada juga orangtua yang justru menghindari konflik karena takut si anak akan lari dari rumah.
(Koran SI/Koran SI/ftr)
0 comments:
Post a Comment